25

1.5K 115 5
                                    








"Kalian ambil saja darahku....."





















"Kirana?"

Semua mata kini tertuju pada seorang wanita yang kini berada tak jauh dari mereka. Wanita itu berbicara dengan pandangan yang kosong.

"Setidaknya ini yang bisa aku lakukan untuk membantu seseorang sebelum aku benar-benar mengakhiri nyawaku....." Ujar wanita itu pada Demian yang hendak mencegahnya.






"Baiklah, kami akan memeriksanya terlebih dahulu. Silahkan ikuti saya." Ajak Wira.

__________________________________________


Esok Harinya.......

Reyhan, sosok yang dinanti semua orang untuk bangun belum juga memunculkan tanda-tanda akan sadar dari tidur panjangnya. Kinan memutuskan untuk menemani putranya di dalam ruangan. Sedangkan Andrian dan anggota keluarga lainnya memilih untuk menunggu di luar ruangan. Begitu juga dengan Jay, pria itu lebih memilih berada di luar.

"Kenapa kita bertemu di saat seperti ini nak.....? Kenapa bunda baru tahu di saat kondisi kamu seperti ini.....? Maafkan bunda yang telah menyakitimu.....Anak bunda menanggung semua kesalahan yang telah bunda dan laki-laki itu lakukan. Dan di saat kamu membutuhkan sandaran untuk tetap berdiri, bunda dengan bodohnya memilih pergi dari sisi kamu nak.....Bunda sangat menyayangimu nak. Reyhan putra bunda Kinan......" Kinan mengusap pelan punggung tangan sang anak yang saat ini matanya masih setia terpejam.

"Reyhan.....bangun yuk nak......" Ujar Kinan sembari merapikan rambut Reyhan yang terlihat sedikit berantakan.

Pergerakan pelan yang dilakukan Reyhan membuat Kinan terkejut bukan main. Anaknya telah sadar. Setelah lama menunggu agar mata itu terbuka, saat inilah penantian itu selesai.

"R-Reyhan a-anak b-bunda....k-kamu sudah sadar nak?" tanya Kinan seraya menghapus air matanya yang mengalir begitu saja.

Reyhan tersenyum tipis ke arah Kinan. Kini tangan remaja itu menggenggam tangan sang ibu dengan lembut. Membuat Kinan semakin terisak pelan. Ingatan bagaimana dulu ia pernah menampar pipi sang anak, membuatnya begitu menyesal.

"B-bunda panggilkan dokter ya....." Kinan dengan langkah cepat keluar dari ruangan.

Setelah dokter Wira memeriksa keadaan Reyhan yang telah membaik dari sebelumnya, kini semua orang berkumpul dalam satu ruangan khusus yang disediakan rumah sakit untuk Reyhan.

"M-maaf Rey cuma bisa tidu-ran. Ha-harusnya Rey menyambut kedatangan kalian...." Ujar Rey ditengah keterdiaman semua orang.

"M-makasih ya bibi. Udah mau do-donorin darah buat Rey cuci darah...." Kini mata Reyhan menatap lembut ke arah wanita yang telah bersedia mendonorkan darahnya untuk dirinya.

Semua menatap heran pada Reyhan. Pasalnya anak itu tidak terlihat terkejut sama sekali dengan kemunculan seorang wanita yang wajahnya terlihat begitu mirip dengan Kirana.

"B-bapak...." Panggil Reyhan pada Eunwoo yang sejak tadi hanya menundukkan kepalanya sembari menahan air matanya.

"N-nggak mau peluk Rey? A-adek kangen sama bapak...." Reyhan tersenyum dengan cerah ke arah Eunwoo.

Laki-laki yang Reyhan panggil ayah itu berjalan mendekat ke arah ranjang yang digunakan Reyhan untuk beristirahat. Ia tidak berani untuk memeluk tubuh sang anak saat menyadari luka di sekujur tubuh Reyhan belum pulih seutuhnya.

Reyhan menyadarinya. Ayahnya takut akan menyakiti dirinya jika memenuhi permintaan untuk memeluk tubuhnya.

"B-bapak usap kepala Rey dong. Kangen banget sama bapak. Maaf Rey nggak kabarin bapak sore itu. HP adek nggak sengaja kejebur kolam ikan deket taman sekolah. Pas adek ambil, HP nya mati pak. Sedih Reyhan. Belinya mahal pakai uang bapak, eh jatuh gitu aja karena adek lalai. Maafin adek ya pak udah rusakin barang berharga dari bapak...." Ujar Reyhan pada Eunwoo yang kini berdiri tepat di sampingnya.

PAIN [END]Where stories live. Discover now