8

309 70 18
                                    

"Lo yang harus nikahin Abhimanyu."

Lembayung tersentak beberapa detik hingga menganga, lantas mengatupkan bibirnya rapat-rapat seraya mengernyit. "Ngaco! Abhi udah kayak adik gue sendiri, Sel."

Keterkejutan milik Lembayung sebelumnya kini seakan terbang hinggap pada Selia. "What the— Lembayung! After all he did for you and Pandu, you just see him as your brother? For real?!"

"Emangnya gue salah?"

Selia merotasi bola mata, mengacak rambutnya gusar. Tak habis pikir dengan pernyataan yang ia dapat dari Lembayung. "Lo sadar—"

"Eh! Buruan main! Kok malah ngobrol?" Interupsi dari Jibran membuat mereka menoleh bersamaan pada tiga laki-laki yang tengah memandangi keduanya heran.

"Bayung, kita harus ngomongin soal ini lebih lanjut nanti," ucap Selia serius yang kemudian beranjak memilih-milih bola boling.

"Oke," balas Lembayung pasrah. Nyatanya ia sendiri bingung mengapa Selia amat terkejut kala mendengar pemikirannya mengenai Abhimanyu.

Tak jauh dari tempat keduanya mengambil jalur boling, Pandu yang mulanya berdiri di antara Abhimanyu dan Jibran memilih menghampiri Lembayung dan Selia.

"Pandu, sini bantuin Tante," ucap Selia yang langsung diangguki oleh Pandu.

"Tapi nanti di ronde kedua, aku mau bantuin Ibu. Jadi aku adil." Penuturan polos anak belia itu memicu gelak tawa dari para orang dewasa yang bersamanya.

"Oke, deh, ganteng," balas Selia sembari mengusak surai Pandu kelewat gemas.

Permainan boling antara Lembayung dan Selia dimulai. Selia yang memang ahli dalam permainan tersebut terus mencetak strike dan bersorak girang memberi tos pada Pandu. Kontras dengan Lembayung yang bolanya justru terus menggelinding ke samping, membuat sepuluh pin itu masih berdiri kokoh di depan sana.

Lembayung mengamati jalur boling lamat seakan mengira-ngira sebelum ia kembali menggelindingkan bola, namun ia tersentak kala punggung tangannya mendadak disentuh oleh seseorang.

Presensi sosok yang lebih tinggi darinya, mata tajam, serta garis wajah nan tegas ia dapatkan kala kepalanya tertoleh. Abhimanyu mengusung senyum menatap Lembayung.

"Rileks," ucapnya lantas menoleh ke depan seraya mensejajarkan wajahnya di samping wajah Lembayung. "Jangan liat kemana-mana. Cukup fokus sama pin yang paling depan, pelan-pelan ayun bolanya dari belakang terus lepas. Kalau bisa, posisi kaki kanan di belakang. Oke?"

Lembayung tersenyum seraya mengangguk lalu Abhimanyu menjauh sedikit, memberi ruang agar perempuan itu lebih leluasa melempar bola. Alih-alih mendapatkan apa yang diharapkan, bola itu justru tetap menggelinding ke samping menjauhi pin dan membuat Lembayung menekuk bibir.

"Enggak apa-apa," ujar Abhimanyu bantu mengambil bola untuk percobaan kedua Lembayung. "Coba lagi, ya."

"Tante, aku mau bantuin Ibu du—"

"Eh, Pandu!" Selia gesit menahan lengan pandu yang hendak beranjak. "Pandu sama Tante aja. Tuh liat, Ibu 'kan udah dibantuin sama Om Abhi."

Selia menunjuk pada Abhimanyu yang kini sudah berada di belakang tubuh Lembayung. Kembali memberi arahan sembari tangannya bertengger di kedua bahu sang perempuan, lalu pandangannya turun memeriksa bagaimana jari Lembayung menjepit tiga lubang pada bola boling.

"Oke. Satu, dua, tiga, lempar!"

Lembayung mengayunkan tangan ke belakang dan mengambil tiga langkah maju sebelum ia melepas bola. Bola berwarna biru pekat itu menggelinding lurus, membuat Lembayung menatapnya lekat-lekat.

Through with U | Bluesy ✓Where stories live. Discover now