Home (4)

9 1 15
                                    


"Yakin?"

Leo bertanya pada Elia yang duduk di kursi sebelahnya.

"Hm," Elia mengangguk mengiyakan, sambil melepas seatbeltnya.

"EH! Tunggu......." tangan Leo menahan pergerakan Elia yang hendak turun dari mobil.

"Kok perasaan aku nggak enak ya,"

"Gak usah berlebihan deh Kak, nggak ada siapa-siapa kok di sana," kekeh Elia melihat wajah Leo yang tampak ragu dan kebingungan seperti anak kucing.

Leo terdiam sejenak. Masih dalam posisinya menahan Elia agar tidak keluar mobil.

"Nggak, nggak. Aku ikut!"

"Kak......"

"Aku ikut, El. Kalo ada orang lain yang jahatin kamu, gimana?"

Elia lagi-lagi cukup terperangah dengan ucapan pria di sampingnya, meskipun sang gadis tidak terang-terangan menunjukkan.

Lagi, lagi. Leo terlihat sangat mempedulikan Elia.

".........ya udah deh, Kak. Terserah,"

Keduanya turun dari mobil yang diparkir di depan rumah Elia.

Leo takjub dengan rumah Elia yang sebenarnya cukup megah. Namun sayang, halamannya kotor dan berantakan. Tanaman warna-warninya layu dan kering lupa disiram. Daun-daun kering entah sudah berapa bulan tidak disapu.

Teras rumahnya berdebu. Lantai marmer mahal yang terpasang di sana seolah tak nampak keindahannya lagi.

"Maaf ya Kak, rumahnya berantakan. Emang nggak pernah dirawat semenjak mama nggak ada," Elia membuka pintu utama rumah yang ternyata tidak dikunci.

Pengap. Namun beruntung salah satu jendela di sana masih terbuka lebar sehingga setidaknya masih ada sirkulasi udara yang masuk ke dalam rumah selama tak berpenghuni.

"Kak Leo tunggu di sini aja ya? Aku mau ke kamar kemasin barang-barang. Nggak lama kok......"

".....kalo mau duduk, boleh. Tapi aku nggak tanggung jawab ya, kalo celana kakak kotor! Hehehe...."

Gadis itu menghilang masuk ke dalam kamar diikuti tawa kecil Leo akan tingkah unik Elia.

Leo mengamati ruang tamu rumah itu. Ia menduga bahwa rumah Elia bukanlah rumah baru. Bukan rumah dengan desain kekinian yang terlihat modern dan minimalis.

Rumah itu bergaya tahun 80-an, dengan guci cina besar yang terletak di setiap sudut ruangan, pot-pot berisikan bunga sintetis berukuran jumbo, dan dipan kayu jati yang terlihat megah mengkilap. Bahkan kusen-kusennya juga terbuat dari kayu jati yang diukir apik menambah kesan artistik. Di ujung sana terdapat pintu kaca yang menembus taman kecil dan anak tangga berhiaskan banisters kayu ukir, mengarah ke lantai dua.

Di atas televisi LED super besar tergantung sebuah foto sepasang suami-istri yang menggunakan kostum pernikahan, terlihat sangat mesra dan bahagia.

Leo punya kesimpulan sementara, bahwa Elia sebenarnya lahir dengan sendok emas di mulutnya.

"Kak,"

"Oh, udah selesai?"

"Hm, sudah."

"Cepet banget. Segitu doang bawaan kamu?"

Pria itu melihat Elia yang hanya membawa satu koper jumbo dan tas ransel yang digendong.

"Iya. Sebenarnya aku udah lama mau kabur dari sini, jadi ya....... gitu."

"Nggak ada yang ketinggalan?" Tanya Leo memastikan.

Elia menggeleng,

"Yuk, kak. Kita pergi."

*******

"Kita ke mana, El?"

"Ke bank dulu. Aku mau ambil sebagian kekayaan mama yang papa rampas."

"Emang kamu bisa?"

"Bisa lah, kenapa gak bisa?"

Leo menginjak pedal rem, "Bukan, maksud aku..... emang kamu punya ijin buat semua itu?"

Elia tertawa remeh.

"Kak, asal kakak tau ya. Papa itu, orangnya super ceroboh, bodoamatan, doyan ngabisin duit mama doang tapi nabung aja gak becus,"

"....mungkin kalo uang di rekeningnya diambil, dia ga bakalan sadar."

Leo hanya diam saat mendengar ocehan Elia tentang papanya.

"Trus kalo udah ambil uang, emang kamu mau ngapain? Kamu kan belum lulus kuliah?"

Elia tersenyum. Terlihat terpaksa sebenarnya, namun bibir manis itu terlihat cantik di mata Leo.

"Jangan khawatir kak. Setelah ini, kakak bisa lepas tanggung jawab atas aku. Biar aku yang melanjutkan hidup sendiri."

El, gue gak ngerti kenapa.

Tapi setiap lo cerita tentang hal-hal kecil kehidupan lo, perasaan gue selalu nggak enak.

Gue rasanya pengen bawa lo ke tempat yang super jauh, ke tempat di mana orang nggak bakal bisa nyakitin lo barang seujung kuku sekalipun.

Lo bukan siapa-siapa gue El. Tapi kenapa? Kenapa gue bisa sebegininya sama lo?

"El,"

"Ya, kak?"

"Hati-hati, ya?"

End of part 3, to be continued.

Taekwoon's UniverseWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu