28. Impas

186 42 42
                                    

Per hari ini, pekan ujian tengah semester pada akhirnya telah selesai dilaksanakan usai hampir dua minggu lamanya berlalu, para murid SMA Bina Bangsa tengah bergempur membuktikan hasil belajarnya. 

Di waktu yang masih pagi sebab jadwal terakhir hanya berisikan satu mata pelajaran, lingkup sekolah terukur ramai sekal dikerumuni siswa-siswi yang serempak dapat pulang lebih cepat. Mayoritas dari mereka mungkin ingin langsung beristirahat setibanya di rumah walau beberapa masih ada yang terlihat sibuk berdiskusi membuka buku pelajarannya untuk mengecek jawaban yang benar. Sisanya yang tampak riang berkumpul bersama teman-teman, tentu memiliki caranya sendiri perihal melepas penat dengan menghibur diri ke suatu tempat.

Bagi Tama yang pula dari jauh hari sudah mempunyai janjinya sendiri, buru-buru laki-laki itu sigap menuju parkiran motor selepas menumpuk lembar ujiannya demi menjumpai Luna yang ia suruh menunggu di depan gerbang. Hari ini, ia cukup senang karena agendanya pergi bersama Luna tidak bertabrakan oleh acara bermain dengan kelompok si kembar.  

Waktu senggang Alfa dan Zaki kebetulan sudah dipesan oleh masing-masing pacarnya, lain lagi Farhan harus mengurus keperluan bisnis studio fotonya. Kemudian untuk Vero dan Revo? Sampai tadi mereka masih sibuk membuka catatannya demi memperdebatkan jawaban siapa yang paling benar, sedangkan Tama paling tidak bisa mendengarkan hal tersebut di kala pekan ujian baru selesai dikerjakan. Alhasil, rencana bermain mereka pun dipindahkan ke besok hari.

"Keluar bareng Luna, hari ini gua mau keluar bareng Luna!" ujar Tama bersenandung seraya mengendarai motornya keluar dari parkiran. Kepalanya sedikit bergoyang ke sana kemari membayangkan betapa serunya hari ini akan menjadi.

Entah kenapa, sejak bangun tadi pagi Tama merasa sangat senang dan bersemangat, padahal pekan ujian biasanya selalu terasa hambar nan membosankan. Mengetahui Luna mau pergi bersamanya memang merupakan suatu hal yang baru, tetapi binar kepuasan bahwa tampaknya ia telah menjalani ujian kali ini dengan cukup baik, agaknya turut menyumbang kebahagiaan di dada Tama.

"Lu...!"

Lantas melihat presensi Luna yang sedang duduk di bangku halaman depan, seulas senyum pun langsung menghiasi sudut bibir Tama teramat riang. Tadinya, jari kiri Tama  hendak menekan tombol klakson untuk menarik atensi Luna. Namun, ia mengurungkan niat barangkali Luna akan kaget jika diperlakukan seperti itu. 

Kebiasaan, sekarang ini, 'kan, Tama sedang  menjemput seorang perempuan, bukan laki-laki berandal layaknya seorang Melvin.

"Gua kelamaan nggak? Udah tungguin dari tadi?" kata Tama membungkukkan badan hendak mendorong motornya mendekati Luna. Laki-laki itu masih memasang ekspresinya ceria. 

"Nggak, aku baru banget keluar, kok." Luna membalasnya serupa.

"Sip. Pas, ya, berarti," ucap Tama kemudian melepas kaitan helm yang terikat di salah satu setang motornya. Ia menyerahkan benda tersebut ke hadapan Luna setelah menepuk bagian atasnya. "Ini, pakai dulu biar kepalanya aman."

"Hem? Helm kamu harum banget."

"Hehe, iya, dong. Itu udah gua cuci bersih dulu karena bakal lo pakai."

"Padahal aku bisa bawa helm sendiri dari rumah, Tama. Aku jadi nggak enak karena repotin kamu terlalu banyak."

"Santai aja. Masa, iya, gua biarin lo berat-berat bawa helm sendiri?" tanya Tama dengan sebelah alis yang berjengit. "Selagi gua yang bawa motornya, semua tanggung jawab ada di gua."

"Begitu?" Mendengarnya, Luna terkekeh kecil. Tampaknya, hari ini merupakan puncak di mana ia benar-benar tidak bisa menolak apa pun yang Tama tawarkan. Sejak dari beberapa hari yang lalu, laki-laki itu sangat ceriwis perihal ingin menyediakan ini dan itu. "Makasih, ya. Helmnya aku pakai."

MALAWhere stories live. Discover now