SYNTROFOS

1.4K 142 7
                                    

"Makhluk hina seperti dia pantas dijauhi." Sosok duyung jantan berekor biru gelap itu berseru sinis. Dari caranya menatap, tersirat kebencian yang amat besar.

"Anak hasil perselingkuhan, menjijikkan!" Lagi, kalimat kebencian didapatkannya lagi.

"Kau tahu, Jeno? Dalam waktu dekat Ayah akan mengusirmu dan tidak akan lagi pernah menganggap kau adalah bagian dari Letizia. Kau bisa bebas tanpa adanya peraturan-peraturan yang membuatmu seolah berada dalam kurungan, bahkan kau dapat menjadi selir dimanapun kau mau."

Keempat duyung tersebut tertawa memperolok-olokkan sosok bernama Jeno. Figur yang menjadi ejekan hanya mampu termenung membiarkan kakak-kakaknya menghinanya sepuas hati.

Hidup selama beberapa tahun bersama orang-orang yang memperlakukan dia buruk, sampai duyung cantik berekor putih itu kebal akan rasa sakit yang terus dideritanya setiap saat oleh lisan kejam dari orang disekitarnya.

Dan benar saja, selang beberapa saat, perkataan salah satu kakak tertuanya itu benar-benar terjadi. Secara tiba-tiba Jeno ditarik paksa oleh dua ekor duyung berbadan besar untuk dibawa ke aula kerajaan. Di sana sudah ramai para duyung yang akan menyaksikan pencabutan gelar putra mahkota salah satu anggota kerajaan yang baru dan pertama kali ini terjadi selama bertahun-tahun memang tak pernah ada.

Mereka mendorong badan Jeno sehingga ekor depan duyung tersebut membentur karang yang ada di depannya. Dia meringis. Cukup meyakinkan seberapa kuat dorongan hingga benturan yang mengenai ekor tersebut.

Sosok duyung berekor biru gelap yang merupakan Ayah Jeno dan keempat saudaranya itu bangkit dari singgasana. "Setelah didiskusikan bersama, mulai saat ini, Jeno Lee bukan bagian lagi dari Letizia." Pria sebagai Ayah Jeno itu menurunkan pandangan menatap sang anak. "Kau bukan lagi putraku. Pergilah dari sini, sejuah mungkin kalau perlu. Jangan pernah kembali menampakkan dirimu di kawasan Letizia."

Hancur. Hati Jeno hancur lebur tatkala mendengar penuturan langsung dari figur yang amat ia kagumi setelah mendiang Ibunya. Jeno meneteskan airmata yang langsung tercampur oleh air dalam sekejap. Tak kuasa untuk menahannya lebih lama dan memilih melepaskannya dengan pilu.

"A-Ayah ...."

Pria itu melengoskan wajah. Enggan bersitatap oleh pandangan menyedihkan di bawahnya. "Pergi!"

Isak tangis Jeno terdengar semakin pilu. Bersimpuh lara memandang sang Ayah yang selama ini membiarkannya hidup berdampingan. Ia mengeluarkan bulir-bulir airmata yang tak terbendung jumlahnya.

Dengan amat berat, Jeno bangkit. Menatap sang Ayah untuk beberapa waktu sebelum akhirnya berenang menjauh dari istana yang membesarkan dirinya.

Jeno terus berenang dalam keadaan murung dan semangat yang sirna. Tak tahu ke mana dirinya akan pergi. Ia telah jauh dari wilayah kerajaan, namun masih belum memikirkan langkah selanjutnya ingin bagaimana.

Sampai ketika Jeno tak menyadari bahwa ia mendekati jurang lautan terdalam, membuatnya yang semula melamun langsung jatuh seakan terhisap ke bawah.

Tekanan di sana begitu berat dan Jeno hanyalah duyung muda yang bahkan masih amatir dalam berenang. Jeno tidak seperti kakak-kakaknya yang mampu berenang di kedalaman paling dalam, sebab mereka terus berlatih bersama duyung pelatih yang tidak diragukan kemampuannya. Sedangkan Jeno, ia bahkan tidak diperbolehkan untuk kemana-mana.

Jeno bergerak resah berusaha berenang ke permukaan, namun badannya lambat laun menjadi melemas. Perlahan turun ke bawah di mana pencahayaan dari atas semakin meredup. Jeno pasrah, mungkin sudah menjadi jalan takdirnya bahwa ia harus tiada.

Tapi sebelum itu, Jeno merasakan seseorang meraih tubuhnya. Mendekap erat duyung berekor putih tersebut lalu membawanya semakin masuk ke dasar. Pandangan Jeno sedikit buram, masih dapat menangkap seseorang yang menggendongnya. Sosok itu berwajah tampan, bersurai gelap, tapi sialnya, Jeno malah pingsan sebab belum terbiasa keadaan dasar laut.















































AnythingTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon