14

12K 2.4K 315
                                    

Alan Montez. Tokoh utama dalam cerita milik Tiara. Bila seseorang ingin mengetahui penggambaran Alan, maka bisa kujelaskan secara terperinci mulai dari rambut merah gelap seperti kulit apel, sepasang mata berwarna hijau yang setiap kali memendarkan kerlip kemilau zamrud, wajah elok yang mampu memikat cewek mana pun, dan tubuh tinggi dengan bentuk badan sempurna (apa dia sudah punya otot lengan dan ABS sempurna?). Secara keseluruhan Alan seperti karakter idaman para cewek penggemar otome game.

Sekarang aku terjebak dalam pelukan Irene Montez, ibu kandung Alan. Lalu, pria yang berambut sama seperti Alan ini pastilah Johan Montez. Aduh, aduh, aduh, aduh, aduh, ADUH! Bagaimana bisa calon jodoh Sarah mendarat di sini? Seharusnya mereka bertemu ketika Sarah telah dewasa. Bukan saat ini, di sini, BERSAMAKU!

“Maafkan kami,” kata Johan. “Waktu itu kami belum sempat berterima kasih di rumah sakit. Pikiran kami kacau dan sebagai orangtua yang memiliki satu-satunya anak, kami harap kamu bersedia memaklumi kekalutan kami.”

‘NGGAK, OM!’ teriakku dalam hati. ‘Justru SEKARANG saya panik, Om! Gara-gara Om makin parah deh ini nanti kadar kecemasan berlebih dalam darahku. Oh apakah darah bisa mengandung kecemasan?’

Irene menarik diri, AKHIRNYA, dan menyeka air mata menggunakan punggung tangan. “Kami tahu mengenai dirimu dari salah satu petugas polisi,” ia menjelaskan. Kedua mata masih berkaca-kaca dan terlihat merah. “Omong-omong, bagaimana kalau kita makan siang atau makan malam bersama?”

What the h....

Bisa-bisa mereka menghubungkan diri dengan Klein. Jelas BIG NO!

Aku mencoba mencuri pandang ke arah Alan yang masih duduk. Dia sepertinya tidak memiliki ekspresi tertentu yang bisa berarti buruk. Justru air mukanya terlalu tenang dan biasa saja.

“Aha ... ha,” tawa canggung terlontar dari bibirku yang kering. Degup jantung bertalu nyaring hingga terdengar olehku. “Makasih. Om, Tante, saya nggak bisa menemani kalian.”

Kepala Sekolah Hendric langsung menyerobot, mendekat, dan menyentuh bahuku. “Bapak akan urus mengenai izinmu,” katanya menenangkan. “Kamu ambil tas dan lebih baik ikut mereka.” Kemudian Kepala Sekolah Hendric langsung menggiringku menepi, jauh dari pendengaran keluarga Montez. “Laura, Bapak mohon sekali ini saja kamu kembali bersikap bandel. Biasanya juga begitu kamu nggak peduli aturan. Bapak sampai heran kamu mendadak berubah normal jadi siswi teladan.”

Mendadak aku ingin menyanyikan lagu milik Simple Plan dan berteriak, “Shut up! Shut up!” Enak saja dia memanfaatkan diriku demi kepentingan pribadi. Berhubung sekolah yang Laura masuki merupakan milik swasta, sudah bukan rahasia lagi bila yayasan menerima sejumlah sumbangan dari beberapa orang termasuk Montez.

“Begini, ya,” Kepala Sekolah Hendric mulai menjelaskan, “Pasangan Montez telah menyumbang nominal yang tidak sedikit kepada sekolah. Bapak berani memberitahumu karena berkat kamu mereka bersedia menggelontorkan sejumlah dana dan membangun satu fasilitas tambahan di sini.”

KAN KAMPRET! Aku yang berjasa, sekolah justru mendapat buah manis dari hasil kerja kerasku! Ohoooo begitu?

Kepala Sekolah Hendric terus saja bicara tanpa memedulikan perubahan pada ekspresi wajahku. “Lagi pula, kamu pasti tahu bahwa keluarga Montez ada hubungan kekerabatan dengan Jamie White. Kamu pasti tahu kalau Alan Montez merupakan keponakan Jamie White. White, Laura! Pemilik aset dan sejumlah usaha di Kota Metro. Kota kita ini nggak ada apa-apanya dengan Metro!”

Aku sebenarnya ingin menjelaskan kepada Bapak Hendric bahwa diriku tidak ada tahu-menahu mengenai White maupun Montez. Satu-satunya yang aku ketahui hanyalah plot dari Tiara. Itu saja.

“Jadi, Bapak harap kamu bersedia menerima ajakan makan dari mereka.”

“Membolos perbuatan tercela, Pak,” aku mencoba berkelit. Tidak enak rasanya duduk satu ruangan dengan orang kaya.

Lady Antagonis (TAMAT)Where stories live. Discover now