TLBT - 03 | Hutan Murk

75 21 0
                                    

[Happy Reading ....]

Dinginnya udara pagi, mulai menusuk ke pori-pori kulit. Menyapa lewat jendela yang dibukanya sejak satu jam yang lalu. Luisa, netra biru lautnya menatap bulan purnama yang mulai memudar. Mungkin singgasananya akan digantikan oleh sang matahari.

‘Kenapa air mataku nggak mau berhenti, sih?’ makinya dalam hati.

Dengan kasar, ia menghapus air mata yang kembali basahi pipi. Tadi malam, ia bermimpi aneh. Gadis bersurai kuning bak bunga matahari itu, kenapa mirip dengan wajah Luisa? Hanya saja gadis itu memiliki beberapa tahi lalat di wajahnya yang manis. Itu yang membedakannya dengan wajah Luisa.

Anehnya, mengapa ia sama sekali tak bisa mengingat wajah pria yang ada di dalam mimpinya? Terlalu samar-samar dan membingungkan. Namun, kenapa hatinya jadi merasa sedih?

Netranya kini beralih menatap buku novel yang berada di sebelahnya. Buku bersampul kuno yang memiliki judul ‘Amor Aeternus’ atau memiliki makna ‘Cinta yang Abadi’ itu, membuat senyuman kecil tersungging di wajahnya.

“Kebiasaan. Kalau udah suka, pasti kebawa mimpi. Dasar! Otak halu, sih!” umpat Luisa sambil memukul kepalanya sendiri.

Ya, ia baru mengingatnya. Semua yang berada dalam mimpi, memang merupakan separuh jalan cerita dari buku novel itu. Mengambil cerita romantis yang berakhir sad, pasti selalu bisa membuat Luisa meneteskan air mata. Apalagi jika terbawa mimpi. Makin banyak bawang berada di matanya.

Terdengar suara ketukan di balik pintu, membuat lamunan Luisa buyar.

“Nona! Ayo bersiap!” seru Bethany yang sudah masuk begitu saja.

Luisa menghela napas beratnya. Lalu dengan pasrah, ia berjalan menuju ruang mandi. Ia pun mulai terbiasa dengan Bethany yang akan membantu memandikannya. Jika boleh menolak, ia tak ingin dimandikan seperti ini. Tubuhnya lengkap dan sehat, untuk apa dimandikan? Namun, tradisi tetaplah tradisi. Mau tak mau, ia terima nasib saja.

•π•π•π•

Matahari semakin meninggi. Menghantarkan cahayanya ke semua penjuru. Meski terasa panas, tapi mampu membangkitkan semangat orang yang siap menjalankan aktivitasnya. Berbeda dengan gadis yang memakai gaun berwarna biru langit itu. Sejak tadi, mulutnya menguap. Ingin memejamkan mata, tapi terlalu terpukau dengan panorama alam yang berada di balik jendela kereta kudanya.

“Tidur saja sana! Jangan memaksakan diri. Nanti malam atau besok pagi, kita baru sampai.” Pria bernetra biru langit itu memecahkan keheningan.

Luisa menggelengkan kepalanya. “Aku masih kuat. Baru juga siang, mana mungkin aku tidur lagi Kak Arthur.”

Arthur mendengkus. Apa katanya? Kuat? Hei, sejak tadi adiknya itu memejamkan matanya tapi berusaha untuk tetap terbuka!

“Terserah. Kalau begitu, aku akan tidur. Awasi sekitar. Kalau ada yang mencurigakan, bangunkan aku,” titah Arthur sambil siap mencari posisi nyaman untuk menyelam ke alam mimpi.

Luisa menunjukkan jempolnya, lalu berkata, “Siap!”

Arthur langsung memejamkan matanya. Berbeda dengan Luisa yang masih berdecak kagum melihat panorama yang ada. Namun, tak butuh waktu yang lama matanya mulai terasa berat. Ia masih berusaha menahan kesadarannya meskipun terasa sulit. Sampai akhirnya, tanpa sadar matanya ikut terpejam. Menyusul kakaknya ke alam mimpi.

The Lover Behind Time [On Going]Where stories live. Discover now