09 - Day 3: Surreptitious

49 10 4
                                    

"Ren, lo sekarang lagi dimana?" tanya Atreya, masih melalui sambungan telepon. Deru napasnya terdengar jelas. Ia pasti lelah sehabis berlari karena bayi aneh itu.

"Lo gapapa? Kenapa napas lo begitu? Kayak abis lari." Naren malah balik bertanya.

"Jawab pertanyaan gue dulu!" tukas Atreya.

"Gue lagi di SMP ... Nusa Bangsa. Lagi ngurusin satu kasus," jawab Naren setelah membaca nama sekolah di palang besi yang berada tak jauh darinya.

"Tadinya gue mau ajak lo ngobrol sebentar kalo ga sibuk, tapi ternyata lo lagi banyak kerjaan. Jadi, nanti malem dateng ke halaman belakang rumah gue. Udah ya, gue tutup teleponnya."

Tuut ....

Telepon telah ditutup. Naren hendak berbalik arah usai menaruh ponselnya di saku celana, tetapi seorang pria berjaket hitam mampu mencuri perhatiannya. Outfit pria itu berwarna hitam semua, lengkap dengan topi, masker, kacamata, sarung tangan, dan sepatu. Tak lupa kepalanya juga dibalut tudung jaket. Jadi wajahnya sama sekali tidak kelihatan.

Pria itu tetap berjalan santai menuju gerbang meski Naren yang berseragam polisi terus memperhatikan.

Naren berniat mengajak pria itu mengobrol sejenak untuk memastikan bahwa dia bukanlah orang yang mencurigakan. Namun, salah satu rekannya memanggil dari arah belakang.

"Siswa yang mengamuk tadi sudah kembali tenang setelah pria berpakaian serba hitam membisikkan sesuatu. Saya ga tau dia ngomong apa karena suaranya terlalu pelan," lapor polisi tersebut.

"Tadi saya sempet liat orang itu. Kalo ga salah, dia lagi jalan ke-" Reflek Naren berlari sebab ia melihat pria itu tengah membuka gerbang.

"Tunggu, Pak!"

"Kenapa cegah saya?! Bukannya kita harus interogasi orang itu?" protes Naren saat tangannya dicekal.

"Tapi ... ada hal yang lebih penting, Pak."

"Apa?"

"Setelah dibisikkan oleh pria tadi, ada bayangan hitam yang keluar dari tubuh siswa itu. Saya pikir itu bukan bayangan biasa karena wujudnya mengerikan. Malah lebih mirip seperti ... hantu."


****


Suara jangkrik saling bersahutan di halaman belakang rumah Atreya, menemaninya dalam kesendirian di malam yang gelap. Ia duduk termangu memandang lurus ke depan. Sedari tadi ia sudah melihat beberapa hantu yang lewat. Atreya tak menggubris hantu-hantu itu karena mereka pun tidak mengganggu, mereka hanya lewat sebentar saja.

Namun, jika benar bayangan hitam yang telah ia lihat beberapa kali di tempat keramaian itu adalah hantu, mengapa mereka malah merasuki tubuh manusia?

"Vi, maaf gue telat. Ini baru selesai mandi," sapa Naren yang baru saja datang memecah konsentrasi Atreya.

Permintaan maaf Naren tak dibalas, justru Atreya malah menepuk-nepuk rumput mengisyaratkan agar Naren cepat duduk di samping kirinya.

"Lo masih inget jasad yang matanya hilang, 'kan?"

Naren memutar bolamatanya ke atas untuk mengingat kejadian tersebut, kemudian dia mengangguk.

"Besok kita ke rumah sakit yang jadi tempat autopsi waktu itu. Kemungkinan jasadnya masih ada di sana. Kita bakal manfaatin kemampuan retrokognision lo untuk liat penyebab kematian korban."

Naren hendak mengangguk lagi, tapi dia tersadar akan perkataan Atreya.

"Gila ya lo?!" protesnya tak terima.

"Ngapain gue liat masa lalu mayat? Lagian kemampuan gue juga belom bisa sampe situ. Terus dengan alesan apa lo mau tau tentang si korban? Jangan bilang karena penasaran doang."

Embusan napas dikeluarkan Atreya, ia tahu kalau Naren akan menolak.

"Menurut gue, korban itu adalah kasus pertama dan awal dari semua kekacauan ini. Makanya kita harus tau penyebab kematiannya. Gue bakal nemenin lo, Ren. Mau, 'kan?" pinta Atreya sekali lagi, tetapi sekarang sorot matanya menatap Naren dengan sungguh-sungguh.

Tiga detik mereka saling bertukar pandang. Namun Naren memalingkan wajah ke kiri sembari menjawab, "Iya. Ga usah liatin gue kek gitu, serem."

"Oke. Besok lo atur aja jamnya. Kalo misalnya tiba-tiba ada banyak kasus, kita undur penyelidikannya jadi besok lusa. Jangan terlalu maksain, apalagi sampe lo izin ga tugas. Ada banyak orang yang butuh bantuan dari lo," ujar Atreya. Ia melihat ke sisi kiri dan mendapati Naren tengah melamun. Refleks Atreya memukul lengan kanan Naren agar pria itu tersadar.

"Denger ga apa yang gue bilang tadi?"

"Denger," sahut Naren.

"Yaudah gue masuk dulu, mau istirahat. Makasih udah mau ngobrol sama gue malem ini," pamit Atreya seraya melangkahkan kaki menyusuri rerumputan hingga sampai ke depan pintu. Kemudian wanita yang memiliki rambut hitam bergelombang itu masuk dan menutup pintu kembali. Naren memperhatikan semuanya dari kejauhan. Ia masih berada di posisi yang sama, duduk di antara rerumputan hijau ditemani sinar lampu taman yang tak terlalu menyilaukan.

Tatapan matanya yang teduh seolah menyimpan beribu-ribu rahasia yang tidak diketahui orang lain, termasuk Atreya.

"Seandainya lo tau, Vi. Semua kekacauan ini berawal dari lo, bukan jasad itu," gumam Naren beberapa detik sebelum bangkit.


©SCARED TO DEATH

HUAAA TERNYATA UDAH SEBULAN GA UP😭😭
Maapin ╥﹏╥
Sebenernya part ini udah ada dari tanggal 17an gitu, tp kek males aja up nya. Maap ya, emang aku orangnya mageran 😭 kedepannya bakal sering" up deh walau ga ada yang nungguin (sad bgt).

Jangan lupa vote + komen!

Minggu, 28 Agustus 2022.
16:10.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 28, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SCARED TO DEATHWhere stories live. Discover now