Don't give more attention

370 28 2
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.





"Ren lempar bolanya".
Ucap seorang cowok dengan headband di kepalanya. Naren yang mendengar itu segera mengoper bola kepada temannya. Beberapa kali pantulan akhirnya bola basket itu berhasil masuk ke dalam ring.

Nice Ren. Makin bagus aja main Lo".
Dante merangkul bahu temannya itu. Mereka berjalan ke arah tribun penonton.

"Minum dulu".
Cowok yang sudah lebih dulu berada di sana melemparkan dua botol minum untuk Naren dan Dante.

"Arghh seger banget njir. Hari ini panasnya lebih parah dari kemaren".
Dante baru saja menyiram wajahnya dengan air yang ada di botol itu. Dia menyugar rambutnya setelah melepaskan headband di kepalanya.

Berbeda dengan Dante, Naren hanya menegak minuman itu hingga tersisa setengah. Dia segera meluruskan kakinya guna menghilangkan rasa pegal.

"Keluar ngga ntar malem?"
Erlan, cowok yang tadi memberikan minum itu bertanya pada Naren dan Dante.

"Yoi. Gerah gue di rumah terus. Lo tau, yang gue liat tiap pulang ke rumah tuh cuma nyokap sama bokap gue yang ribut".
Dante berucap tanpa beban sama sekali. Naren sudah biasa mendengarnya. Kedua temannya ini adalah orang yang cukup berada. Naren bisa masuk ke SMA ini saja karena kecerdasan otak yang dimilikinya. Selain karena tes masuk yang sulit, biaya yang dikeluarkan juga cukup menguras kantong. Awalnya Naren tidak mau meneruskan masuk ke SMA ini saat tau dia lulus tes. Tetapi ibunya bilang untuk tetap melanjutkannya.

"Lo ikut Ren?"
Erlan beralih bertanya pada Naren.

"Sore ini saya harus mengirimkan pesanan katering ke rumah pelanggan ibu saya".
Naren menolak dengan sopan.

"Aelah kayak ngga biasa aja Lo. Kita bisa ikut nganterin kan? Lagian pasti ngga lama nganter pesenan Bu Wina".
Dante sudah melepaskan Jersey miliknya dan mengganti dengan kaos oblong berwarna hitam.

"Saya tidak mau merepotkan kalian".
Naren masih memberi penolakan.

"Ini malem Minggu loh Ren. Keluar sekali ngga akan merubah apapun".
Erlan, cowok itu adalah orang yang handal dalam membujuk seseorang. Selain memiliki postur tubuh yang bagus, dia juga memiliki bola mata berwarna coklat, alis yang tebal dan hidung yang mancung.

"Oke, saya akan pergi bersama kalian"

"Yes!"
Teriakan itu Dante berikan. Dia segera mengapit kepala Naren dengan lengannya.

"Badan kamu masih bau Dante. Saya tidak sanggup menghirupnya".
Naren yang berusaha melepaskan lengan Dante dari kepalanya akhirnya berhasil.

"Heran gue, coba deh Lo ngomong gue-lo gitu sama kita. Santai aja sama kita. Gue berasa ngomong sama guru bahasa Indonesia".
Erlan mengambil sebatang rokok dari wadahnya dan kemudian mematikan korek di ujungnya.

"Saya sudah terbiasa berbicara seperti ini".
Ucap Naren sedikit segan. Dulu ayahnya yang seorang guru selalu mengajarkan dia untuk berbicara dengan sopan dan benar. Sampai pada akhirnya ayahnya meninggal tiga tahun lalu, kebiasaan itu tidak bisa diubah.

"Iya deh. Selagi Lo jadi temen gue, itu lebih dari cukup".
Erlan menghembuskan asap rokoknya tepat di depan wajah Dante. Hal yang membuat Dante segera terbatuk-batuk.

"Anjir! Udah gue bilang gue ngga tahan asep rokok. Masih aja Lo ngerokok depan muka gue".
Dante berusaha menghalau asap yang semakin banyak itu.

"Gue bingung cok. Gue berasa makan sedangkan kalian puasa. Bingung ngga ada temen ngerokok".
Kekeh Erlan yang sudah menekan ujung rokoknya hingga padam.

"Coba deh Ren. Lo pasti suka. Ngga kek si Dante ini cupu banget ngerokok aja ngga bisa".

"Saya sudah pernah mencoba".
Jawaban dari Naren membuat Dante dan Erlan menatap terkejut pada Naren.

"Serius?"
Tanya Dante yang diangguki Naren.

"Saya sudah pernah mencoba saat kelas 3 SMP".

"Nagih?"
Tanya Erlan penasaran. Naren yang mendapat pertanyaan itu dari Erlan segera mengangguk.

"Tapi perasaan gue ngga pernah liat Lo ngerokok sejak SMA".

"Saya harus berhenti karena ayah saya tahu saya merokok. Beliau melarang saya merokok karena itu bisa membahayakan nyawa saya".
Penjelasan yang diberikan Naren membuat kedua temannya mengangguk paham. Mereka yang mengetahui bahwa ayah Naren sudah meninggal tidak melanjutkan percakapan mereka.

"Naren!"

Teriakan yang berasal dari arah depan mereka membuat fokus mereka akhirnya tertuju ke sana. Di sana seorang gadis berjalan dengan cepat ke arah tempat di mana mereka duduk.

"Udah selesai latihan?"
Tanya gadis dengan kucir kuda itu setelah sampai dihadapan Naren. Dante dan Erlan yang melihatnya hanya bisa saling lirik sudah jengah dengan pemandangan itu.

"Sudah".
Jawaban singkat yang diberikan Naren tidak membuat senyum gadis itu memudar.

"Boleh pulang bareng?"
Pinta Sharon dengan lembut. Naren yang akan menganggukkan kepalanya tertahan saat Dante menyelanya.

"Ngga bisa"
Jawab Dante dengan sengit.

"Gue ngga tanya Lo".
Sharon hanya melirik sekilas Dante sebelum kembali fokus pada Naren.

"Kamu udah selesai kan? Aku juga udah selesai latihan cheers. Jadi boleh numpang kan?"
Masih dengan usahanya, Sharon menatap Naren penuh harap.

"Naren mau pergi sama kita".
Kali ini Erlan yang menyela. Dirinya sudah bangkit dari duduknya diikuti oleh Dante.

"Beneran Ren?"
Tanya Sharon masih belum yakin dengan jawaban teman Naren.

Naren yang melihat itu bingung. Dia menatap kedua temannya yang berdiri di belakang Sharon menggeleng dengan gerakan mulut.

"Jawab iyaa, buruan"
Kurang lebih seperti itulah ucapan teman- temannya.

"Maaf Sha, saya harus pergi dengan Dante dan Erlan".
Ucap Naren sedikit merasa tidak enak hati. Sharon yang melihat itu melunturkan senyumnya.

"Yaudah, kalo gitu lain kali ngga boleh nolak".
Sharon segera berlalu pergi dari sana. Dia menatap tajam pada Dante dan Erlan.

"Kenapa?"
Tanya Naren setelah Sharon tidak terlihat lagi dari pandangannya.

"Lo itu jangan terlalu baik. Lo ngga suka kan sama Sharon?"
Tanya Erlan sambil mereka bertiga berjalan ke arah parkiran. Naren yang bahunya dirangkul oleh Dante hanya mampu menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan Erlan.

"Nah itu. Yang salah itu elo. Kalo ngga suka sama cewek jangan ngasih harapan ke mereka. Lo tau sendiri kalo cewek itu suka salah mengartikan kebaikan cowok".
Ucap Erlan.

"Saya hanya membantu selagi saya bisa".
Naren yang tidak terima hanya bisa membantah dengan perkataan itu.

"Ck Lo itu ngga peka atau terlalu baik sih. Sharon itu suka sama Lo. Kalo Lo ngeladenin semua yang dia minta, dia bisa mikir kalo Lo juga suka sama dia".
Dante melepaskan rangkulannya. Dia menghampiri motor ninja miliknya dan segera menaikinya.

"Saya tidak memiliki perasaan dengan dia".

"Capek gue Ren ngomongin Lo. Intinya jangan terlalu memberi harapan lebih sama cewek yang ngga Lo suka. Itu bisa jadi masalah saat Lo punya cewek yang Lo suka".
Erlan segera masuk ke dalam mobil meninggalkan Dante dan Naren. Cowok itu terlihat kesal dengan temannya yang terlalu baik.

"Jangan lupa nanti sore gue jemput".
Dante berucap setelah memastikan Naren sudah menaiki motornya. Keduanya melaju membelah jalanan yang masih terasa panas.

~~~~

Bagian 6

Vote & Komen

Happy Reading

Ziii

Falling Into You [END]Where stories live. Discover now