Prolog

465 52 0
                                    

Jangan lupa buat selalu support author💕

𝕳𝖆𝖕𝖕𝖞 𝕽𝖊𝖆𝖉𝖎𝖓𝖌

****

"Mama, Yan lelah. Yan ngga mau pindah-pindah rumah terus," rengek seorang anak kecil pada Mamanya.
Wanita berusia dua puluh lima tahun itu berjongkok, menyamakan tingginya dengan anaknya.

"Yan, pekerjaan Mama sangat banyak, karena itu Mama harus selalu pergi ke luar negeri dan tidak bisa meninggalkan Yan sendirian."

"Baiklah, Mama. Maafkan Yan ngga bisa ngertiin Mama," ucap Zayn dengan wajah bersalah.

Anak laki-laki berusia empat tahun itu berjalan dengan kaki kecilnya, menggandeng tangan Mamanya dengan erat.

Zian tersenyum kecil, memiliki seorang putra yang begitu pintar dan pengertian, Zian sangat beruntung.

Setelah beberapa jam penerbangan, akhirnya Zian dan Zayn sampai di Korea. Zian menyeret kopernya, berjalan menuju lobby untuk mencari taksi menuju apartemen yang sebelumnya sudah ia persiapkan.

"Yan sudah bisa bahasa Korea?" tanya Zian sembari menunggu taksi online yang ia pesan.

Zayn yang sedari tadi diam menatap Mamanya, tersenyum lebar, "sudah, Mama."

"Bagus, Yan anak pintar! Bagaimana kalau makan malam nanti Mama masakkan Yan sup kimchi? Akhir-akhir sangat terkenal di Seoul."

"Oh?! Mama sudah belajar makanan Korea?" tanya Zayn.

"Tentu saja, Yan sudah bekerja keras belajar bahasa Korea, jadi Mama juga harus berusaha," jawab Zian sambil mengusap puncak kepala Zayn.

Tak lama sebuah taksi berhenti, sang sopir keluar dari mobil menuju Zian dan Zayn berada. "Benar dengan Nyonya Zian?" tanya sang sopir.

"Iya, benar."

"Kopernya biar saya bantu membawanya," ujar sang Sopir menawarkan diri membantu Zian.

Zian mengangguk, menyerahkan kopernya pada si sopir taksi. Setelah masuk ke dalam mobil, mereka mulai melaju menuju apartemen Forest Trimage.

****

Dua puluh menit perjalanan, Zian dan Zayn sampai di salah satu apartemen mewah di Seoul, berbeda seperti negara sebelumnya, mungkin Zian akan menetap cukup lama di kota itu.

Setelah mendapat access card apartemen, Zian langsung menuju ke ruangannya di lantai sembilan.

Zian membuka pintu, ruangan dengan nuansa putih memenuhi pandangannya.

"Baiklah, huft

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.


"Baiklah, huft ... bagaimana pendapatmu, Yan?" tanya Zian, menoleh menatap Zayn yang terpesona melihat rumah barunya.

"Sangat elegan, Yan suka. Bagaimana menurut, Mama?" balas Zayn.

"Lumayan, baiklah ayo kita beres-beres!"

Zayn begitu bersemangat, Zian sedikit lega, karena perjalanan yang begitu jauh, dari New York menuju Korea, itu adalah perjalanan terjauh bagi Zayn.

Zian membereskan barang-barang Zayn terlebih dahulu, setelah selesai dia baru membereskan barang-barangnya sendiri.

Setelah selesai, Zian menatap jam dinding, sudah pukul tujuh malam, dia bergegas menuju ke dapur untuk memasak.

Zian membuka kulkas, berbagai bahan makanan sepertinya baru dimasukkan beberapa jam yang lalu, Zian tentu sudah menyuruh seseorang mengisinya sebelum dia sampai di Korea.

Wanita cantik itu mengikat rambut panjangnya, memasang celemek, dan mulai mengeluarkan bahan masakan. Setelah tiga puluh menit Zian selesai memasak, sup kimchi dengan tambahan daging, seafood, dan tahu. Zian juga sudah menyiapkan nasi putih untuknya dan Zayn.

Zian melepas celemek, menaruh masakan di atas meja makan, melihat jam lalu berjalan menuju ke lantai dua untuk memanggil Zayn agar segera makan.

"Yan! Ayo makan, Mama sudah selesai masak," ucap Zian berdiri di depan pintu kamar Zayn.

Zayn membuka pintu, tersenyum manis ke arah Zian, "baik, Mama."

Zian menggandeng tangan kecil Zayn menuruni tangga, berjalan bersama menuju meja makan.

"Wah! Kelihatannya sangat enak," ujar Zayn, berbinar ketika melihat sup kimchi yang sangat menggiurkan.

"Tentu saja, kan Mama yang buat!" ucap Zian dengan bangga. Zayn menunjukkan jempolnya ke arah Zian.

"Mama yang terhebat!"

"Haha ... Yan anak Mama yang terbaik!" balas Zian sambil tertawa.

Malam ini, Zian benar-benar bahagia dan sangat beruntung bisa memiliki putra seperti Zayn, Aldrich Ezayn Altezza Dharmawangsa.

Setelah makan malam, Zian menemani Zayn tidur di kamarnya, anak kecil itu berbaring menghadap Zian, menatap wajah Mamanya yang tampak sangat cantik dengan mata amber yang sangat indah.

Zayn bertanya-tanya, mengapa matanya tak sama seperti Mamanya? Warna mata Zayn berwarna biru safir yang sangat jelas berbeda dari Zian.

"Mama, kenapa warna mata Yan berbeda dengan Mama?"

Zian terdiam, dia menatap manik mata Zayn dalam, jika diperhatikan dengan saksama, iris mata Zayn mirip dengan Ayahnya.

"Jika tidak sama dengan Mama, itu berarti warna mata Yan sama dengan Papa," jawab Zian sambil mengusap rambut Zayn.

"Lalu, Papa dimana?" tanya Zayn yang lagi-lagi membuat Zian terdiam, menghela napas panjang.

"Tentu saja Papa sedang bekerja jauh di sana, untuk Mama dan Yan," jawab Zian, lalu memeluk Zayn dengan erat.

"Selagi Papa pergi, di sini Yan yang akan jaga Mama," ucap Zayn dalam pelukan Zian.

Zian tersenyum, mencium kening Zayn, menarik selimut lebih tinggi hingga mencapai dada.

"Baiklah, kalau mau jaga Mama, Yan harus jadi besar dulu, sekarang masih giliran Mama buat jagain Yan, mengerti?" ucap Zian dan diangguki Zayn.

"Selamat malam, Mama. Yan sayang Mama." Zayn bergerak mencium pipi Zian, perlakuan yang sangat manis dari seorang anak berusia empat tahun.

"Malam juga, sayang."

****

MAMA ZIANDonde viven las historias. Descúbrelo ahora