16. Ternyata Dia Suhu

Start from the beginning
                                    

"Kayaknya nggak masalah kalau gue minta maaf ke Ali." Ketika baru 2 langkah menuju kamar Ali, ia segera menggelengkan kepala, otomatis langkah kakinya juga terhenti. "Eh tunggu-tunggu, bukannya bagus kalau gue buat nasi goreng pake nasi basi? Dengan begitu, Ali bakalan kapok makan masakan gue."

3 menit kemudian, setelah Naya berada di dalam kamarnya, ia kembali berucap, "Tapi ... ah persetan-lah sama semuanya!!!"

Cepat-cepat Naya berjalan menuju kamar Ali, kali ini tidak ada keraguan sedikit pun dari setiap langkah yang ia ambil. Jujur, ia merasa bersalah. Bagaimana jika nanti Ali sakit perut karena sudah memakan nasi goreng buatannya?

Meskipun Ali hanya memakan sesuap saja, akan tetapi berhasil membuat Naya merasa sekhawatir ini. Lihatlah, bahkan Naya belum melepas mukenah yang ia pakai.

Sesampainya di depan kamar Ali, Naya memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar lelaki itu. 1 menit, 2 menit, 3 menit tak ada jawaban juga. Karena sudah tidak sabar, ia mencoba membuka kenop pintu kamar tersebut, ternyata tidak dikunci. Tentu Naya tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, ia pun nyelonong masuk ke kamar Ali tanpa seizin pemilik kamarnya.

Niat untuk mencari sosok Ali teralihkan saat kedua matanya menangkap sebuah foto pernikahan dirinya dan Ali yang terpajang di nakas samping tempat tidur lelaki itu. Ia benar-benar tak menyangka jika Ali memajang foto pernikahan yang sama sekali tidak ingin dilihat olehnya di dalam kamar.

Ini adalah kali pertama Naya masuk ke dalam kamar Ali, semua barang tersusun dengan rapi, tempat tidur tidak berantakan, beberapa foto pernikahan pun ada di atas nakas, dan ada rak buku kecil di dekat lemari. Apakah Ali suka membaca novel?

Naya orangnya memang kepo tingkat akut, alhasil ia melangkahkan kakinya ke arah rak buku kecil yang beberapa detik lalu menyita perhatiannya.

"Bukan novel, tapi kitab-kitab. Gue kira Ali beneran suka baca novel. Kalau iya, gue kan bisa minjem beberapa novelnya," gumam Naya seraya membolak-balikkan satu kitab yang ia pegang.

"Ekhem." Dehaman seseorang yang berada di belakang membuat Naya terdiam kaku di tempat.

Naya mengenal suara tersebut. Ya, suara siapa lagi jika bukan suara Ali?

"Kamu lagi apa di kamarku, Naya?" tanya Ali.

Lantaran tak mau terlihat gugup di depan Ali, Naya mencoba mengambil napas dalam-dalam lalu mengembuskannya perlahan.

"Aku tanya, ngapain kamu di sini? Memangnya ada barang kamu yang tertinggal di kamarku?" Ali terus mencecar Naya dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di benaknya.

Segera Naya berbalik badan kemudian menggeleng cepat. "Gu-gue ke sini .... gue ke sini karena ...."

Aduh sulit sekali mengatakan kata maaf pada Ali. Suaranya seakan tercekat di tenggorokan, pun lidahnya terasa kelu untuk berbicara.

Ali menyipitkan kedua matanya saat melihat kitab yang dipegang oleh Naya. "Kitab Fathul Izar? Buat apa kamu megang kitab itu, Naya?"

"Lo tau isi kitab ini, Li?" tanya Naya, polos. Ia memang tidak tahu isi dari kitab Fathul Izar. "Semua tulisannya arab, gue mana ngerti baca ginian."

"Tau, terhitung udah 4 kali aku khatam kitab Fathul Izar. Isinya itu tentang ...." Ali menggantung ucapannya.

"Tentang apa?" Tentu saja Naya semakin penasaran akan kelanjutan perkataan sang suami.

"Kamu yakin mau tau?"

Naya mengangguk mengiyakan. Lagi pula ia hanya sekedar ingin tahu. Jadi tidak masalah, bukan?

"Di salah satu babnya membahas tentang rahasia-rahasia penciptaan perempuan, mulai dari ciri bibir, mata, tangan, hidung, kaki, dan alis yang perlu diketahui oleh setiap laki-laki yang ingin meminang seorang perempuan," jelas Ali sembari mengulum senyumannya. "Laki-laki yang udah khatam kitab Fathul Izar bisa ngeliat sifat dan bentuk perempuan hanya dengan sekali tatap, begitu juga sebaliknya."

Ia sengaja tidak mengatakan jikalau di kitab Fathul Izar juga membahas mengenai tata aturan, adab berhubungan, posisi yang baik ketika berhubungan, serta hari atau malam-malam yang diperbolehkan berhubungan suami istri yang dianjurkan oleh agama. Naya pasti akan syok mendengarnya. Mungkin ia akan menjelaskannya nanti.

"Ja-jadi lo tau gimana gue cuma ngeliat bibir, mata, tangan, hidung, kaki, sama alis gue?" tanya Naya, memastikan.

"Iya, aku tau."

Sontak, kedua mata Naya langsung membulat sempurna begitu mendengar apa yang dikatakan Ali barusan.

****

Kini Naya sedang berdiri di depan cermin seraya membenarkan jaket denim yang ia pakai. Malam ini ia akan ikut balapan motor dengan meminjam motor sport milik Keyvan. Rasanya ia sudah tak sabar berada di arena balap motor karena sudah lama sekali ia tak ke sana.

Naya segera mengambil sarung yang berada di dalam lemari. Tak lupa, ia juga memakai masker untuk menutupi wajah, dan kacamata hitam untuk menutupi matanya. Setelah dirasa siap, barulah ia keluar dari kamar, menuruni anak tangga satu per satu dengan hati-hati.

"Siapa kamu? Maling ya?!" Ali terkejut setengah mati ketika melihat seseorang yang menutupi tubuhnya dengan sarung serta menutupi wajahnya dengan masker seperti itu.

"Bukan, bukan! Gue bukan maling!" teriak Naya. "Enak aja lo ngatain gue maling!"

Ali yang tahu jika suara tersebut adalah suara Naya langsung menautkan kedua alisnya karena bingung melihat Naya yang memakai sarung, masker, juga kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya.

"Naya? Mau pergi ke mana kamu? Terus kenapa pake sarung sama masker begitu? Mau ngeronda?"

"Sembarangan lo!" Naya mengembuskan napas kasar. "Malam ini gue mau pergi balapan motor sama temen-temen gue, bentar lagi juga Melisa dateng."

"Nah, alasan gue berpenampilan kayak gini karena gue takut sama lo!" ucap Naya terkesan jujur.

"Kenapa takut?" Sungguh, Ali tak mengerti dengan ucapan Naya 10 detik yang lalu.

"Ya ... lo kan bisa ngeliat bentuk tubuh gue yang privat banget padahal gue pake baju."

Mendengar kata-kata yang keluar dari mulut Naya, Ali terkekeh kecil. Ada-ada saja tingkah istrinya ini.

Jeda beberapa detik sampai akhirnya Naya kembali berucap, "Udahlah, gue mau balapan motor sama temen-temen gue. Lo jaga rumah!"

Ketika Naya baru berjalan sekitar 5 langkah, langkah kakinya langsung terhenti seketika saat Ali berkata, "Kamu nggak boleh ikut balapan motor. Malam ini kita pergi dinner."

Kasih pendapat kalian dong setelah membaca chapter ini?

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Kasih pendapat kalian dong setelah membaca chapter ini?

Mau ngomong apa sama Naya?

Mau ngomong apa sama Ali?

Mau ngomong apa sama author?

Komen yang banyak ya!

Spam next di sini!👉

Jangan lupa follow IG : @zizah1803

See you next chapter👋🏻

Dear Mas Ali (Sudah Terbit)Where stories live. Discover now