⊳⊰ DUA PULUH LIMA ⊱⊲

Start from the beginning
                                    

Fazura menghela nafas gusar.
Mau bagaimanapun Fazura mengerti kalau Bumi menginginkan yang terbaik untuk nya.

Ting!

Pesan lain masuk.
Kali ini bukan dari Bumi melainkan dari Ibunda nya Bumi.

Pesan yang bertuliskan ajakan untuk Fazura berbelanja bersama mertuanya ke Mall. Sekali kali kata Mami Kiara menambahkan.

| Zura siap siap dulu ya, Mi

Balas nya setelah itu pergi bersiap diri.

•••

Sudah dua jam berkeliling Mall besar didaerah Jakarta ini dan akhirnya dua perempuan cantik beda generasi itu memutuskan untuk mengisi tenaga sejenak di sebuah restoran yang ada didalam Mall.

Dengan makanan yang sama sama tersaji dimeja, Kiara dan Fazura makan dengan khidmad.

"Mami seneng deh keliling mall sama kamu. Ini salah satu impian Mami kalau punya menantu. Makasih udah bantu wujudin," Fazura mengangkat kepalanya menatap Kiara yang menatapnya dengan lembut.

Senyum Fazura mengembang, ia menyeruput minumnya terlebih dahulu lalu berbicara.
"Zura juga seneng, Mi. Maaf kalau Zura kebanyakan jajan pake uang Mami."

Kiara menggeleng tak suka. "Apa, sih? 'Kan ini impian Mami, kalaupun kamu masih pengen belanja lagi Mami pasti bayarin. Uang papi Arzel uang kita sekeluarga." tawa Kiara diakhir. Fazura terkekeh malu.

"Makasih udah jajanin Zura, Mi."

Kiara menopang dagu menatap Fazura. "Sama sama, cantik."

Fazura melanjutkan makannya yang masih tersisa sedikit. Dan disuapan terakhir ia mengingat ajakan Bumi tentang kuliah.

Ia menyelesaikan makannya lalu kembali berbicara pada mertuanya. "Mi,"

Kiara mendongak meletakkan ponsel nya keatas meja siap mendengarkan menantu tercintanya berbicara.

"Bumi nawarin Zura buat kuliah bareng di Belgia. Menurut Mami gimana?"

Kiara mengangkat alisnya tertarik. "Terima aja, kamu juga mau, kan?"

Fazura tak langsung menjawab, ia terdiam beberapa detik. "Zura takut nyusahin Bumi doang, dan pasti biaya nya gak sedikit buat kuliah di Belgia. Zura gak mau nambahin beban Bumi." ia menunduk memikirkan bahwa dirinya selama ini telah banyak membebani Bumi.

Sebuah tangan yang hangat menyentuh tangannya yang berada diatas meja. Fazura mengangkat kepala menatap Kiara yang menatapnya dengan hangat.

"Cantik, kamu itu bukan beban. Berhenti berfikir begitu. Dan soal biaya, kamu meremehkan keluarga Arzelion?" Fazura tersentak.

Ia langsung menggeleng cepat, "Bukan begitu, Mi. Maksud Zura—"

Tawa Kiara menyela kata kata Fazura. Kiara mengibaskan tangannya sembari meredakan tawa, "Kamu lucu banget, deh." Tangan Kiara diatas tangan Fazura bergerak mengusap lembut.

"Asal kamu tau ya, sayang. Beli mall ini pun keluarga Arzelion bisa, apalagi cuma menyekolahkan kamu lebih tinggi? Bukanya itu malah bagus, ya?" meski terdengar sombong, Kiara tidak membual.

"Hei, ikuti kata hati kamu. Apapun keputusannya, keluarga Arzelion menerima dengan senang hati."

Fazura mengangkat kepalanya menatap Kiara dalam, "Mami terima kalau punya menantu yang kurang berpendidikan?"

"Ih! Kamu tuh bilang apa, sih? Kamu masih ragu ya sama isi otak keluarga Arzelion? Kami ini gak mementingkan hal yang terlalu wah, Mami dan Papi juga udah menilai kamu lebih baik dari apapun mau serendah apapun pendidikan kamu, sayang." Kiara berpindah duduk disebelah Fazura, tangannya membawa Fazura ke dalam dekapan.
"Keluarga Arzelion menerima kamu sepenuhnya, Fazura."

•••

"Bumi, maaf kalau kamu kecewa sama jawaban aku. Tapi aku milih buat gak kuliah, aku mau fokus sama kamu dan maaf kalau aku jatuhnya kayak menambah beban kamu." mendengar pernyataan tiba tiba dari perempuan yang bersandar di bahu kirinya, Bumi menoleh sedikit.

Tangan besar nya mengusap kepala Fazura dengan sayang. "Aku gak kecewa, kok, apalagi soal beban beban yang kamu maksud itu. Tapi kamu sungguh sungguh sama keputusan kamu itu?"

Fazura mengangkat kepalanya lalu menatap Bumi dengan yakin. "Iya, aku yakin. Gak apa apa, kan?"

Bumi tersenyum lalu membawa Fazura ke dalam pelukannya. "It's okay, baby. Aku juga seneng kalo kamu dirumah terus dan fokus sama aku, apalagi kalau nanti kamu juga semakin fokus sama tujuh anak kita."

Fazura mendongak kaget. "H-hah?"

Bumi terkekeh merasa gemas, ia mengecup bibir Fazura beberapa kali lalu diakhiri dengan gigitan kecil pada bibir bawah istri mungil nya.

"Lusa aku pengumuman kelulusan, seperti janji kamu waktu itu kalau aku dapet nilai tinggi, kamu bakal kasih aku hadiah. Siap?"

Fazura mengernyit mencoba mengingat ingat, "Emang aku bilang begitu?"

Bumi mengangguk, "Aku punya bukti, lho."

Fazura menghela nafas singkat dan membenarkan posisi duduknya. "Kamu mau apa buat hadiah nya?"

Bumi mendekatkan bibirnya pada telinga Fazura lalu berbisik dengan sensual, "Aku mau kamu hamil anak aku." kecupnya diakhir menimbulkan efek meremang sekujur tubuh Fazura.

"Let's make a baby, Honey."

=^•^=

Info guys!

Mungkin aku bakal mulai slow update kedepannya.
Draft cerita ini udah sampe sini aja dan aku belum ada ide. Kalau mau, kalian kasih aku referensi biar aku punya ide lagii, aku bener bener butuh banget.

Makasih yang udah baca sampe sini, sampai ketemu lagi beberapa hari kedepannya!!

❤❤

BUMI [Terbit]Where stories live. Discover now