PART 17 - Kesakitan Arya 2

Mulai dari awal
                                    

"Karena sepi tak lagi ada. Ramai, banyak dan hujan selalu membawa suasana baru yang biasanya indah."

"Seperti kamu, indah."

"Haha," tawa Puspa lagi.

Arya mengerutkan kedua alisnya saat mendengar tawa Puspa yang lepas. Bukannya malu-malu, tapi Puspa justru terlihat menyangsikan kalimat Arya sebelumnya.

"Kamu kenapa sih, Bii? Sumpah nggak pantes banget kamu ngomong kaya gitu."

Arya mengedikan bahunya, laki-laki itu tersenyum. Tangan kirinya menggenggam tangan Puspa lagi sedangkan tangan kanannya ia gunakan untuk mengendalikan kemudi. Arya beruntung karena jalanan sudah mulai sepi dan landai.

Ada ribuan rasa yang berkecamuk tapi sekuat tenaga Arya menutupi kesedihannya di hadapan Puspa. Moment ini akan Arya ciptakan sebagai kenangan manis keduanya. Sedikit egois memang, karena Arya sudah berencana untuk meninggalkan Puspa. Tapi, tak ada lagi yang bisa Arya lakukan selain menciptakan kenangan indah di hari-hari terakhir pertemuan mereka.

Arya berharap, Puspa akan selalu mengingat tentang dirinya. Arya berharap, rindu ini tidak akan hanya dia yang merasakan nantinya.

Mobil masih saja berjalan tanpa Puspa ketahui arahnya. Wanita itu bahkan sempat tertidur dan bangun, lalu melihat ke arah jam di ponselnya yang menunjukan angka lima sore. Artinya mereka sudah melakukan perjalanan lebih dari lima jam tapi Arya tak kunjung menepikan mobil.

"Kita mau kemana, Bii?" Puspa mulai mempertanyakan tujuan mereka berdua.

"Jauh."

"Jauh? Kemana? Aku nggak bawa baju lho."

"Jauh banget, aku mau ngajakin kamu melarikan diri."

"Ck, melarikan diri dari siapa?" tanya Puspa berdecak pura-pura. "Mau kemana?" tanya Puspa sekali lagi.

"Lihat saja nanti, yang pasti jauh."

"Hah? Jangan ngaco deh, aku nggak bawa baju ganti." Puspa terkejut. Kepulangan Arya yang begitu mendadak sudah cukup membuat wanita itu kelimpungan. Lalu tiba-tiba, sekarang laki-laki itu mengajaknya ke sebuah tempat yang cukup jauh dan Puspa tidak tahu itu dimana?

"Nanti bisa beli."

"Mas.."

"Aku cuma mau memiliki waktu yang berkualitas sebelum kembali ke Boston."

Puspa hanya bisa menghela nafas menanggapi sikap Arya yang pemaksa. Laki-laki itu memang sering seperti itu, tak bisa ditebak.

Saat senja menyapa, mereka sudah sampai disebuah pantai terpencil di Jawa Tengah. Pantai pasir putih dengan pemandangan asri menjadi tempat pelarian keduanya. Arya sedang memasang tenda saat Puspa meletakan satu cup pop*ie panas di atas pasir.

"Aku lapar."

"Sorry, aku lupa kalau kita butuh makan. Aku terlalu antusias datang ke tempat ini bersamamu."

Arya meletakan peralatannya lalu ikut duduk di samping Puspa. Mereka menikmati senja dengan satu cup mie buatan Puspa.

"Katanya, senja itu indah karena menyimpan kenangan," ucap Puspa sambil tersenyum tipis.

Puspa menikmati senja, Puspa suka hujan tapi senja bukan suatu pemandangan yang mudah untuk dilewatkan.

"Senja itu selalu cantik karena dia selalu di atas  bersama langit, tak bisa digenggam apalagi dimiliki," jawab Arya.

Seperti senja, Puspa itu indah tapi sulit untuk Arya genggam. Takdir tidak berkata 'mudah' untuk hubungan Arya dan Puspa. Sebuah pertemuan itu memiliki banyak makna, terkadang ia ditakdirkan untuk tetap tinggal atau hanya sekedar singgah lalu terlepas untuk menjadi kenangan. "Bii," panggil Arya.

"Hem." Puspa tak mengalihkan tatapannya dari langit.

"Kamu tahu aku sangat mencintaimu."

"Kamu juga tahu aku mencintaimu lebih."

Arya menangkup wajah Puspa dan menatapnya. Ia menelisik setiap ukiran wajah Puspa, mencoba mengingat-ingat dengan detail agar wajah itu tak pernah hilang dari ingtannya. Arya mendekat lalu menyapu lembut bibir Puspa yang manis. Begitu banyak perasaan yang muncul silih berganti, banyak alasan yang memaksa Arya untuk tetap tinggal tapi ia tak bisa melepaskan sebuah tanggung jawab yang besar di pundaknya.

Rasanya sesak, sakit dan hancur secara bersamaan.

Arya memagut dengan rapuh, mencoba mencari kekuatan dari bibir yang sudah lama ia rindukan. Tapi nyatanya, ciuman itu justru semakin membuat Arya berantakan.

Senja dan pantai. Perpaduan romantis untuk mengakhiri sesuatu yang seharusnya indah.

***

Bandara International Soekarno - Hatta.

Sudah lima hari sejak kepulangan Arya, laki-laki itu menepati janjinya untuk selalu bersama Puspa. Malam ini, Arya kembali ke Boston setelah mereka berdua melewati malam-malam yang menyenangkan sebelumnya. Hanya mereka berdua, tidak ada lainnya.

Arya dan Puspa duduk di kursi tunggu, dengan tangan yang saling menggenggam. Sepanjang perjalanan di mobil hingga saat ini Arya selalu menggenggam tangan Puspa. Jikapun terlepas, laki-laki itu akan selalu menunjukan wajah penuh ketidakrelaan.

Arya melihat ke arah Puspa yang sedang membaca ponselnya sambil menunggu jam keberangkatan Arya ke Boston.

Sudah lima hari mereka bersama dan bagi Arya itu semua tidak pernah cukup. Ia melihat ke arah tautan genggaman tangan keduanya, melihat dengan jelas seakan itu adalah genggaman tangan yang terakhir kali untuk Puspa-nya.

Setelah melewati pintu masuk pesawat, mulai detik itu juga ia berjanji untuk melangkah kedepan. Ada Ivy dan anaknya yang sedang menunggu sambutan tangannya. Ada keluarga yang sedang mempertaruhkan kehidupannya di dalam diri Arya.

"Kenapa?" tanya Puspa saat melihat Arya yang memperhatikannya.

"Kamu cantik," puji Arya. Puspa-nya memang selalu cantik di mata Arya.

"Aku tahu."

"Aku boleh minta satu hal?" tanya Arya.

"Banyak juga nggak apa-apa."

"Cukup satu ... aku ingin kamu bahagia."

Puspa melepaskan tautan tangan keduanya, ia merangkum wajah Arya untuk menatap langsung ke manik mata laki-laki itu. Ada rasa yang sampai ke dalam hati Puspa tapi ia mengabaikannya. "Aku bahagia bersamamu."

"Aku ingin kamu bisa bahagia dengan dirimu sendiri."

Puspa meragukan kalimat Arya, ia hendak menjawab tapi kalimat Puspa tertahan saat pengumuman keberangkatan pesawat Arya terdengar.

"Berjanjilah," pinta Arya.

Puspa hanya bisa menggeleng tidak paham.

"Berjanjilah untuk selalu bisa bahagia."

"Bii."

"Please, janji sama aku biar aku bisa kembali ke Boston dengan tenang," pinta Arya sekali lagi.

"Biii," panggil Arya lagi saat panggilan penumpang kedua terdengar.

"Aku janji akan selalu bahagia," ucap Puspa akhirnya.

Arya tersenyum lega, ia mencium kening Puspa lama dan dalam, seakan ciuman itu adalah ciuman terakhir yang ia berikan untuk Puspa-nya. "Terima kasih, Puspa-ku. Aku mencintaimu."

Arya berdiri tegap dan langkah pasti memasuki pintu keberangkatan internasional. Ia melihat ke arah Puspa sekilas lalu kembali memutar tubuhnya ke depan. Ia tak lagi menoleh kebelakang begitupun seterusnya. Arya berjalan lurus ke depan meninggalkan Puspa dan semua kenangannya. Arya tak lagi menjawab pesan dari Puspa. Dengan pelan-pelan ia melepaskan Puspa dan mengakhiri hubungan mereka di hari pernikahannya dan Ivy.

Selamat tinggal, Puspa.

Satu nama yang akan selalu menempati ruangtersembunyi di dalam hati Arya.

Kamu yang kusebut RUMAH (Gratis)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang