Sleep

30 3 12
                                    

Sejak tadi aku melihatnya mondar-mandir seperti setrika.

Aku yang hanya berbaring di kasur ikut merasa lelah hanya dengan melihatnya berjalan dari kasur sampai ke dapur berulang kali.

"Kak,"

"Huh?"

"Kakak kenapa?"

"Itu...a-aku...."

Aku mengangkat alis menunggu jawabannya.

".....tidak bisa tidur."

Hanya karena itu?

"Jadi kakak tadi membuat susu untuk cepat tidur? Lalu berjalan mondar-mandir tadi juga untuk itu?"

Ia mengangguk dengan cengiran lucunya.

Menghembuskan nafas berat, aku menaruh ponsel yang sejak tadi ku mainkan.

"Sini,"

Keningnya mengerut bingung saat aku menepuk tempat kosong tepat di sebelah aku berbaring.

"Tidur di sini, maksudku."

Selang 2 detik, senyumnya merekah dengan sangat-sangat lebar.

Lihat gigi rapinya yang besar-besar itu.

Kemudian di susul dengan ranjang yang ku rasa nyaris rubuh karena ia tanpa pikir panjang langsung membuang diri ke kasur.

Kau ini 70 kg bodoh, bukan seberat kapas. Batinku.

"Apa kamu akan meninabobokan ku?" tanyanya setelah mendaratkan kepalanya di bantal.

"Cukup diam dan pejamkan mata Kakak," perintahku yang segera diturutinya.

Tanganku menyentuh dahinya seiring ia memejamkan mata, kemudian terus naik ke rambutnya yang sudah agak panjang dan mengelusnya pelan.

Kulihat sudut bibirnya terangkat dan kepalanya yang semakin mendekat ke leherku.

Kemana Jung Taekwoon yang biasanya terlihat menyeramkan di depan orang? Bahkan muridnya sendiri takut dengan tatapannya itu.

Sekarang Jung Taekwoon sudah tidak ada, setidaknya untuk sementara. Digantikan oleh Daeguni yang bertingkah seperti kucing manis.

"Hei," panggilnya. Aku kira dia sudah tertidur.

"Baumu seperti ibuku."

Aku diam pertanda tidak mengerti.

"Aku suka. Seperti kembali saat aku masih kecil."

Tanganku masih tidak berhenti membelai rambutnya.

"Seperti yang kamu tahu, aku adalah anak bungsu. Semua kakakku adalah perempuan, aku terbiasa disayang."

Satu lengannya perlahan melingkar di atas perutku.

"Saat aku sedih, menangis atau sedang tidak dalam suasana hati yang baik, ibu atau kakakku selalu membuka lebar lengannya untuk ku peluk. Hanya di sana, aku bisa menjadi diriku sebenarnya."

"Bagaimana kau mendeskripsikan rasa itu?" tanyaku.

Ia bergumam pelan, berpikir sejenak.

"Rasanya seperti.... seperti saat kamu memakai riasan tebal lalu menghapusnya di malam hari. Kira-kira seperti itu."

Aku terkekeh geli. Ia memang sangat perhatian dengan hal-hal kecil yang sebenarnya tidak terlalu penting.

Badanku merapat ke tubuhnya. Kepalanya berada di antara leher dan dadaku, menghembuskan nafasnya secara teratur.

"Tepuk."

"Tepuk aku."

Aku mengerti maksudnya.

Ia suka sekali ditepuk-tepuk pundak, bahu, punggung, paha dan kakinya.

Iya, kalian paham kan, maksudku? Seperti menidurkan bayi.

Malam ini, hanya suara gerimis hujan dan suara benturan telapak tanganku dengan punggungnya.

Sebagian lampu sudah dimatikan, hanya tersisa lampu redup berkekuatan 5 watt yang sengaja dipakai hanya ketika kami tidur.

Kulihat ia yang sudah menjelajahi alam mimpi. Bibirnya sedikit maju. Ekspresi yang hanya bisa ditunjukkan padaku saat ia tidur.

Ekspresi yang hanya bisa dilihat oleh aku, dan keluarga kandungnya.

Kak Taekwoon tidak suka menunjukkan sisi lemahnya. Sebagai guru olahraga sekaligus pelatih taekwondo, image garang dan tajam selalu melekat di dirinya. Muridnya pun terkadang sampai menghubungiku, karena ia takut untuk menghubungi Taekwoon secara langsung. Padahal hanya via pesan singkat.

Kak Taekwoon semenakutkan itu, di mata muridnya.

Namun bagiku Kak Taekwoon adalah seseorang dengan hati yang sangat lembut dan mudah tersentuh. Ia hanya sulit untuk menunjukkan dan mengungkapkan isi hatinya. Ia seperti kucing rumahan yang selalu disayang oleh tuannya.

Oh, lihat pipi gendutnya yang tergencet saat tidur.

Sangat imut. Aku mengelus salah satu belah pipinya yang terlihat ranum dan halus.

Bagaimana bisa muridmu menganggapmu seram, Kak?

"Uh... jangan berhenti...."

Aku terkejut karena ia masih belum terjatuh ke alam mimpi. Atau sudah, setengah jiwanya mungkin?

Tergelak, aku kembali meneruskan aktivitas 'mari-menepuk-punggung-kucing gendut-agar-tertidur'.

Lagipula, aku juga mengantuk. Sebaiknya aku segera tidur juga.

Malam ini ku akhiri dengan mengecup pucuk kepala Kak Taekwoon dan menyusulnya segera ke alam mimpi.

Selamat tidur, kitty.

Taekwoon's UniverseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang