Lost Part

122 18 5
                                    

"Sa..."

"I'm okay..."

"No. You're drunk. Jangan begini, lah..."

Daripada terus-terusan menghindari pertanyaan Aji, ia memilih mengalihkan obrolan mereka saja. 'Apa kabar Lingga, Am?' Walau pertanyaannya malah membuat atmosfer percakapan mereka menjadi lebih aneh.

"Too bad..."

Arsa kesulitan menghembuskan nafasnya. Tiba-tiba saja ia menyesal telah bertanya. "So sorry, Am..."

'No need. Well—' Kali ini Aji yang menghela nafasnya kuat-kuat seperti Arsa. 'Like i said before that i'll handle it. Then done."

Aji menyandarkan kepalanya di atas permukaan sandaran kursi yang terletak di dalam kamarnya. Sudah hampir satu bulan lamanya ia kembali menetap di Rumah Besar. Hari ulang tahunnya pun sudah lewat seminggu yang lalu. Ia dihadiahkan sebuah berita paling menggemparkan abad ini, kalau Aji diperbolehkan sedikit berlebihan, walau tidak terlalu tepat dengan hari kelahirannya, namun katakan saja begitu.

Setahun pertambahan usia kembali ia lalui, walau kali ini rasanya sungguh berbeda dibandingkan setahun yang lalu. Tiada Lingga, apalagi kebersamaan mereka, maka Aji hanya tengah membiasakan dirinya seperti ketika sebelum bertemu dengan laki-laki kecilnya itu bertahun-tahun lampau.

Tiada yang istimewa terkecuali ucapan ulang tahun dari teman-temannya, sang Ayah, dan Lintang.

Memangnya hal yang bagaimana lagi yang mampu ia lakukan sekarang?

Akan sangat memalukan rasanya apabila ia malah berteriak ketakutan dan berlagak gila seperti ayam yang hendak dipotong, melolong bagai kesetanan, atau yang paling parah menangis seolah-olah dirinya lah yang paling terluka, karena pada dasarnya, ia sendiri yang menghancurkan semua ini.

'I'm hang up,' pamit Arsa di seberang sana. 'Kalau gue udah sampai di Jakarta, gue akan hubungi lo secepatnya.'

"Sa?"

'Ya?'

"Think twice. Jangan nyesel kayak gue."

Arsa tertawa pelan, walau jelas sekali Aji tidak mampu melihatnya, ia dapat merasakan bagaimana raut wajah Arsa saat ini. 'Oke.' 

Arsa memiliki keadaan yang tidak ada bedanya jika dibandingkan Aji. Karena kini yang ia harus hadapi bukan lah sesuatu yang mudah, melainkan orang tua Dea. Membuat hubungannya dengan gadis itu sejak sebelum memasuki masa pubertas seolah tak ada artinya lagi.

Manisnya.

Romantisnya.

Menerima satu sama lain entah akan bagaimana bentuk masa depan mereka. Tidak melibatkan hal yang disebut status, kedudukan, harta, atau apapun yang memang terdengar lebih memabukkan beberapa jiwa yang disebut Orang Tua.

Dea tidak pernah berubah. Gadis manis itu bahkan berpendirian teguh tentang perasaannya terhadap Arsa dan hubungan mereka, maka Arsa memilih kuat demi Dea, demi mereka berdua, demi tidak perlu mengingkari janji-janji mereka.

Seharusnya begitu. Namun ketika seorang laki-laki berulang kali digempur dengan banyaknya salah sangka yang disebabkan begitu bertolak belakangnya keadaan masa lalu Keluarganya, ketika itu pula lah Arsa merasa dirinya tak lagi sanggup.

Merebut Dea dari dalam pelukan orang tuanya tidak akan pernah menjadi keinginan Arsa, walau mungkin seperti itu lah keinginan Dea asal mereka tak perlu terpisah. Maka ketika latar belakang orang tua Arsa kembali diungkit, mengatakan tentang dirinya merupakan anak dari sepasang orang tua yang gagal membina keharmonisan rumah tangga, Arsa kehabisan cara untuk bertahan. 

Glimpse of Heaven : Passé - Koo Junhoe & Kim Jiwon [Completed]Where stories live. Discover now