CHAPTER 16

37.9K 1.1K 39
                                    

Berita meninggalnya Harriot begitu cepat menyebar, bahkan sampai pada telinga Caroline. Kejadiannya adalah semalam, mobil yang di tumpangi Harriot tergelincir menghantam pembatas jalan pada dini hari. Jasadnya hangus terbakar hingga tak dikenali. Hal itu otomatis membuat Caroline terperanjat tidak percaya, bagaimana mungkin sahabat yang menemaninya selama bertahun-tahun harus tewas mengenaskan-apalagi menggantung begitu saja dengan banyaknya rahasia yang belum sempat Caroline ceritakan padanya. Harriot akan segera menikah dengan Jody, mereka berdua baru saja bertunangan dan kenapa harus secepat ini?

Pagi ini Caroline hanya berbaring lemah, di kamar mewah yang terasa seperti neraka memenjarakannya dalam waktu yang tidak pernah diketahui, jemarinya menyentuh lembut gelang pemberian Harriot yang dibelinya dari Malibu-tragisnya hanya tiga hari sebelum gadis itu meninggal. Masih segar dalam ingatannya senyum ceria yang diberikan Harriot saat mengetahui bahwa Caroline menyukai hadiah kecil ini darinya. Segala bentuk kenangan sekecil apapun menjadi sangat berharga saat gadis itu pergi meninggalkannya, untuk selama-lamanya. Sekarang bukan waktunya untuk bersedih hanya di dalam kamar, bagaimanapun caranya ia tetap harus keluar dan melanjutkan aktivitasnya di kantor. Setelah lima belas menit membersihkan diri di kamar mandi dan mengenakan kemeja tanpa lengan dibalut blazer dan juga rok pensil selutut diserasikan dengan flat shoes senada, Caroline siap berangkat ke kantor dan tidak yakin apakah ia akan kuat menghadiri acara pemakaman sahabatnya itu, meski demikian ia tetap bertekad ingin ikut mengantarkan sang sahabat ke tempat peristirahatan terakhirnya. Ketika keluar dari kamar, ia terkejut langsung berhadapan dengan dua pria bertubuh besar, tidak salah lagi orang yang sama yakni Damian dan Lucas. Entah dari mana datangnya, Caroline ingin sekali memarahi dua pria ini karena harus bekerja untuk mengawasinya sepanjang hari. Kemarahannya memuncak mendidih oleh hawa panas yang menguap mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"aku hanya ingin pergi ke kantor. Apakah itu juga dilarang?!" melalui sela giginya, ia berdesis tidak sabar. Damian dan Lucas tidak mengatakan apapun kecuali mengangguk namun sama sekali tidak pernah menurunkan bahu mereka yang sepertinya selalu tegang setiap detiknya. Well manusia mana yang tidak selalu tegang dan was-was apabila kelangsungan pekerjaannya akan selalu terancam raib hanya karena sebuah kelalaian kecil? Tuan Weston yang kaya raya memang kelewat batas menggunakan kewenangannya sebagai seorang bajingan.

"kami pikir memang seharusnya anda ke kantor nona. Kami bertanya-tanya kenapa nona belum juga keluar sejak tadi pagi." Salah satu dari dua pria itu, mungkin Damian? berkata dengan intonasi datar namun sarat akan kepatuhan. Kali ini Caroline yang merasa bersalah telah membentak dua manusia tak bersalah ini, apa bedanya ia dengan si keparat itu?

"ya. Aku akan pergi ke kantor. Dan apakah Tuan Weston kemari selama aku tidur?" Caroline menurunkan suaranya, Damian dan Lucas menggeleng. "Tidak. Tuan Weston tidak berada di rumah sejak semalam."

***

Caroline menduga bahwa pengawalannya sudah sedikit dilonggarkan dan sykurlah karena pagi tadi tidak ada Marco yang ditugaskan untuk mengantarkannya ke kantor, meski sedikit aneh tapi ia tetap menikmatinya. Setidaknya Caroline tidak sepenuhnya berada dalam kukungan penjara, ia diberi kesempatan hidup bebas seperti biasa. Suasana di kantor sangat berbeda, beberapa karyawan mendatangi mejanya dan mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya Harriot karena mereka tahu bahwa Caroline sangat dekat dengan gadis itu. Kedua orang tua Harriot tampak lebih tegar dan rela untuk melepas puterinya, kecuali tentu saja Jody yang tampak berantakan dengan pakaian kantor yang sangat tidak sepadan, mungkin ia mengenakannya sambil berlari. Caroline juga sama halnya dengan Jody, tetapi berusaha sekuat mungkin merelakan kepergian sahabatnya. Saat di pemakaman tadi, ia juga bertemu sapa dengan Cameron yang akhirnya memintanya untuk bertemu pada jam makan siang, di sekujur tubuh pria itu masih dibalut beberapa perban besar namun ia tak mengenakan tongkat penyangga atau sejenisnya, ia tetap mandiri meski Caroline yakin pria itu sedang menahan sakitnya sepanjang perjalanan. Menyenangkan sekali rasanya sudah melihat Cameron langsung, syukurlah ia tidak lebih buruk dari kondisinya yang sekarang.

ALONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang