Home (3)

7 0 11
                                    

Hari ini, Leo tidak ada kelas luring. Leo hanya memiliki satu kelas daring, jam 3 sore nanti.

Elia masih bersembunyi di kamar Leo. Tidak ada satu pun penghuni kos yang tahu keberadaan Elia kecuali Haris.

"Makan dulu, El. Biar kuat," Leo membuka kotak sterofoam yang berisikan bubur ayam hangat, memindahkannya ke mangkuk agar mudah di makan.

"Makasih kak,"

Elia mulai menyantap bubur itu sedikit demi sedikit. Perutnya perih dan panas. Semalam, saat sang papa menyiksanya, Elia dicekoki miras habis-habisan. Beruntung ia langsung muntah di tempat sehingga miras tersebut tidak masuk lebih jauh ke dalam tubuhnya.

"Kamu makannya nggak lahap gitu, nggak suka ya? Atau mau tukar sama punyaku?"

"Nggak kak, gapapa. Perutku perih, sedikit."

"Harusnya kamu bilang daritadi. Kalo gitu kan aku bisa kasih kamu obat lambung dulu,"

Mereka berdua sarapan dalam diam. Di tengah-tengah sarapan, pintu kamar Leo diketuk. Otomatis keduanya panik, Leo berusaha menyembunyikan Elia di bawah meja belajar.

"Leo-o-oo-ooooo-o!!!"

Itu Haris. Satu-satunya penghuni kos yang memanggil Leo dengan intonasi super nyeleneh.

Keduanya merasa sedikit lega karena tahu yang datang adalah Haris, bukan penghuni kos yang lain.

"Apa?"

Haris menurunkan nada bicaranya, "Itu cewek, gimana?"

Leo mengangkat sebelah alisnya, "Cewek? Elia?"

"Oooohhh jadi namanya Elia?" Hakyeon ber-oh ria dengan berbisik.

Elia menyembul dari bawah meja, kemudian menundukkan kepala untuk menyapa Haris. Beruntung pintu kamar Leo tidak dibuka sempurna, jadi keberadaan Elia tidak terekspos dari luar kamar.

"Trus, dia mau diapain?" tanya Haris.

"Nggak tau,"

"Kok nggak tau?"

"Ya mana gue tau, Har! Gue masih mikirin rencana ke depannya!"

"Apa nih kok ribut-ribut?!"

Bagaikan melihat hantu, Leo dan Haris dibuat kepalang terkejut karena pemilik kos, Mas Yuan, sudah berdiri di belakang Haris entah sejak kapan.

"A-anu... itu...."

"Kok saya denger kalian ngomongin nama orang, El.... El.... Elia? Siapa itu?"

"E-Elia.... Elia nama kucing, Mas!" jawab Haris spontan.

"Kucing?"

"I-iya... katanya Leo tadi ketemu kucing betina di jalan, terus kasih nama Elia buat dia.... gitu..... hehe," Haris menggaruk kepalanya yang tidak gatal, berharap-harap cemas supaya Mas Yuan tidak mengetahui gerak-gerik mencurigakan mereka.

"......oh. Kirain ada apa. Yaudah, mandi sana! Kalian nggak ada kelas apa?"

Mas Yuan yang tidak menaruh curiga sama sekali itu berlenggang santai menelusuri kamar-kamar lain.

"Lo mendingan cepet-cepet bikin rencana deh, buat Elia. Lo gak bisa terus sembunyiin dia begini!"

****

Entah bagaimana caranya, Leo berhasil menyelundupkan Elia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sekarang, penampilan perempuan itu jauh lebih baik daripada sebelumnya, meskipun luka-luka yang ada di pelipis, tangan, punggung, dan kaki belum mengering sempurna.

Leo yang sibuk mengetik tugas di laptopnya terinterupsi dengan perkataan Elia,

"Kak,"

"Aku mau pulang."

Leo menghentikan aktivitas menulis tugasnya.

"Hah?"

"Aku mau pulang Kak, ke rumahku."

"El, papa kamu masih bisa bebas sewaktu-waktu! Ini baru satu malam kamu berhasil kabur dari papa kamu yang bejat itu! "

"........tapi,"

"aku kan, ngerepotin."

Pria jangkung itu menaikkan alisnya. Menduga bahwa Elia merasa sungkan karena Haris yang terus mendesaknya untuk mengurus keberadaan Elia.

"Nggak usah dipikirin omongan Haris, dia emang gitu. Kamu nggak usah mikir apa-apa, biar aku yang urus semua, El."

Elia menatap pria yang sedang duduk tepat di sampingnya. Tatapan Leo terlihat tulus, murni dan teduh.

Seolah-olah Leo tidak memiliki maksud tersirat apapun dalam menolongnya.

"Emang kamu kalo pulang ke rumah, mau ngapain? Tinggal di situ lagi? Digebukin sampe mau mati sama papa kamu?!"

"Aku mau kabur," ucapan Elia membuat Leo berjengit.

"Kabur? Ke mana? Kamu mau tinggal di mana? Gimana dengan keperluan kamu sehari-hari?" Leo memberikan runtunan pertanyaan tanpa henti.

"Aku ada tabungan. Uang asuransi meninggalnya mama juga ada sama aku, Kak."

Leo menghembuskan nafasnya kasar. Ingin mendebat namun di sisi lain ia juga merasa kalah atas perempuan yang duduk di sampingnya ini.

"Kakak cukup bantuin aku untuk kabur dari sana. Aku perlu bawa kabur beberapa barang penting dari rumah,"

"Hhhhh.......oke. Terserah, aku ikut aja."

"Kak,"

"Kakak kenapa tolongin aku?"

Pria itu terdiam kaku. Mendadak seluruh isi kepalanya kosong dan hanya tersisa satu kalimat berupa pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh sang lawan bicara.

Iya juga ya.

Kenapa coba gue nolongin ini anak?

Kenapa sampe gue rela berbagi kamar dengan cewek yang sama sekali belum pernah gue kenal?

Gimana kalo dia orang jahat? Gimana kalo cewek ini mata-mata pembunuh bayaran yang mau celakain gue?

Kenapa gue mau relain sebagian tenaga, uang dan pikiran gue untuk cewek asing ini?

Batin Leo berkecamuk.

Alih-alih menjawab, Leo hanya diam sambil melengos dari pandangan Elia untuk duduk kembali di kursi belajarnya, melanjutkan tugas-tugas yang sudah menumpuk.


Baru mengetik dua kalimat, pria itu menoleh pada Elia,


"Pertanyaanmu tadi..... aku nggak punya jawaban untuk sekarang, maaf."


End of part 3, to be continued.

Mas Yuan

Taekwoon's UniverseWhere stories live. Discover now