Chapter 2. Penghuni Annisa

10 0 0
                                    

Chapter 2. Penghuni Annisa

Penghuni annisa termasuk agak jarang berganti. Biarpun dengan semua keprihatinan rupa dan beberapa keprihatinan lain yang mungkin akan kuceritakan, penghuni annisa kebanyakan dari masuk kuliah hingga mereka tamat. Ada beberapa kamar yang tak sering berganti penghuni tapi ada juga kamar yang penghuninya silih berganti.

Bagaimana sampai aku menjadi salah satu penghuninya?

Awal masuk kuliah, aku berangkat dari kota kecilku dengan semua peralatan mengekos tapi sejatinya belum punya tempat mengekos. Dari beberapa kosan yang pernah didatangi sebelumnya, tidak ada yang benar-benar sreg dihati. Dihatiku, dihati orangtuaku yang syarat kosannya mungkin melebihi syarat masuk kuliah itu sendiri.

Namun, begitulah yang dikatakan jodoh. Datang disaat tak disangka. Orang tua ayuk Tini, ayuk yang satu desa denganku, tiba-tiba datang kerumah. Dia bilang sebentar lagi anaknya akan lulus dan bagaimana kalau aku tinggal disana saja. Tempatnya baik. Baik menurut orang tua. Karena tak tahu mau tinggal dimana, aku akhirnya bergabung di Annisa. Tinggal sekamar dengan ayuk Tini yang aslinya aku belum pernah mungkin berbincang dengannya dengan mendalam kemudian kami satu kamar.

Kemudian dia memperkenalkanku dengan penghuni kamar yang lain. Ternyata, dengan kondisi kamar yang penuh, tak ada anak baru tahun ini. Mereka semua rata-rata sudah semester atas. Aku menjadi anak bawang diantara mereka yang sudah berbau asap skripsi. Yang setiap harinya melihatku dengan keirian pada masa muda yang baru saja akan kumulai.

Aku akan bercerita tentang ayuk tini dan kami di kamar nomor 2.

Kamar nomor 2 adalah kamar terbaik. Berada diapitan kamar-kamar lain, dekat kepintu depan biarpun jadi jauh dari kamar mandi. Kamarnya juga luas. Untuk kami yang kasurnya tinggal angkat setelah tidur, kamar ini menjadi cukup luas. Cuma ada 1 meja tua besar punya kosan dan kemudian 2 lemari pakaian kami yang kecil. 1 rak rotan kepunyaan ayuk tini tempat perangkat piringnya.

Kosongnya ruang tengah membuat tv imut kepunyaan ayuk tini yang ukurannya sebesar celengan itu, menjadi primadona. Ini pertama kalinya aku melihat tv seimut itu. Sungguh. kalau menonton bola, aku tak bisa menemukan dimana bola yang sedang kami tonton dan cukup berpuas mendengar suaranya. Karena itu, kebanyakan aku hanya mendengarkan radio. Masih jaman radioan ya guys.

Tapi seperti kubilang, tv itu primadona. Anak-anak kosan yang lain, datang untuk menontonnya bersama sepiring nasi. Menjadikanku cepat mengenal mereka dengan sendirinya. Dulunya aku cukup pendiam dan pemalu. Menurutuku sekarang aku masih begitu tapi yakinlah, banyak yang akan merasa keberatan dengan fakta ini.

Banyak macam dari teman satu kamar. Berikut hal unik yang pertama kali aku temukan pada ayuk tini.

1. Dia menyetrika semua pakaiannya hingga ke celana dalam. Sungguh, aku baru pertama kali menemukan manusia jenis ini. Benar kuliah akan membuka cakrawala kita pada dunia. Salah satunya pastilah ini.

2. Dia menggiling cabe secara manual dengan hasil sehalus gilingan mesin. Ya. Dia juga menjadi manusia pertama yang kutemukan untuk jenis ini. Kami belum mengenal blender dan dia mengenalkanku sambal hasil gilingan yang malah lebih halus dari blender. Bayangkan betapa rajinnya ayuk ku ini. Dia punya kesabaran untuk menyetrika celana dalam dan menggiling cabe sehalus bedak tabur. Bayangkan tekanan yang akan kumiliki bila ibuku tahu tentang ini.

3. Dia melepas stress dengan cara berbersih rumah. Aku sungguh ikut bersedih disaat dia pulang bimbingan, setelah naik angkot dan jalan kaki kemudian kembali jalan kaki baru naik angkot untuk pulang. Namun tak bertemu dengan dosen pembimbingnya. Tapi aku takut rasa sedihku sirna saat melihat kamar kami menjadi kinclong dan semua piring kotor hilang dari ember. Dikemudian hari, butuh beberapa tahun sampai aku juga merasakan hal yang sama. Maksudku, membersihkan rumah sebagai pelepas stress. Hanya saja aku tak terlalu stress jadi rumahkupun... begitulah.

Annisa 1Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin