26. SATU ATAP BERSAMA

Mulai dari awal
                                    

Setelah mengantarkan Citra ke rumah sakit, Bian memilih untuk datang ke club karena dia tidak punya tujuan lain lagi.

Nyatanya, yang terlihat kuat justru mereka yang paling rapuh. Mereka yang tampak bahagia justru memiliki begitu banyak luka.

"Maaf… Bian gak bisa bahagiain Mama." Laki-laki itu menangis tanpa sadar. Air matanya yang sejak tadi tertahankan kini tumpah ruah bersamaan dengan ingatan tentang Ibunya, Neta.

Bian sangat-sangat merindukan Neta. Ia merindukan pelukan hangat Neta yang selalu ada untuknya di saat ia sedang bersedih seperti sekarang.

"Ian pengen di peluk Mama, Ian pengen di peluk Mama…." Laki-laki itu merentangkan kedua tangannya seolah menyambut pelukan seseorang. "Ayo, Ma, peluk Ian. Peluk yang erat, ya, jangan di lepas," katanya meracau dengan deraian air mata.

Sedari dulu, setelah mengetahui perselingkuhan yang dilakukan Aslan, Bian selalu bermimpi untuk hidup berdua dengan Neta tanpa bayang-bayang Aslan yang selama ini sudah menyakitinya. Dari dulu Bian selalu berjanji untuk membahagiakan Neta, tapi… takdir begitu cepat mengambil Neta pergi dari hidupnya.

Bahkan semuanya hilang dalam sekejap mata. Ia masih membutuhkan Neta dalam hidupnya. Ia masih membutuhkan sosok seorang Ibu.

Bian meremat dadanya yang terasa sakit. Sangat-sangat sakit sampai-sampai dia kuat untuk mengambil oksigen. Rasa sesak kian terus menyelimutinya.

Kejadian dulu, kini terulang lagi. Bahkan sekarang ia lah yang menjadi korban. Korban dari pengkhianatan.

Mengapa harus Citra? Mengapa harus seseorang yang mirip dengan Ibunya? Dan mengapa harus ia yang menjadi korban?

Apakah dulu rasanya sesakit ini? Saat Neta mengetahui perselingkuhan yang dilakukan Aslan?

Sampai kapan bayangan masa lalu itu akan terus menghantuinya? Ia hanya butuh seseorang yang bisa menariknya dari kegelapan itu. Ia butuh seseorang yang benar-benar ingin mendampinginya, dan perlahan mengobati luka yang selama ini terpendam di hatinya.

•••

Alora memarkirkan mobilnya di tempat VVIP di salah satu club' terkenal. Gadis itu memang sudah menjadi pelanggan tetap di club ini.

Club ini bukan club biasa. Bahkan mereka memiliki empat lantai dengan pelayanan yang paling baik dari yang terbaik. Dan juga keamanannya yang sangat ketat. Maka dari itu Alora menyukai tempat ini.

Apalagi dia adalah pelanggan tetap yang pastinya mendapat perlakuan yang lebih dari pengunjung lainnya.

"Pergi! Dan jangan membuat keributan!" ucap kedua satpam itu mendorong Bian keluar dari club.

"Bangsat! Lo gak tau gue siapa? Gue gak terima kalian seenaknya ngusir gue!"

"Tutup pintunya dan jangan biarkan dia masuk," ucap satpam itu lagi kepada temannya.

Alora yang penasaran pun langsung menghampiri. "Ada apa?" tanyanya pada satpam itu.

"Maaf, Nona menggangu kenyamanan Anda, tapi kami terpaksa harus mengeluarkan pria ini karena dia berkelahi dan membuat keributan di dalam," jawab satpam itu kemudian pergi dengan hormat.

Laki-laki itu masih menunduk memegangi pipinya yang terasa ngilu akibat bertengkar dengan seseorang di dalam. Entah bagaimana awalnya pertengkaran itu bisa terjadi.

"Lo gapapa?" tanya Alora bersimpati.

"Kenapa? Lo mau ngusir gue juga?" jawab Bian ketus menatap Alora.

"Bian?!!" pekik Alora terkejut saat mengetahui orang itu adalah Bian.

"Kenapa lo bisa ada di sini?"

Obsesi AsmaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang