part 14

126 5 0
                                    

Susana kantin pagi ini tampak hiruk pikuk oleh siswa-siswi yang baru saja selesai ber-olahraga.

"Azel, lo ada liat Nada gak?" Panggil Dion pada Zello yang tengah sibuk berdesak-desakan, bersama siswa siswi lain di depan penjual es kelapa.

Zello yang dicolek bahunya oleh Dion langsung menoleh sebal. "Lo itu kalo nanya nggak liat-liat situasi ya?" Ujarnya bete.

Gimana Zello nggak bete. Udah capek-capek berdesak-desakan  sambil nahan haus, demi hanya  untuk ngedapetin es kelapa yang terlihat seger banget. Eh, pas gelasnya udah hampir tergapai  tangan, si pengacau ini malah manggil sambil nyolek yang ngebuat dia secara repleks menoleh. Alhasil, gelas berisi minuman yang sudah di incarnya itu kini raib entah kemana.

"Oh lo lagi ngantri." Balas Dion polos.

"Sialan lo!"

"Hahahaha... Sorry bro."

Dion lalu berjalan ke tengah kantin sambil melihat sekitar. Akhirnya pemuda itu berhasil menemukan Nada yang tengah duduk sendirian dimeja pojok.

"Elo ngapain Nad, tuh minuman kok cuma diaduk-aduk doang. Kalo nggak mau, sini buat gue aja." ucap Dion sambil tangannya bergerak bebas. Hendak meraih gelas minuman Nada.

Nada dengan cepat menyelamatkan jus jeruk di depannya.

"Enak aja. Beli sono!"

"Busyet deh nih anak. Minta dikit aja nggak boleh. Aus nih Nad."

"terus itu yang ditangan lo apa." Tunjuk Nada pada sebotol air mineral dingin yang digenggam Dion.

"Oh iya lupa, hehehe .. " Jawab Dion sambil ikutan duduk di bangku kayu panjang yang di duduki Nada.

"Lo nggak makan?"

"Udah."

"Bohong lo! Gue pesenin bakso ya?" Tanya Dion lagi. Nada yang sedang fokus menatap Layar ponsel  menoleh kesal sambil menatap tajam.

"Iye, nggak usah marah gitu mukanya. Gue kan cuma nawarin doang. Gue takut nanti lambung lo kembali bermasalah Nad " Jawab Dion cuek.

"Gue udah makan lontong isi Diooon... Nih buktinya!" Tunjuk Nada pada bekas bungkus daun pisang yang tersembunyi dibalik kantong kresek.

"Oh, gue kirain bungkus apaan."

Dion lalu memutar posisi duduknya kedepan. Menatap aneka jajaran gerobak pedagang yang menyajikan berbagai jajanan penggugah selera.  Pemuda itu lalu melambaikan tangan kepada salah satu pedagang sambil berteriak.

"Ay! Gue pesen nasi gorengnya satu plus telor cepok. Acarnya yang banyak ya, ama jangan pedes. Terus minumannya gue minta teh manis dingin, tapi jangan dikasih es. Dan satu lagi. Nggak pake lama! Oke." Ucap Dion santai sambil memberi jempol. Setelah itu, Dion kembali mengalihkan perhatiannya pada Nada dan mengajak gadis itu mengobrol.

Sepuluh menit telah berlalu. Akan tetapi, pesanan Dion belum datang juga.

"Ay! pesanan gue mana? Lama amat sih. Ya elah, entar keburu bel nih." Panggil Dion lagi pada Ayla, anak semata wayang dari pedagang nasgor, yang hanya terpaut dua tahun lebih muda dari Dion.

Gadis muda itu hanya melirik sekilas dengan tampang dingin,   dan kembali sibuk pada pekerjaannya.

Gila! Gue dicuekin.

"Ya elah, manyun aja tuh bibir.  gue cipok baru tahu rasa loh." Omel Dion yang mulai kesal.

"Ups, sorry tante." Ucap Dion sedikit malu saat menyadari kehadiran dari orang tua gadis itu.

"Aduh Nad, kok lo gak bilangin gue sih, kalo nyokapnya si Ayla udah balik." bisik Dion. Perasaan tadi orangnya masih nganter makanan ke ruang guru.

"Syukurin! Mangkanya kalo punya bacot tuh dijaga. Jangan asal ngejeplak doang." Celetuk Nada geli.

"Yey, mana gue tau kalo bodyguard-nya udah standby lagi di situ." Bela Dion pelan. Hampir menyerupai bisikan.

"Ines sama Anya mana? Biasanya lo bertiga nggak terpisahkan kayak Charlie Angels."

"Ines nggak masuk, kalo Anya lagi modusin anak baru dikelas sebelah."

"Berarti, Ines sekelas sama anak baru itu dong."

"Yup, tepat sekali!"

"Temen lo Ines kenapa nggak masuk Nad, sakit?"

"Enggak, hamsternya mati ketabrak kereta."

"Hah! Kok bisa. Dikompleksnya si Ines kan nggak ada jalanan kereta."

"Kereta bayi, dodol! Lo itu mikirnya jauh banget."

"Lo itu yang nyampein beritanya setengah-setengah. Tapi, gimana ceritanya piaraan si Ines bisa  ketabrak ya?" Tanya Dion makin kepo.

"Ya mana gue tau, orang pas gue tanya di telpon dianya cuma nangis doang."

Nggak lama pesenan Dion datang. Membuat cowok itu tersenyum lebar

"Makasih ya neng."

++++

Aku menatap sebuah nama yang terpampang di layar kaca ponselku. Sedikit ragu untuk  menelpon gadis itu. Tapi rasa rindu yang kurasakan selama beberapa hari ini, kembali membulatkan tekadku yang tadi sempat melemah.

Suara merdu yang kurindukan terdengar saat terhubung dengan nomer gadis itu.

"Hallo, ada apa ya kak." Jawab suara diseberang ramah.

"Kamu udah mau pulang Nad?" Tanyaku lembut.

"Bentar lagi kak Rendi. Memang kenapa kak?" Tanya Nada heran.

"Kak Rendi kebetulan ngelewatin jalanan yang  mau kesekolah kamu nih Nad. Mau kak Rendi jemput sekalian nggak?"

"Entar dulu ya kak, Nada tanya Dion dulu. dia hari ini jadi rapat OSIS apa enggak."

"Oke. Nanti langsung kabarin kak Rendi ya, jadi apa enggaknya."

"Siap kak." Ucapnya santai.

Lima belas menit menunggu Akhirnya kulihat sosok Nada dikejauhan.

Beberapa menit yang lalu Nada sempat menghubungiku untuk menunggunya di depan gerbang. Aku tentu saja menyanggupinya dengan hati senang. Syukurlah rasa rinduku akan segera terobati.

"Lama nunggu ya kak?" Tanyanya ramah setelah memasuki mobilku.

"Enggak kok, Kak Rendi juga belum lama nyampe. kamu nggak ikut rapat OSIS Nad?"

"Nada kan bukan anggota OSIS kak."

"Terus, kalo Dion lagi ada rapat kayak gini, kamu nungguin dia ya."

"Ya enggak lah kak, bisa jamuran Nada nunggu segitu lama.  Biasanya sih Nada nebeng temen atau pesen gojek."

"Biasanya Dion rapat hari apa aja Nad."

"Ya nggak tentu ya kak, tapi Dion biasanya langsung ngabarin Nada kok, kalo dia lagi ada rapat atau keperluan lain." Jawab Nada sambil memainkan gantungan kunci di tasnya.

"Gantungan kunci kamu bagus. Beli dimana?"

"Oh ini dari kak Rio."

"Rio?" Ulangku lagi.

"Dia kakak kelas Nada kak Rendi," Jawab Nada sambil tersenyum.

Siapa Rio!? Untuk apa dia membelikan Nada gantungan kunci semahal itu. Dari desain dan bahannnya saja sudah terlihat kalau itu barang branded. Nggak mungkin kan kalo hanya temen ngasih itu, Apalagi cowok. Kakak kelas lagi. jangan bilang kalo Rio itu pacarnya Nada, pikir ku gelisah.

"Kak Rendi kok diem aja? Tanya Nada yang menyadarkan aku dari lamunan. Mikirin apa hayo." Godanya sambil tersenyum geli.

"Enggak, kak Rendi cuma bingung aja mau tanya apa enggak?"

"Mau tanya apa kak?" Tanya Nada kepo.

Tanya, enggak. Tanya, enggak. Ya udah, tanya  aja. Putusku dalam hati.

"Rio itu pacar kamu ya?"

"Idih, kak Rendi ini mau tau aja. Udah ah cabut." Ucap Nada sambil meraih silt belt. Dan pertanyaan yang kulontarkan itu pun akhirnya mengambang tanpa jawaban.

TBC

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 28, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Dokter RendiWhere stories live. Discover now