2013: Sudut Pandang Orang Ketiga - Stephanie, Samuel, dan Almira
Stephanie Pramadana memeluk kakak kembarnya dengan sangat erat sepanjang perjalanan di motor. Dia percaya bahwa Samuel akan membawanya ke tempat yang menurutnya aman. Tidak ada pembicaraan di antara mereka sepanjang motor melaju. Stephanie membenamkan kepalanya pada punggung si lelaki. Ia masih sangat terkejut dan takut.
Samuel melajukan motornya menuju hotel di mana Stephanie belakangan ini tinggal. Jika ia membawanya ke rumah, ibunya akan hadir di sana dan kejadian ini akan membuat beliau khawatir. Samuel dan Stephanie belum mau menceritakan hal ini pada orang tua mereka--walau mereka belum berdiskusi. Meskipun semarah ini, Samuel rasanya tidak ingin membebani kedua orang tuanya yang sudah memiliki masalah mereka masing-masing. Pun, Samuel juga belum mau berbicara pada Pak Banu, asisten kepercayaan keluarga mereka karena Pak Banu pasti akan membeberkan hal ini pada orang tua mereka, apalagi jika keluarga besar Pramadana tahu. Wah, repot. Saat ini, Samuel hanya ingin menenangkan Stephanie terlebih dahulu dan sepertinya rumah bukan tempat yang tepat.
***
Sepanjang perjalanan menuju kamar hotel, Stephanie tidak melepaskan genggamannya pada lengan Samuel. Lelaki remaja itu tidak keberatan bila saat ini Stephanie benar-benar menempel padanya. Padahal, biasanya ia akan sebisa mungkin tidak memiliki kontak fisik dengan adiknya tapi situasi saat ini berbeda. Adik perempuan satu-satunya itu sedang berusaha melindungi dirinya sendiri dari ketakutannya. Di lift pun saat ada pria yang masuk, Stephanie terus bersembunyi di belakang punggung lebar dan badan tinggi Samuel. Ini sungguh mengkhawatirkan. Siapa bilang pelecehan seksual merupakan hal yang biasa saja? Rasanya Samuel ingin menonjok setiap orang yang berpikir demikian!
Sampailah si kembar itu di dalam kamar hotel yang cukup mewah. Stephanie langsung masuk tanpa rasa canggung layaknya benar-benar tinggal di sini. Ia duduk di ujung kasur, matanya masih kosong.
Samuel tidak berani mengatakan apa-apa. Ia hanya menghela napas panjang dan menggerakkan kakinya dengan gelisah.
Lebih baik bila puan ini menangis, bukan? Tapi dia sama sekali tidak melakukan apa-apa. Dalam situasi ini, Samuel tidak tahu harus berbuat apa.
"Mau makan?" Samuel membuka suara, mencoba berkomunikasi. Lelaki itu berlutut di bawah kasur, menghadap Stephanie. Dilihatnya jemari sang puan yang dimainkan, menandakan Stephanie sedang tidak baik-baik saja.
Sumpah, Samuel ingin sekali menonjok lagi pria paruh baya yang membuat saudaranya sebegini terlukanya!
Samuel kemudian mendekap Stephanie. Ia mengelus pelan punggung puan itu, berusaha menenangkannya.
...dan Stephanie mulai menangis lepas.
***
"Lo kerja di sini?"
Samuel mengernyit ketika pelayan restoran hotel datang ke kamarnya untuk mengantar makanan yang ia pesan. Tentu saja makanan itu untuk dirinya dan Stephanie. Dia sedikit terkejut melihat sosok Almira yang berada di ambang pintu sembari membawa beberapa piring dan gelas di dalam sebuah trolley. Seragam kerjanya memperlihatkan bahwa gadis ini memang bagian dari hotel. Bahkan, nama lengkapnya tertera di pin yang bertengger di dada kanannya.
Almira tidak menggubris pertanyaan Samuel. Bagi Almira, mengantar makanan adalah caranya untuk menemui Stephanie saat itu. Ia sudah meninggalkan pesan di ponsel Samuel dan Johan untuk bertanya mengenai keadaan teman satu kelasnya, namun tak ada yang menjawab. Ketika ada pesanan hotel di kamar 945 atas nama Johannes Wangsapoetra, Almira tahu bahwa Stephanie pasti di sana.
---
Bila boleh menjelaskan, selama ini memang Stephanie menginap di hotel milik keluarga Wangsapoetra dan dia meminta Johan untuk memesankan kamarnya. Johan pesan atas nama dirinya sendiri jadi hingga kini, kamar hotel yang ditinggali Stephanie adalah atas nama Johan. Pun, beberapa kali, Almira melihat Stephanie di hotel dan restorannya. Ia juga beberapa kali mengantar pesanan atas nama Johannes Wangsapoetra ke kamar 945 dan mendapati Stephanie di sana. Begitulah.
---
Sesama perempuan mungkin memiliki koneksi yang erat. Ketika Almira datang mengunjungi Stephanie, perempuan yang tadi begitu syok itu langsung memeluk dan menangis kembali dalam dekapan Almira. Mereka menyisakan Samuel yang menghela napas lagi dan lagi, melihat betapa tersiksanya Stephanie dari cara ia menangis.
***
2013: Rumah Makan Padang - Johan dan Ibu Rahayu
Johan masih terlihat menimbang-nimbang, sementara Ibu Rahayu seperti menunggu Johan berbicara. Beberapa kali terdengar pula helaan napas kesal dari Johan, tetapi wali kelasnya tidak mengatakan apa-apa lagi, seakan benar-benar membiarkan Johan untuk berpikir.
"Ibu, bila ada guru yang melakukan tindakan kriminal, apakah Ibu akan melaporkan?" Tanya Johan, to the point. Ia tidak ingin mengungkapkan kisah temannya itu tanpa adanya bantuan untuk menyingkirkan Pak Prabu dari sekolah. Guru macam Pak Prabu itu seharusnya tidak pantas mengajar, bukan? Tingkah lakunya sama sekali tidak mendidik!
Ibu Rahayu mengernyit. "Pak Prabu melakukan tindak kriminal?"
"Yaaah, saya tanya aja sama Ibu. What will you do? I don't want to waste my energy to talk about this with you unless you owe us some help."
Guru itu semakin mengernyit serius. "Us? What do you mean by 'us'? and... what did Pak Prabu do?"
Johan yang sedikit kesal karena tak mendapat jawaban--malah mendapatkan pertanyaan lain--akhirnya menghela napas menyerah. Ia berdiri dari tempatnya duduk, berjalan menuju westafel untuk mencuci tangannya. Ia membiarkan Ibu Rahayu duduk diam sembari memperhatikannya.
"Thanks makanannya, Bu! Saya bayar kapan-kapan!" Johan berkata sembari mengambil tas sekolah dan kunci motor. Ia pamit dengan sopan kemudian meninggalkan wali kelasnya tanpa mengatakan apa-apa lagi.
Tapi Ibu Rahayu bersikeras untuk mengetahui yang sesungguhnya terjadi. Wanita itu mengejar Johan dan membuat Johan berhenti melangkah sebelum sampai di parkiran motor.
"Jika Pak Prabu melakukan tindak kriminal yang tidak bisa dimaafkan dan tidak mendidik, saya akan membantumu. Jalur hukum rasanya lebih baik."
Johan tahu, sangat tahu bahwa wali kelasnya ini adalah guru yang berbeda. Kedua sudut bibir Johan terangkat penuh. Bahkan, lesung pipit itu seperti ia sengaja pamerkan.
Anak lelaki itu memutar tubuhnya untuk menghadap sang guru. Ia setuju dengan jalur hukum.
"Wow. Bu, Anda percaya pada saya?"
Rahayu mengangguk dengan tatapan mata yang tajam pada Johan.
"Okay. Ikut saya."
Johan membawa sang guru ke sebuah hotel.
***
to be continued
VOCÊ ESTÁ LENDO
CLASS OF '14 [ON GOING]
Ficção GeralPRIYANKA RAHAYU, seorang guru di sebuah sekolah elit di Jakarta Selatan, harus menelan takdirnya untuk menjadi homeroom teacher dari delapan anak yang cukup istimewa. Siapa sangka, kedelapan anak tersebut memiliki kisah hidupnya sendiri dan Rahayu m...
![CLASS OF '14 [ON GOING]](https://img.wattpad.com/cover/317648260-64-k920566.jpg)