BAB 8 TARIAN DI KEGELAPAN MALAM

337 44 0
                                    

Malam sudah turun, lampu-lampu minyak dinyalakan, dinding penuh dengan noda hitam karena asap dari semprongan. Sebenarnya tidak susah membersihkannya, hanya perlu di lap menggunakan kain, noda hitam itu akan hilang. Namun, Tiana terlalu malas melakukannya.

"Untuk apa dibersihkan, nanti malam juga kotor lagi." begitu katanya.

Bibi Aminah kemudian akan mengomel panjang lebar karena kelakuan keponakannya itu. Sambil memegang kain lap basah, bibi Aminah mengoceh,

"Jika tidak dibersihkan setiap hari nodanya akan melekat, susah dibersihkan, neng. Jadi anak gadis itu yang bersih, resik gitu. Bagaimana nanti ada laki-laki yang mau melamarmu, jika membersihkan ini saja kau malas."

"Tenang saja, bi. Tiana akan menemani bibi, baru menikah setelah ketemu laki-laki yang tepat."

Itu percakapan yang Jasper dengar kemarin. Sekarang Jasper hanya bisa melihat asap hitam dari lampu mengenai dinding, perlahan-lahan membentuk setitik noda hitam di dinding yang baru saja dibersihkan bibi Aminah. Jasper yakin esok hari, noda setitik itu akan menjadi sebesar buah kelapa, dan Tiana tak akan mau membersihkannya.

"Bibi tidak pulang?" Jasper bertanya kepada Tiana yang datang membawa makan malam mereka.

"Tidak tahu juga, jika lahirannya lama, mungkin bibi menginap disana."

"Kamu tidak takut sendirian d rumah?"

"Kenapa harus takut, kan aku juga tidak sendirian sekarang."

"Rumah kalian ini jauh dari rumah penduduk yang lain, bagaimana jika ada orang jahat datang?"

"Orang jahat siapa? pencuri, maling? Apa yang mau dicuri? Kami tidak punya ternak atau uang yang banyak. Maling dan perampok pun enggan untuk berjalan kemari."

"Bagaimanapun juga kamu dan bibi Aminah itu seorang wanita, tidak ada laki-laki di rumah ini. Jadi jika terjadi apa-apa, bagaimana?"

"Selama ini aman-aman saja, sedikit saja orang yang tau ada rumah disini, selain warga desa. Jadi hampir mustahil ada orang luar bisa kemari."

"Ngomong-ngomong makan apa kita malam ini?"

"Apalagi, ya makanan tadi siang sudah ku hangatkan, ayo makan."

Jasper mengerutkan dahinya, ingin rasanya dia merajuk, tidak mau makan. Namun, perutnya akan kelaparan, dia tidak akan bisa tidur bila lapar. Belum lagi gadis ini akan mengejeknya habis-habisan. Jasper tidak habis pikir, baru kali ini dia mendapatkan perlakuan begini, orang-orang netherlands baik itu pejabat, bangsawan atau militer saja berlaku sangat ramah kepadanya. Bahkan tuan asisten residen, orang nomor dua di Semarang, masih mendatangi rumahnya dengan sopan saat anaknya mengaku dihamili.

"Apa kamu tidak bisa memasak makanan lain? Kenapa hanya sayur ini terus?"

"Tidak boleh ada makanan tersisa di rumah ini, Meneer harus bersyukur masih ada makanan yang tersaji di meja makan. Lagian, Meneer memetik banyak sekali sayur gambas, sudah dibawa ke pasar pun masih banyak sisanya. Siapa yang mau makan gambas setiap hari?"

"Tidak banyak hanya beberapa buah. Bukankah sudah diberikan pada mang Kasman?"

"Mang Kasman cuma mengambil 2 buah gambas, dan sedikit sayur lainnya, tidak ada yang makan katanya. Jadi tugas kita untuk menghabiskannya."

"Bagikan dengan para teman pekerja pemetik teh saja di kebun."

"Mereka tidak akan mau, mereka juga menanam sendiri. Tidak ada yang mau mati kelaparan lagi di jaman sekarang."

"Hei, diluar sedang bulan purnama." Jasper menoleh ke luar rumah, mencoba mengalihkan pembicaraan. Dia sudah bosan mendengar Tiana bercerita tentang kekejaman orang-orang Netherlands, padahal yang membuat perintah tanam paksa itu tuan gubernur jenderal bukan dirinya, tetapi gadis itu tak mau tahu.

Jasper & TianaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang