JIANDRA 5 : Yang Ditinggal

En başından başla
                                    


"...... Lo terima ini semua?"

"Gue tanya sama lo, emang lo bisa apa?"

Riona menghela napasnya, menggeleng lemah.

"Nggak ada 'kan? Jadi yaudah, buat sementara biarin gini aja. Gue sama lo sama-sama nggak ada perasaan, hubungan ini cepat atau lambat bakal berakhir. Kita bisa sembunyiin ini, asal lo nggak ember."

"Gue nggak pernah ember, apalagi urusan sial kayak gini."

Jiandra berdecak. "Siapa tau, 'kan lo cewek. Omongan cewek nggak bisa dijaga."

Riona melirik sinis. Tapi jujur saja, ucapan Jiandra membuatnya sedikit lega. Memikirkan bagaimana teganya orang tua itu, tapi Jiandra bisa menyelesaikannya dengan tenang. Berbeda dengannya, yang memikirkan semua ini dengan pikiran yang rumit.

"Kalau gitu, kita bikin perjanjian."

Jiandra menaikkan sebelah alisnya.

"Kita tetap bersikap kayak biasa, nggak usah peduli satu sama lain. Nggak usah ikut campur masalah satu sama lain, paham?"

Jiandra tersenyum. "Tentu paham. Jangan lupa,  lepas cincin kecuali kalau didepan orang tua."

"Iya! Gue ogah pake cincin couple sama lo."

Jiandra menarik napasnya, pikirannya tertuju pada gadis yang saat ini bisa ia tebak sedang berkutat dengan buku-bukunya.

Maaf Alina, entah ini disebut selingkuh atau tidak.
Tapi ini bukan kehendakku, ini paksaan diluar perasaanku.
Aku menyakitimu tanpa kamu sadari, memiliki hubungan yang lebih serius daripada kita.

Tapi Alina, sampai kapanpun hatiku hanya menjadi tempat pulangmu.

"Gue ingatin, jangan sampe lo naksir gue."

Jiandra menoleh, menaikkan sebelah alisnya dan tertawa kecil.

"Nggak mungkin, pasti lo yang naksir."

"Dih, Alden lebih ganteng daripada lo!"

"Ganteng, tapi gantung. Jiahhh..."

"Jiandra!"

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

"Riona, bersikap baik sama Jiandra. Dia tunangan kamu sekarang." Langkah Riona yang hendak menuju kamarnya jadi terhenti.

Ia memutar badan menghadap Aruni, menatap sendu kearah mata yang selalu menatapnya dingin.

"Tapi aku nggak cinta dia."

Aruni melipat tangannya didepan dada. "Bukan nggak, tapi belum."

"Ma-"

"Setelah menghilangkan nyawa Calvin, seenggaknya kamu lakuin sesuatu yang bisa berguna."

"....... Berarti selama ini aku nggak berguna?"

"Orang berguna nggak akan bunuh kakaknya sendiri. Bayar kematian Calvin dengan nurut sama orang tua, jangan biarin kematian Calvin sia sia."

Riona menatap nanar dengan mata yang berkaca-kaca, ia menatap tubuh mamanya yang sudah bergerak masuk kedalam kamarnya. Kini, hanya tersisa Arzan dan Riona yang saling terdiam.

Arzan menghela napas panjang, tangan yang ia lipat sedari tadi kini ia turunkan. Langkahnya bergerak mendekati sang putri.

"Langsung istirahat, besok harus sekolah."

"Iya, pa." Dengan tak bersemangat, Riona kembali melangkah menuju kamarnya yang berada dilantai atas.

Dilemparkannya barang-barang yang berada dijangkauannya, melampiaskan kesedihannya yang selalu datang dikala Aruni mengungkit Calvin. Mental yang sudah rusak ini, disebabkan oleh orang tua yang harusnya menjadi penopang hidup.

Luka-luka yang ada, menjadi saksi bisu seberapa sering gadis itu terpuruk dimalam hari. Pandainya, tak ada seorangpun yang menyadari bekas lukanya.

Sampai Jiandra menyadarinya.

Semesta, tak bisakah kau kembalikan kakaknya yang sudah lama berpulang? Mungkin dengan itu, dia bisa menjadi selayaknya anak yang mendapat kasih sayang.

Kematian Calvin, masih menghantuinya sampai sekarang. Kakaknya seakan-akan memarahinya agar tidak melemparkan bola ke sembarang arah. Suara-suara manis milik Calvin selalu berdengung ditelinganya, seakan menyapanya dari masa lalu.

"Ona, lempar bolanya ke kakak!"

Riona menutup telinganya, menggeleng kuat untuk menolak melempar bola ke arah kakaknya.

"Aku nggak mau, kak."

"Ona! Udah kakak bilang jangan lempar sembarangan, nanti kena orang."

Riona meringkuk dilantai, dengan mata yang terpejam kuat dan rambut yang sudah ia tarik dengan kasar. Ia mencoba menghilangkan suara suara yang terus berdengung tak jelas.

"Ona, punggung kakak sakit. Truk itu injak punggung kakak, tubuh kakak mati rasa."

"Arghhh!!!!"

Di ruang yang kedap suara itu, Riona kembali melukai dirinya. Kilas balik tentang Calvin yang ia lihat sudah remuk tergilas ban truk diusianya yang masih 15 tahun, kembali terputar diingatan. Erangan kesedihan menggema diruangan itu, tak ada satupun orang yang menemani keterpurukannya.

Gorden yang terbuka lebar, sorot cahaya rembulan menampilkan seberapa mirisnya Riona. Ruang kamar yang gelap, membuat keadaan semakin suram.

Teruntuk sosok yang kini hanya tinggal kenangan dan nama, tolong bawalah kesengsaraan ini bersamamu.
Jangan beri hukuman semenyakitkan ini pada adikmu, Calvin.

▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.


▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬▬

aku bakal up sesering mungkin, biar cepet selesai!!!

jgn lupa vote dan komen yaaa

teubaaa

PANGLIMA JIANDRA • park jihoonHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin