Basket

714 70 0
                                    

"Anak basket nanti sore tanding,lo ikut kan ngab?"tanya Arga,merangkul Atlas menuju ke kantin sekolah.

"Anak basket?"

"Iya masak lo lupa sih?"

Atlas menoleh ke arah Arga dengan serius,"Ada tanding ya?gue gak pernah ikut latihan."

"Ih konyol bangkek,seminggu yang lalu lo latihan,yaaa lo tumbang sih waktu itu,di bilang lo caper itu.."

Atlas mengingat kembali dan hanya ber oh ria,tak peduli siapa yang tanding,dia tidak ingin ikut saja.
"Gue gak ikut."

"Loh kenapa?kan lo tim mereka,kalo lo tiba-tiba mengundurkan diri gini mereka panik anjir..."

"Loh gak ada pemain cadangan?"tanya Atlas.

"Enggak,udah clop banget ini.."

Sorenya
Atlas datang juga,dan di tatap Namu sebagai tim lawan,sekaligus kedua abang kembarnya ada di tim Namu.

"Gue lupa banget serius..."ucap Namu dengan khawatir.

"Gue bisa."kata Atlas dengan yakin.
"Gue mulai lupa,Arga yang ingetin gue kalo ada tanding sekarang."

"Kepala lo sakit?"tanya Namu dengan perhatian memegangi kepala Atlas.

"Banget,lo aja ada dua bayangan,bingung banget gue sekarang."

Namu mengusak rambut Atlas dengan kasar,saat tangannya di tarik,ada beberapa helai rambut yang terlepas begitu saja dan menempel di tangan Namu.
"Udah mulai rontok."

Atlas tak menggubris,telinganya berdenging,dia tidak cocok melakukan aktivitas apa pun lagi jika begini hasilnya.

Ketika bunyi peluit itu di bunyikan,pemain mulai merebutkan bola untuk di masukkan kedalam keranjang, penontonnya ramai,bersorak menyemangati tim yang mereka sukai,lebih tepatnya sih Daniel dan Demian,nama paling sering di sebut sebagai anak orang kaya yang begitu di puja.

"Daniel!! Semangat.."
"Demian kamu pasti bisa,jangan lengah!!!"

Atlas merebut bola dari tangan Demian, mendribble beberapa kali membawanya ke arah keranjang.

Happ!!

Bola pertama dari Atlas tidak berhasil memasuki keranjang,malah Atlas yang memegangi kepalanya melihat keranjang di atasnya ada dua.

Daniel merebut bola dari tangan Atlas kembali, mendribble menjauh,namun Atlas tidak tinggal diam,malah mencurinya lagi dan lagi,ingin memasukkan ke keranjang lagi tapi tetap meleset juga.
"ATLAS JANGAN BERCANDA BANGSAT!!"triak timnya yang kesal,bola sedekat itu tidak mampu Atlas masukkan ke dalam keranjang.

Daniel merebut bola kembali dari tangan Atlas, sedikit menyenggolnya agar menepi dari jaraknya.

Atlas melirik Namu,dia tersenyum ketika Namu tampak begitu dekat juga dengan abang kembarnya,sangat solid.

Brukk!!

Atlas tergletak,matanya berputar kebingungan,dadanya nyeri, kepalanya sakit.

"Uhuk..uhuk.."

"CAPER BANGET BANGSAT!" triak Daniel ketika beberapa orang menghampiri Atlas termasuk pelatihnya.

"Gak bisa main gak usah main aja kalik,pingsan segala.."celetuk Demian,menepi ke lapangan sebentar mencari abangnya.

Namu yang hendak pergi juga,seketika di tahan Daniel dengan keras,"Kalo lo nyamperin dia,kita selesai temenan,selesai tim ini juga.."

"Tapi dia kesakitan Daniel!"

"Dia emang suka cari perhatian,gak usah lo ladenin,makin seneng tuh bocah."

Ketika tandu menggiring Atlas yang meringkuk sakit di sebelahnya,Namu menyentuh tangan Atlas.
"Atlas!"

Atlas tidak menggubris,nyawanya seolah akan di tarik begitu saja,matanya terbayang-bayang suara teriakan dengan sebutan pencari perhatian.

Sampai di UKS bukannya ke rumah sakit,Atlas menutup mulutnya rapat-rapat dan terbaring di bankar.
Arka,si penjaga UKS muncul dengan teh hangatnya.

"Lo di bilang caper."

Atlas mengangguk,"Udah tau."

"Lo beneran sakit?"tanya Arka menyentuh dahi temannya itu,dahinya memang panas.

"Boongan,gue gak sakit."

Atlas meremat spray bankar,menjerit di hatinya,ingin berkata bahwa ini sungguh menyakiti dirinya sangat dalam.

"Ini minum dulu."

Atlas mengambilnya,tubuhnya serasa lumpuh,tidak mampu bangun lagi.

Ketika jam 6 sore,Namu datang dengan segala usahanya untuk lepas dari Daniel tanpa merusak pertemanannya, melihat Atlas tertidur begitu pucat,Namu langsung memeluknya sontak membuat mata lelah itu terbangun dengan terkejut.
"Kita ke rumah sakit!"

Ketika dirinya di peluk,dari arah pintu Atlas melihat pria yang sepertinya di panggil papa itu.

"Pa?"

Namu menoleh ke belakang,tidak ada siapa pun,Namu memegang tangan Atlas,"Siapa?papa lo?"

Atlas mengangguk

"Lo jangan sugesti diri sendiri,disana gak ada orang.."

Atlas menoleh ke Namu,lantas ke pintu kembali, hilang.
"Pa?papa dimana?pa?"Atlas menjadi panik,hendak turun mengejar Baskara,namun tubuhnya runtuh ke lantai.

"Papa! Papa! Atlas capek pa!"

Di lain hal,Daniel dan Demian datang lagi ke rumah sakit,dengan medali kemenangannya dia tunjukkan ke Baskara.
"Widih,tim kalian menang lagi ya?hebat banget anak papa..nanti mama kalo udah sadar,pasti seneng banget liat kalian dapet medali besar."

"Iya dong,kalo mama inget,aku pengen cerita banyak banget pa,papa mulai bisa dengerin kita lagi kan?"tanya Demian dengan antusias,apalagi melihat mamanya akhir-akhir ini tampak mulai normal,ketika kasih sayang Baskara kembali sepenuhnya ke dia,mungkin Baskara mulai melupakan tragedi 17 tahun lalu yang menodai istrinya secara tak sengaja.

"Nanti mama kalo udah bangun,papa jangan marahin mama lagi,kita berempat gak mau marah marahan lagi..mama harus ikut andil kalo kita lagi seneng,yakan pa?"

"Iya, kita balik lagi kek dulu,nanti kalian jaga mama ya?papa ada urusan sebentar ke sekolah kalian,tadi di panggil."

"Urusan Atlas kalik pa,tadi dia pingsan pas main basket,caper tuh anak."kata Daniel.

Baskara menenangkan anaknya,mengelus keduanya dengan tindakan lembut,"Gak usah di pikirin,papa tinggal bentar ya?nanti papa balik lagi,kalian mau nitip sesuatu gak buat makan?"

"Demian mau sate kambing,sama es Boba satu hehe,haus."

"Samain aja sama adek deh pa,biar papa cepetan balik juga."kata Daniel.

"Siap anak papa,papa pergi dulu ya."



Atlas melamun begitu dalam,Namu tadi pergi beli makanan katanya buat Atlas biar ada tenaga.
Tiba-tiba saja pintu itu terbuka lantas tangan besar melayang ke wajahnya.

Plak!!

Atlas seketika terpejam erat tak sadarkan diri akibat pukulan keras menghantam kepalanya.

Tangannya yang menggepal erat mulai terbuka,sensasi nyerinya seolah berhenti dia rasakan seperti harapannya.

Atlas dan Semesta-nya ✔️Where stories live. Discover now