"Jadi, kita kan ada perubahan divisi-divisi. Kira-kira yang mau ngisi divisi dokumentasi siapa?"

Seseorang mengacungkan tangannya. Nala langsung menoleh saat sahabat Ryan lah yang mengacungkan tangan.

"Saya kak,"kata Ghava.

"Oke, kamu bisa pegang kamera?"

"Bisa, kebetulan saya juga punya kamera di rumah,"kata Ghava.

"Oke, itu bagus. Satu lagi?"

Keadaan ruang rapat hening, tak ada yang mau mengangkat tangannya hingga beberapa saat.

"Kamu Nala?"

Nala terpelonjat pelan. "Iya kak?"

"Bisa juga pegang kamera?"

"Bi-bisa kak,"jawab Nala sedikit ragu.

"Oke, berarti yang ngisi divisi Dokumentasi Ghava sama Nala."

Nala mencuri pandang ke arah Ryan yang terduduk santai di tempatnya, gadis itu terus memperhatikan cowok dengan Hoodie hijau army-nya itu.

-oOo-

"Ya itu, sialnya disitu!"

"Tapi Lo berhasil kan tau namanya, alamat sama nomor... Lo udah tau nomor telponnya belum?"

"Gimana caranya gue bisa dapet nomor dia?"

"Kan Lo satu ekskul sama sahabatnya, Lo bisa tanya dia lah."

"Lo pikir semudah itu, yang ada gue dicurigain kenapa gue minta nomor Ryan ke dia. Nanti gue awkward yang ada."

"Tapi Lo udah pastiin semuanya?"

"Pastiin apa lagi? Nama dia? Ryan Ghinandra, bisa main basket, Block E12 Nusantara residence."

"Udah punya pacar atau belum?"

Nala berdeham panjang, ia tak yakin dengan jawabannya sendiri. "Kalau gue tebak sih belum ya. Tapi kalau dia punya pacar gimana? Gue liat-liat dia lumayan banyak yang kenal, kayanya cewek-cewek lain juga suka sama dia. Saingan Lo banyak, Rin."

Terdengar helaan panjang diseberang sana. "Gak papa lah, La. Maju terus sebelum jalan ditutup, kalaupun ditutup, gue tabrak!"

Setelah berbincang-bincang lebih dari 10 menit, Nala memutuskan sambungan telepon dan kembali memasuki ruangan rapat, rapat masih belum usai.

Rapat kembali berjalan seperti semula, beberapa hal dibahas oleh sang ketua untuk melanjutkan tugas-tugas ekskul tersebut seperti semua.

Pukul 5 sore, rapat telah usai. Semua anggota memutuskan untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Setelah semuanya sudah keluar ruangan, Nala kemudian ikut keluar, ia ingin mengejar Ryan.

"Ghava!"serunya memanggil sang pemilik nama.

Cowok itu berbalik badan, menatap Nala yang sudah berdiri menghadapnya. Tiba-tiba Nala mengulurkan tangannya.

"Nama gue Nala, kita satu divisi, ayo temenan!"ajak Nala.

"Oke,"jawab Ghava ramah.

"Gue boleh minta nomor..."

Belum sempat Nala mengakhiri ucapannya, Ghava buru-buru pergi meninggalkan Nala dengan langkah kaki lebarnya. Gadis itu hanya terdiam di tempatnya memperhatikan bagaimana cowok itu perlahan menghilang dari pandangannya.

-oOo-

Esok harinya...

Saat Nala sedang sibuk mengurus beberapa kamera di ruang jurnalistik untuk latihan memotret sore nanti, Nala dikejutkan dengan kedatangan Ghava yang masuk ke ruangan itu.

Harusnya Nala tak begitu heran kenapa Ghava ada disini. Toh, hari ini ia dan Ghava akan mengikuti latihan memotret sore nanti. Yang ia tak duga adalah, cowok itu ternyata disuruh juga untuk datang memeriksa kamera di ruang jurnalistik oleh Ketua ekskul.

"Oh hai, disuruh juga?"tanya Nala basa-basi.

Ghava mengangguk lalu kemudian mengambil kursi, keduanya saling duduk berhadapan. Ghava mengambil satu kemera lalu mencobanya.

"Sebenarnya gue gak terlalu bisa pake kamera, cuma karna dulu kakek gue selalu nyuruh fotoin waktu ada acara keluarga, gue jadi bisa sedikit-sedikit."

"Gak papa, nanti juga bisa,"kata Ghava seraya memeriksa lensa kamera.

Keadaan Canggung beberapa saat, di ruangan itu hening.

"Lo suka sama Ryan?"

Nala yang tengah fokus membersihkan lensa kamera dibuat terkejut bukan main dengan pertanyaan dari Ghava, hampir saja kamera itu jatuh dari genggaman tangannya.

"Ma-maksud Lo?"tanya Nala.

Ryan mengangkat kedua bahunya. "Sejak 2 hari lalu gue liat Lo nge-stalk Ryan."

Nala menepuk jidatnya. "Haduh! Bener kan kata gue juga!"gumam Nala merutuki dirinya.

"Kenapa?"

"Oh enggak. Gue... Gue cuma, gak sengaja aja ketemu dia beberapa kali."

Ghava mengangguk-anggukan kepalanya mengerti, menerima alasan Nala, meski alasan itu tak sepenuhnya dapat Ghava terima.

-oOo-

"Udah, biar Nala aja yang jaga tokonya malam ini,"kata Nala membujuk ibunya.

"Kamu? Sendirian? Gak! Mama takut kamu kenapa-kenapa,"kata Sita—ibu Nala.

Nala menghela napas panjang, ibunya ini memang keras kepala. "Yang ada Nala yang khawatir kalo mama disini semaleman, mama kan udah jaga tokonya dari pagi. Biar Nala aja yang jaga, gantian."

"Nala..."

"Mama... Nala bisa kok jaga diri."

Wanita berusia 45 tahun itu hanya bisa menghela napas panjang saat melihat wajah Anak tunggalnya itu.

"Yaudah, tapi kalo ada apa-apa panggil mama aja ya."

"Iya. Mama mending istirahat aja, gak baik angin malem buat kesehatan mama."

Setelah itu, Sita lalu pamit pergi menuju ke arah pintu belakang yang terhubung langsung dengan rumah mereka.

Nala menaikan resleting jaketnya, kemudian ia membereskan beberapa sampah-sampah yang berada diatas meja kasir.

Minimarket ini adalah usaha satu-satunya keluarga Nala, sumber penghasilan utama keluarga mereka. Biasanya Sita lah yang menjaga minimarket itu setiap hari dari pagi, namun pada hari libur, Nala lah yang bergantian menjaganya hingga malam.

Dengan ditemani samyang, Nala menonton drama korea kesukaannya dari layar ponselnya. Hingga ia tak menyadari ada pelanggan masuk.

"Bisa isi pulsa?"

Nala langsung menaikan pandangannya, ia bisa melihat sosok yang selama ini ia buntuti. Ryan.

==========================
Forget Me Not
Alan naizer | Rayza_0107

Episode baru setiap:
Senin & Jum'at

Forget Me NotWhere stories live. Discover now