TLBT - 06 | Diserang Bandit

54 16 7
                                    

[Happy Reading]
Silakan vote terlebih dahulu:3


Silir angin malam melambaikan tiap daun dan ranting di sekitar kawasan Hutan Murk. Sesekali, gesekan antara ranting terdengar hingga menciptakan sebuah harmoni musik malam yang kental. Tak lupa, jajaran suara hewan malam ikut menyemarakkan suasana malam di Hutan Murk ini.

“En!” Sebuah seruan membuat pria yang memakai jubah bertudung berwarna hitam itu menoleh.

“Apa tidak apa-apa kau diam seperti ini? Bukankah kau memiliki janji untuk bertemu dengannya?” tanya pria bersurai putih terang dan memiliki netra berwarna merah itu.

Pria yang dipanggil ‘En’ itu hanya diam. Netranya kembali menatap lembut sang dewi malam yang tengah bertahta indah.

“Bukankah sudah ratusan tahun kau menunggunya? Kenapa?”

“Fin, kau tahu bukan ini belum waktunya?” Kali ini En membuka suaranya. “Aku ingin bermain sebentar dengannya.”

Pria yang dipanggil ‘Fin’ itu langsung menyunggingkan senyuman tipisnya. “Kau yakin? Ingatlah, aku tak akan membantumu kalau gagal. Apalagi gara-gara kepayahanmu itu.”

En mendengkus. Anak buahnya itu memang tak memiliki rasa sopan santun kepadanya. Namun, ia merasa tak masalah. Sebab jika terlalu formal pun, ia akan merasa risih. Toh, ia cukup sadar diri akan ‘kontrak’ yang mereka jalin.

“Aku tahu.” En menjeda kalimatnya. Kali ini, ia menyunggingkan senyuman sendunya kala ingatan manis itu bertamu. “Biarkan dia menemukan apa yang dicarinya,” sambungnya lirih.

•π•π•π•

Di bawah pancaran sang purnama, sesekali helaian angin malam yang lembut membawa setiap helaian rambut menari mengikuti arahnya. Ikut menyapu air mata yang mengering di pipi gadis itu. Pancaran bahagia dari netra biru lautnya yang cerah, tergantikan dengan netra yang sendu.

“Nona,” panggil seseorang yang membuat netra gadis itu menoleh ke arah sumber suara.

“Paman?” lirih Luisa, lalu menghapus jejak air mata yang masih ada di sekitar pipinya.

Pria yang berumur sekitar empat puluh tahunan itu tersenyum lembut. Tanpa izin, ia langsung mendudukkan dirinya di sebelah Luisa. “Tuan Arthur dan Tuan Irven mengkhawatirkan keadaan Nona. Sejak pagi sampai malam begini, Nona tidak mau makan dan pergi ke tenda. Nona bisa sakit kalau terus berada di luar begini.”

Luisa tersenyum miris. Memang sudah beberapa kali kakak dan temannya itu memaksanya untuk kembali ke tenda. Namun, dengan cepat ia melancarkan aksinya dengan mengeluarkan tangisan kesetanan yang ia miliki. Benar-benar sudah hancur bukan image-nya?

“Maaf, Paman. Aku masih ingin di sini,” ujar Luisa, lalu kembali menatap taburan baskara di langit yang kelam itu. Sebenarnya ia ingin sekali kembali ke tenda untuk tidur. Namun, entah kenapa ada bagian dari hatinya untuk tetap menunggu pria itu di sini.

“Kalau begitu, saya juga akan tetap di sini bersama Nona,” ujar paman itu yang masih setia dengan senyuman ramahnya.

Mata Luisa membelalak terkejut. Ia benar-benar merasa tak enak jika paman kusir ikut menunggu dirinya. Apalagi paman kusir itu baru saja kembali ke sini setelah kemarin mengambil sisa kebutuhan yang tertinggal. Ya, kebutuhan dirinya yang tertinggal. Ceroboh memang.

Has llegado al final de las partes publicadas.

⏰ Última actualización: Jul 22, 2022 ⏰

¡Añade esta historia a tu biblioteca para recibir notificaciones sobre nuevas partes!

The Lover Behind Time [On Going]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora