34. VICTORIA GROVE CLUB

Start from the beginning
                                    

"Papi tenang aja, Alora masih tau batasan."

"Alora, bagaimanapun juga kamu anak gadis, jangan terlalu sering keluar malam." Mira memberitahu.

"Bukannya dari dulu kalian gak pernah mempermasalahkan hal ini? Terus kenapa hari ini tiba-tiba banyak pertanyaan?" Alora mengubah nada bicaranya, terlihat bahwa dia tidak suka pada ucapan Mira barusan.

"Mami hanya mengingatkan sayang, nggak ada salahnya, kan." Wanita itu tersenyum menatap Alora.

"Mami gak percaya sama Alora?" tanya Alora dengan mood nya yang semakin memburuk.

"Mami bu-,"

"Alora, jangan pulang terlalu malam." Jovan menyela agar Mira tidak melanjutkan ucapannya.

"Mungkin malem ini aku pulang ke apartemen, lebih deket jaraknya." Kata Alora lalu meminum airnya kemudian pergi tanpa berpamitan. Malam ini mood nya seketika mendadak turun drastis karena pembicaraan tadi.

"Pi, Alora marah, ya? Padahal Mami cuma ngingetin dia." Mira menatap suaminya dengan bingung.

"Nggak usah dipikirin, biarin Alora keluar." Jovan tidak berbicara lagi setelahnya.

Jovan paham, sangat-sangat paham kalau Alora sensitif tentang masalah ini. Alora tidak suka kebebasannya dikekang siapapun termasuk ia dan Mira yang notabene nya kedua orang tuanya sendiri.

Alora tidak suka di kekang. Alora tidak suka di paksa. Alora tidak suka ketenangan nya di ganggu.

Alora putri tunggalnya yang ambisius dan pantang menyerah, sama sepertinya.

Semua sifat dan kebiasaan Jovan menurun pada Alora. Makanya ia tidak bisa melarang atau mencegah kebebasan Alora selama ini, karena Jovan mengerti.

Sementara Mira merasa bersalah. Tapi ia hanya tidak ingin terlalu membebaskan Alora karena takut... Takut kejadian dahulu terulang lagi pada putrinya.

•••

Darren dan Gaska saling berbisik sejak kedatangan Alora yang tidak berbicara dan wajahnya tertekuk lesu. Mereka bertanya-tanya ada apa dengan gadis itu.

Bian juga tak kalah bingung, pasalnya sejak Alora datang dia diam saja bahkan tidak menegurnya sedikitpun.

Bian menatap kedua sahabatnya yang juga tengah menatap Alora. "Kalian bisa tinggalin kita, kan? Gue mau bicara sama Alora."

Darren dan Gaska spontan mengangguk.

"Kalian bisa bicara, gue mau layanin tamu yang lain," ucap Darren.

"Sama deh, gue juga mau jemput pacar gue." Gaska ikut keluar bersama Darren.

Kini di ruangan VVIP itu hanya tinggal Alora dan Bian.

Alora masih memejamkan matanya dengan posisi menyender pada sofa. "Gue gak suka di kekang," gumamnya lirih, namun Bian bisa mendengar itu.

"Lo kenapa? Ada sesuatu yang ganggu pikiran lo?" Bian bertanya sembari menggenggam tangan Alora.

"Gue ada di sini, lo bisa cerita, ada apa?"

"Peluk gue, Bi," pinta Alora.

Cowok itu diam sejenak kemudian memeluk Alora seperti perkataannya baru saja.

Alora membalas pelukan Bian dengan mata yang masih tertutup, perlahan tapi pasti perasaannya berangsur-angsur membaik.

Alora menyukai pelukan dari Bian. Ia menyukai bagaimana Bian menepuk-nepuk punggungnya agar lebih tenang. Ia menyukai ketika Bian tidak banyak bicara namun langsung menenangkannya.

Obsesi AsmaraWhere stories live. Discover now