-KEBANGKITAN-

32 5 1
                                    

Danas tersenyum membalas chat message dari Ganendra. Setelah sebulan lamanya mereka hanya berbincang-bincang via online karena kesibukan masing-masing. Hari ini mereka berjanji untuk bertemu setelah jam pulang kerja nanti di café milik Ganendra. Atau café kutukan cinta baginya. Tapi ia tak perduli, karena itu adalah tempat ternyaman untuk melarikan diri dengan karya otak kanannya sebagai Roro sang penulis cerita online di beberapa aplikasi. Ia tak menyangka bahwa berteman dengan Ganendra bisa membuat hari-harinya yang kelam sejak putus hubungan dengan Arya tersenyum lebar menatap dunia.

Jika diingat kebelakang, dirinyalah yang menjaga jarak dengan lelaki itu karena awal pertemuan mereka yang cukup drama akibat campur tangan dari Milly, sahabatnya. Mungkin benar tak ada salahnya berteman dengan sosok secemerlang Ganendra Adiwilaga. Siapa tahu banyak ilmu yang bermanfaat untuk kemajuan dirinya. Doa dan harapannya, semoga ia bisa berteman baik dengan Ganendra. Sehingga ia bisa menambah circle orang berharga di dekatnya meskipun bukan sebagai pasangan kekasih. Ia masih belum siap untuk hal tersebut. Dua puluh kali putus cinta membuat dirinya memilih rehat dulu dari dunia yang selalu ditanyakan kepada para single seperti dirinya. dengan alasan usia yang semakin bertambah seolah menghantui setiap langkah mereka hingga menjerat kemampuan yang dimiliki dalam berkarya dan menggapai cita-cita serta impian yang tergelar di depan mata. Kali ini ia harus memantapkan diri bahwa meskipun dirinya masih sendiri, bukan berarti tak bisa bersahabat dengan lawan jenis seperti Ganendra. Meskipun ia tak bisa memastikan bagaimana hubungan mereka akan berkembang ke depannya. Yang dapat ia lakukan adalah menikmati kondisi saat ini.

Bicara tentang Milly, akhirnya mereka berdamai setelah berdiam diri selama dua minggu. Milly yang awalnya berpikir bahwa Danas akan mengalah dan membujuknya seperti biasanya ternyata tidak melakukan hal tersebut. Namun diamnya Danas justru menyadarkan Milly bahwa selama ini ia sudah terlalu egois mementingkan dirinya sendiri tanpa memperdulikan perasaan Danas sebagai sahabat. Danas pun juga salah karena membiarkan Milly semakin manja dan bergantung padanya karena rasa empati kebablasannya pada anak yang kehilangan kasih sayang ibu tersebut.

Tapi..., mengapa sekarang ia berakhir menunggu Ganendra yang sedang bermain basket bersama teman-temannya di salah satu arena lapangan basket? Sialan!

ZRAK!

Sebuah tembakan three point melesak masuk secara mulus ke dalam keranjang basket dengan tinggi 3,05 meter.

"Yes!" Teriak seorang lelaki yang mengacungkan tangan kanannya ke atas. Sudah pasti itu Ganendra. Peluh keringat yang menetes di dahinya tak menyurutkan ketampanan fisik yang dimiliki. Ayu benar, Ganendra mungkin jelmaan dewa sehingga zat feromon yang dikeluarkan bisa menarik perhatian lawan jenisnya, kecuali dirinya. Apa yang salah ya? Ia justru melihat Ganendra sebagai manusia yang sama seperti dirinya.

"Nice Shoot Ganendra!" Teriak salah satu rekan satu tim nya dalam berlatih basket.

"Back! Back!" Teriak temannya yang satu lagi.

"Pass!"

Persetanlah! Daripada garing kriuk-kriuk seperti kerupuk lebih baik aku fokus untuk mengupdate chapter baru novel online-ku. Batin Danas. Ia mengambil laptop yang dibawanya dan mulai menghanyutkan diri dalam imajinasinya. Hanya dengan melihat Ganendra bergerak lincah men-dribble bola oranye di lapangan membuat ide baru bertebaran di dalam otak cemerlangnya. Lucu, ia yang tak pernah menyukai permainan olahraga basket begitu tertarik memasukkan adegan permainan basket di dalam naskah novelnya karena melihat gaya bermain Ganendra bersama teman-temannya.

"Serius sekali mainin jemarinya di keyboard laptop?" Suara Ganendra menyadarkan Danas dari hanyut perasaan dalam tuangan tulisan di laptop-nya. "Sebegitu serukah membuat cerita?"

"Ah, eh, oh, Hai," Danas tersentak dari fokusnya dan membalas Ganendra. Sapa Danas dengan senyuman dan lambaian tangan kanannya seolah menyambut kedatangan Ganendra yang duduk di sebelah Danas. Namun pandangannya teralihkan dengan kosongnya lapangan. Bukankah sebelumnya ramai dengan orang-orang yang bermain basket. "Lho, kok sepi?"

"Makanya jangan terlalu fokus dengan laptop-mu itu," Ganendra menghela napas gemas menghadapi kepolosan Danas sehingga mengacak-acak rambut Danas yang dikuncir kuda ke belakang. "Latihannya sudah selesai dari tadi dan aku juga sudah selesai bersih-bersih untuk mengajakmu makan malam."

"Ishh, jangan mengacak-acak rambutku, PR tahu beresinnya," Protes Danas sambil merapikan rambutnya yang banyak mencuat keluar akibat perlakuan Ganendra tadi. "Aku penasaran, apa enaknya main basket yang menurutku hanya dimainkan oleh laki-laki otak kosong dengan mengandalkan fisik dan gaya bermain basketnya untuk menarik teriakan para fans cewek demi membumbungkan harga diri mereka?"

"Kau mau mencoba untuk bermain basket?" Tantang Ganendra yang sedikit tersinggung dengan pertanyaan sarkastik itu dan melemparkan bola basket kearah Danas. Enak saja dibilang olahraga yang hanya dimainkan oleh laki-laki otak kosong dengan mengandalkan fisik dan gaya bermain basketnya untuk menarik teriakan para fans cewek demi membumbungkan harga diriku!

"Harus ya?" Danas dengan sigap menangkap bola oranye itu. Ia mulai men-dribble bola tersebut sambil mengingat-ingat teori yang pernah dipelajari di sekolahnya dulu demi mendapat nilai ujian praktek olahraga yang tinggi meskipun ia tak menyukainya. Kalau urusan akademis dan nilai sekolah, jangan harap Danas akan menyerah meskipun harus berhadapan dengan hal-hal yang dibencinya. Nilai yang tercetak di lembaran raportdan IPK adalah harga dirinya selama ini agar tidak diremehkan oleh orang lain.

"Aku mau lihat apakah kau bisa melewati defense-ku. Jika kau bisa melewati dan menembakkan satu poin ke keranjang akan kutraktir dirimu makan hot pot favoritku," Ganendra tersenyum meremehkan Danas.

"Anda meremehkan saya...," Tak terima diremehkan oleh Ganendra, ia akhirnya mengeluarkan kemampuan terpendamnya yang jarang ditunjukkan olehnya. Dengan gerakan lincah nan gesit ia berhasil melewati defense Ganendra dan memberikan tembakan lay up sederhana namun indah tepat masuk ke dalam keranjang basket.

ZRAK!

Pemandangan itu tak luput dari pandangan Ganendra yang terpesona dengan pancaran aura yang keluar dari tubuh Danas.

"Jangan terhanyut dalam pesonanya Ganendra!" Teguran Bandung menyadarkan keterpanaan Ganendra kepada Danas.

"Lihat, aku berhasil mencuri poin darimu kan?" Danas yang merasa telah menang dari tantangan Ganendra segera menghampiri lelaki itu dan memberikan bola bundar yang digunakannya untuk mencuri poin. "Sekarang kutagih tantanganmu tadi untuk mentraktirku makan malam dengan Hot Pot favoritmu. Ah, aku lapar sekali..."

Sementara itu, Ganendra tampak kesal karena peringatan dari Bandung Bondowoso. Memangnya salah jika ia mengagumi sosok Danas? Perduli amat dengan ucapan Bandung, dia berhak memiliki hubungan pertemanan dengan Danas yang bisa membuat dirinya nyaman untuk melakukan tindakan apapun tanpa khawatir akan di fangirling.

***

Danas meletakkan tasnya di atas tempat tidurnya. Setelah puas menikmati makan malam bersama Ganendra, ia kembali ke rumah ibunya. Mungkin karena sudah terlalu malam sehingga ibunya telah terlelap dalam dunia mimpi sehingga tidak sempat mempertanyakan kemanakah ia pergi hingga larut malam seperti ini.

Ia beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Disaat ia melewati washtafel dengan kaca besar membentuk bayangan tubuhnya, ia dikejutkan dengan sosok banyangan berbeda dengan dirinya. Sosok lengkap bak putri raja dengan mahkota berhiaskan emas serasi dengan kalung, gelang tangan dan kakinya serta kemban hitam berpadukan kain jarik batik menutupi pinggang rampingnya.

"Kau..., siapa?" Tanya Danas menahan getaran ketakutan yang merasuk sukmanya seakan ia melihat sosok makhluk halus berparaskan cantik jelita.

"Aku adalah Roro Jonggrang," Jawab perempuan yang terpantul bayangannya di hadapan Danas. "Dan aku adalah masa lalumu..."

***

Kontrak JiwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang