12. The truth untold

641 93 6
                                    

"Sayang di mana? Semalam ini dan kau masih belum pulang?" Taehyung terdengar ribut disebrang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Sayang di mana? Semalam ini dan kau masih belum pulang?" Taehyung terdengar ribut disebrang. "Kupikir saat aku sampai di rumah kau akan menyambutku seperti biasa, tapi aku cari kau tidak ada di mana-mana. Mereka bilang kau ada di rumah tapi pergi lagi. Kau tak bekerja tapi sampai malam kau masih di luar, kau juga tak memberitahuku ke mana kau pergi."

Taehyung terlambat pulang. Jam menunjuk angka setengah delapan dia baru memarkirkan mobil di garasi dan langsung berlari kedalam rumah untuk menemui Jungkook mungkin sedamg dirundung marah. Ia sudah mengirimkan pesan sejak siang jika kepulangannya hari ini akan sedikit lebih alot dari biasanya jadi Jungkook tak akan kelimpungan mencari ia di mana karena tak ada.

Selagi mengerjakan pekerjaan Taehyung sesekali mengecek ponsel mengecek adakah balasan dari Jungkook. Tapi nihil. Satu pun tak ada pesan dari suaminya yang mengatakan bahwa ia akan tetap menunggu di rumah, seperti biasanya. Tak ada.

Begitu pun saat Taehyung masuk ke dalam rumah keadaannya sama heningnya, sama seperti saat ia masih melajang. Biasanya tv dalam keadaan hidup sekarang suaranya pun tak terdengar, tidak mau ambil pusing Taehyung lari naik ke atas dan melihat kamar yang di tempati mereka sama kosongnya, Jungkook tak ada di mana-mana. Kemana sebetulnya dia pergi, kenapa tak mengatakan apapun. Sungguh terasa aneh.

Jungkook yang biasanya akan selalu memberi kabar sekecil apapun itu. Apalagi sampai dia memutuskan bermalam di luar, tanpa memberitahu tahu tanpa menunggu izinnya terlebih dahulu. Ada apa?

"Hyung aku tak akan pulang malam ini," Jungkook baru bersuara setelah terjeda lama. Tadinya dia akan lekas pergi ke rumah itu lagi, tapi pertemuan tak terduga dengan mendiang sang istri dan mereka yang berdialog membuat Jungkook jatuh dalam kondisi payah. Luapan rasa cinta dan rindunya kembali memenuhi diri. Kerinduan itu, pertemuan, dan perasaan kehilangan yang kembali datang setelah sejenak hilang karena teralihkan dengan misi untuk membunuh orang yang kini sedang menelpon dirinya sekarang.

Ia ingin bertemu, ia ingin mendekap Ashley lagi di sisi. Segala hal yang pernah Jungkook lakukan bersama istrinya, Jungkook ingin melakukan itu lagi. Tapi jika ia sekarang pergi ke rumah itu, bertemu dengan Taehyung, menempatkan diri dengan pria itu berdua Jungkook tak yakin dia akan tahan. Amarah kebencian karena telah membuat sang cinta hilang bisa saja mendorong Jungkook untuk melakukan pembunuhan malam ini juga. Dengan cara apapun, asal Taehyung bisa ikut mati.

"Kenapa? Kenapa kau tak pulang. Kau menginap di mana, biar aku susul ke sana ya." Taehyung tak lepas dengan ponsel dalam cakupan tangan untuk ia dekatkan di telinga.

Tadinya selepas di rumah ia ingin mandi dan tidur seperti biasa, meski terlalu dini untuk mereka lelap sungguh seharian ini Taehyung lelah karena terus dipakai bekerja tanpa jeda. Bersama Jungkook berdua dalam balutan selimut dan bantal yang sama, Taehyung rasa di sanalah dia akan merasa lega. Tapi kini orang yang membuat rasa tenang dan menghantarkannya pada damai itu hilang tak bisa ia temukan wujudnya.

"Aku ada di rumahku dan berencana untuk bermalam di sini sehari, aku baru menghidupkan ponsel setelah seharian aku matikan," ujarnya jujur. "Tak usah khawatir, aku sendiri di sini. Aku sedang tak bersama siapapun."

Pria itu pasti marah jika ia terlalu dekat orang. Apalagi malam menakutkan dan penuh tangisan itu Jungkook masih ingat dengan jelas, di tambah bagaimana Taehyung yang menurunkan titah dengan sangar menolak, membatasi lingkungan dan interaksinya dengan orang. Jungkook tak mau jika kejadian itu akan kembali terulang karena dia ceroboh dengan mengatakan bahwa ia mengikut sertakan orang untuk menemaninya di sini. Meski hanya sekadar teman atau kerabat.

Perempuan? Salah. Taehyung pasti cemburu, tahu pasangannya kemarin perempuan bukan hal yang tidak mungkin jika Taehyung berpikir Jungkook akan menaruh hati.

Lelaki? Salah. Hanya melihat interkasi kecil dengan Minho kemarin saja efek yang ia terima bahkan sampai membuat ia tak bisa berjalan.

Singkatnya ia tak boleh dekat dengan siapapun itu. Kekangan ini, dan rantai tak kasat mata yang membelenggu leher akan mudah Taehyung tarik dan rekatkan hingga mencekik Jungkook kapan saja dia mau, saat dia melihat Jungkook sudah melewati batasannya.

"Justru karena kau sendiri aku malah makin khawatir, kau oke? Suaramu serak sayang. Hyung ke rumah sekarang ya, katakan pada penjaga untuk membuka pagarnya." Taehyung meraih kunci mobil meregangkan ikatan dasi dan bersiap turun kebawah. Jungkook tak terdengar baik jadi ia harus memastikan keadaannya langsung dengan pergi ke sana. Sakitkah? Padahal sudah diberitahu sering bahwa dia beristirahat lebih lama sebelum menekan diri untuk kembali bekerja.

"Tak usah hyung, aku hanya ingin sendiri. Aku janji aku akan pulang besok."

"Tapi kenapa-"

"Taehyung," potong Jungkook yang kontan membuat Taehyung diam bicara juga diam berjalan. "Kumohon dengarkan aku, aku sedang ingin menenangkan diri. Ada hal besar yang ingin aku katakan padamu dan aku perlu mempersiapkan diri. Aku perlu waktu untuk mengatakannya padamu."

"Apa," tanyanya dengan benih penasaran yang sudah mulai naik ke permukaan.

"Sudah malam, kau istirahatlah dan tidur. Aku juga akan mematikan ponsel. Malam."

"Aku akan menjemputmu pagi-" tak tersambung, ponsel sudah dimatikan sepihak oleh Jungkook. "Jung? Jungkook? Sayang? Ada apa dengan dia. Sebetulnya apa yang ingin diberitahu hingga dia perlu waktu."

Taehyung tak bisa menunggu. Apa ia masih bisa tidur nyenyak setelah Jungkook menaruh satu teka-teki untuk ia pikirkan malam ini. Kejanggalan ini tidak bermaksud ke sana 'kan. "Jangan, jangan bilang dia ingin bercerai."

Jungkook mematikan ponsel agar Taehyung tak bisa menghubunginya lagi atau siapapun yang membutuhkan dirinya karena ia memang ingin sendiri, ingin menghabiskan waktu ini dengan kembali meratap. Dalam gulungan selimut di atas ranjang dan kamar yang biasa ia tiduri bersama sang istri, di sinilah Jungkook menghabiskan malam. Ada guncangan yang membuatnya terpukul, dan sialnya ini lebih buruk selepas dia mengetahui bayinya yang tak terselamatkan dan lebih hebat lagi saat malam setelah pemakaman istrinya.

Siapa bilang Jungkook tak menangis, siapa bilang ia tak sedih. Bahwa sesungguhnya Tuhanlah yang paling bagaimana teriakannya yang menembus langit malah lebih lantang dari siapapun yang pagi itu datang untuk mengucapkan belasungkawa, racauannya, dan tangisannya lebih deras. Siapa yang tak sakit saat ditinggal, siapa yang tak rapuh, siapa yang masih bisa berlagak baik-baik saja. Jungkook tak sekuat itu, dia tak sekokoh yang dilihat. Trauma rasa sakit, dan luka yang masih terasa basah bahkan masih sekarang.

Saat Johnson tak bertahan lama Jungkook terpukul, jauh lebih parah dibanding Ashley yang lebih cepat untuk ikhlas. Perempuan itu memang selalu berpikir positif, kehilangan calon penerus yang mereka telah gantungkan banyak angan termyata berakhir, tak apa, sungguh tak apa karena mungkin ini bentuk ujian lain dari Tuhan untuk keluarga mereka. Tuhan tahu mereka mampu melewatinya, dan ada janji kebahagian yang lebih besar setelah sepeninggal bayi mereka. Mereka harus mempercayai itu.

Jungkook tidak gila karena Ashley temani dan saling kuatkan. Lalu bagaimana ini Tuhan, janji kebahagian yang Engkau maksud itu seperti apa. Bukan kebahagian tapi kesengsaraan yang bertubi-tubi tiada henti, Jonhnson pergi disusul ibunya.

Lalu saat ia menuntut keadilan atas kematian si cantik, bukan mempermudah jalannya Jungkook malah seperti terjepit dengan keadaan yang membuatnya tersiksa. Harusnya ia tidak memberanikan untuk melangkah, jika memang fakta inilah yang ia dapatkan. Ia tak berani untuk mendekati pria itu meski sekali.

"Mati, matilah." racau Jungkook meremat dan memukul kasar perutnya sendiri. "Anak yang aku akui hanya putraku Johnson, bukan dirimu. Bukan bayi yang aku dapatkan dari pria bajingan itu. Mati, kubilang mati. Tak usah hidup, kau juga harus berusia pendek atau kau akan tersiksa jika kau sempat lahir. Banyak cacian, cemoohan, ketidaksukaan yang akan kau dapat jika hidup bersamaku. Kau yakin kau bisa menanggung semua itu huh? Kau yakin akan kuat medengarnya. Dengar, aku membencimu semenjak aku tahu kau ada dalam diriku. Jadi lekaslah mati."

(Im) Perfect Ways to Kill My Husband [TAEKOOK] [END]√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang