🍃 10 - Demam

251 48 18
                                    

10 - Demam

Arkha tak tahu kalimat apa yang harus ia ucap untuk mengawali obrolan dengan Jihan. Resya benar, ia sangat payah soal perempuan. Yang ia lakukan saat ini hanya menggenggam kaleng minumnya tanpa ada nyali untuk menghampiri Jihan yang kini terduduk di kursi taman.

Baru kakinya akan melangkah, sudah ada pemuda yang lebih dulu duduk di samping Jihan. Pemuda yang selalu berhasil membuat Arkha cemburu padanya, Haekal.

Haekal tampak menggoda Jihan dengan menempelkan kaleng minum dingin di pipi bulat si tupai dan Jihan akan membalasnya dengan omelan kesal lalu keduanya sibuk mengerjakan tugas di laptop Jihan.

Arkha tak tahu apa yang mereka bicarakan karena jarak yang cukup jauh, tapi ia tahu kehadiran dirinya hanya akan jadi pengganggu saja. Jadi ia memilih pergi tanpa perlu menghampiri.

"Ji?" Haekal berbisik pelan.

"Hm?"

"Lo ada masalah ya sama Arkha?"

"Enggak tuh."

"Terus ngapain lo nyuruh gue ke sini? Gue tahu Arkha tadi ada di belakang, kayanya dia mau nyamperin lo deh tapi gak jadi karena keduluan sama gue."

Jihan menghembuskan nafas beratnya ke udara. "Gak usah peduliin orang lain, gue cuman mau tugas ini cepet selesai, gue capek mau pulang."

Sepertinya memang ada masalah antara mereka, Haekal yakin itu. Siapa juga yang akan percaya dengan jawaban Jihan barusan? Sebagai teman dekatnya, Haekal tahu beberapa hari ini Jihan terlihat sangat dekat dengan Arkha, Haekal yakin mereka sedang dalam masa pendekatan seperti ia dan Jeara dulu. Lalu sekarang mereka bahkan tak saling menyapa meski ada di tempat yang sama, bukankah sangat aneh jika Jihan bilang mereka tidak kenapa-napa?

Meski begitu Haekal tetap menghargai sahabatnya yang mungkin belum bisa bercerita saat ini. Haekal harap Jihan tak lagi memendam beban seorang diri seperti dulu. Ia harap Jihan bisa mengeluarkan semua unek-uneknya pada siapapun itu. Tak harus padanya, pada orang lain juga tak apa asal itu bisa membuat Jihan lega, Haekal rela.

"Kalau ada apa-apa cerita, gue di sini siap dengerin keluh kesah lo, Ji."

Jihan tersenyum, menyandarkan kepalanya di bahu Haekal sejenak untuk memejamkan mata. "Thanks, Kal."

Dua kata yang membuat Haekal ikut tersenyum mendengarnya.

***

Resya pikir ia satu-satunya gadis yang mengejar cintanya pada satu lelaki selama bertahun-tahun, ternyata ia salah. Ada gadis lain yang juga bernasib sama seperti dirinya bahkan mungkin lebih parah.

Nana. Bolehkah ia menyebut gadis itu sebagai teman barunya?

Setelah mengobrol beberapa lama di cafe, ia sedikitnya paham perasaan gadis itu.

Nana menyukai Jeno sejak hari kelulusan SMA di sekolahnya dulu. Sejak ia melihat Jeno berfoto dengan Jeara.

Dulu, Nana hanya berteman selayaknya teman biasa dengan Jeara karena berada di kelas yang berbeda. Namun sejak hari kelulusan itu Nana memutuskan untuk mengakrabkan diri dengan Jeara, tentu saja tujuan awalnya agar bisa kenal lebih dekat dengan Jeno juga. Mereka bahkan masuk di universitas yang sama.

Tapi pendekatan itu tak berjalan mulus karena sejauh yang Nana perhatikan, Jeno cukup dingin pada gadis yang mendekatinya.

Karena itulah ia hanya bisa memperhatikan Jeno dari jauh. Bahkan saat Jeno beberapa kali menjemput Jeara di kampusnya, Nana hanya bisa memandangnya dari depan gedung fakultas tanpa berani menyapa. Hingga akhirnya ia tahu kalau Jeno menyukai seseorang namun bertepuk sebelah tangan.

Om GantengKde žijí příběhy. Začni objevovat