"Rasel ada di kantor Jehan?" Jeksa mengangguk sembari meneguk botol yang berisi minuman beralkohol.

"That's a good chance to fish it out, Sa"

"I know, but in that position I can do nothing but make a deal according to our first plan" ucap Jeksa masih dengan kesadaran penuh.

"So?"

Jeksa menoleh dengan alis menaut. "Lo pikir dia bakal setuju sama kesepakatan yang kita buat?"

Wanita itu menopang tubuhnya di kedua paha, menatapi lantai dengan seringai bak iblis yang sudah memedam emosi untuk waktu yang lama.

"Ada kemungkinan Jehan setuju, tergantung cara lo ngomong sama dia gimana"

"Tapi Jehan ngga bodoh. Kesepakatan kaya gini bakal bikin dia rugi dan dia tau itu, jadi gue tebak Jehan pasti nolak kan?"

Tawaan meremehkan keluar dari mulut Jeksa, "Lo emang pinter nebak"

"Ngomong-ngomong bahas Jehan, dia minta lo keluar dari persembunyian gimana menurut lo?"

Wanita bersetelan abu-abu gelap yang dipenuhi oleh keringat melangkah mendekat ke arah Jeksa sembari berpikir rencana apa yang bagus untuk menanggapi perkataan tunangannya.

"He really wants to know me, huh?"

"Dari awal, rencananya gue langsung tunjukkin siapa diri gue sebenarnya. Tapi gue rasa ngga seru kalo misalkan gue muncul gitu aja terlebih pemeran utama disini masih belum tau identitas gue--"

"Karya drama yang gue buat selama ini terpaksa harus selesai, If that's what he wants, I'll grant it"

Jeksa mengernyit heran atas keputusan sang tunangan di sampingnya. Ia menyimpan botol minumannya ke lantai lalu menatap wanitanya dengan tatapan serius.

"Lo yakin? Belasan tahun ini lo sembunyi dibalik nama yang lo pake sekarang dan lo milih untuk keluar dari persembunyian?"

Wanita itu tertawa kecil. "Gimanapun juga gue harus muncul ke hadapan mereka, terutama Rasel. Ini cuma masalah waktu, gue ngga ngira bakal muncul secepat ini"

"But it doesn't matter. Jehan mau gue keluar dan sebagai musuh yang baik gue harus nurutin permintaan dia bukan?"

Jeksa dan wanitanya saling beradu tatap dengan senyum tipis namun keduanya memahami maksud dari masing-masing tatapannya.

"Apapun rencana lo, gue dukung selama Jehan di tangan gue. Seketika gue lupa dendam gue buat Rasel karena Jehan selalu punya cara ngerusak rencana gue"

"Jehan is yours and Rasel is mine, deal?"

"Deal" kata Jeksa sembari mengambil botol minumannya dilantai lalu bersulang dengan tunangannya.

"Jadi apa rencana lo sekarang?"

"Lo masih inget Billy?" Jeksa mengangguk tipis sebagai jawaban.

"Are you sure he's dead?"

Jeksa terdiam kala mendapatkan pertanyaan itu, entah jawaban apa yang harus ia ucapkan sekarang karena dirinya sendiri tidak yakin.

Wanita di sampingnya terkekeh melihat ekspresi Jeksa. "Dia anak buah terbaik lo, Sa. Gue ngga yakin lo se-engga peduli itu sama dia"

"Karena gue baik jadi gue kasih lo kabar tentang dia--"

Merasa tertarik dengan ucapan sang tunangan, Jeksa menolehkan kepalanya dan menatap wanita itu. "Billy?"

Si wanita mengangguk. "Dia belum mati, Sa"

The Fate of Us | JaerosèWhere stories live. Discover now