5

2.6K 363 18
                                    

Seorang gadis tengah meringkuk didalam selimut, hawa dingin yang menusuk membuatnya tak ingin beranjak dari kasurnya, hujan turun dengan lebat sepanjang pagi, tangannya semakin mengeratkan selimutnya.

Suara ketukan pintu membuatnya mau tak mau melawan rasa malasnya, perlahan ia bangun dari kasur dengan selimut dibadannya, satu tangannya ia gunakan untuk menahan selimutnya agar tak terlepas dari tubuhnya, tangan yg lain meraih gagang pintu.

"Kenapa?" Jaya terkekeh melihat Alana keluar dengan selimut yang melilit tubuh mungilnya, mata gadis itu pun terlihat enggan terbuka sepenuhnya.

"Kalau nggak ada yang penting, gue mau tidur lagi" celetuknya lalu berniat menutup kembali pintu kamarnya, Jaya menahan pintu itu dengan kakinya.
"Ih apa lagi sih? Gue mau tidur Jayaaa" entah kenapa Jaya makin senang melihat Alana merengek seperti saat ini. Alana mengamati gerakan tangan Jaya, mencoba memahami apa yang ingin ia sampaikan.

"Makan dulu na, sarapannya udah siap" kalimat itu yang Alana tangkap.

Sebenarnya ia sedikit tak nyaman duduk berdua dengan Jaya, rasanya canggung. Namun cacing di perutnya sudah meminta makanan, apalagi wangi makanan dari dapur begitu menggodanya.

"Bentar, gue pake jaket dulu" ucap Alana, beberapa menit kemudian ia keluar dengan hoodie oversize yang membuatnya terlihat tenggelam dalam hoodie itu.

Lucu, batin Jaya.

Alana berjalan lebih dulu menuju meja makan. Jaya membawa dua piring nasi goreng. Masih dengan senyumnya Jaya memberikan satu piring nasi goreng itu kepada Alana.

Hening, hanya terdengar dentingan antara sendok dan piring. Suasana mulai terasa canggung. Saat mereka selesai menyantap sarapan, Alana memutuskan untuk bertanya tentang latar belakang keluarga Jaya. Dari dulu ia takut menanyakan hal itu, ia takut rasa penasarannya malah membuat Jaya sedih. Tapi sekarang ia merasa wajib mengetahui semua tentang Jaya.

"Sorry gue mau tanya, keluarga lo dimana? Kenapa dari dulu sampai sekarang gak nyariin lo?" tanya Alana.

Jaya tampak tersenyum sekilas, bukan itu bukan senyuman ceria yang selalu ia lakukan. Melainkan senyuman yang seakan-akan menyimpan sejuta kepedihan.

(Aku saranin baca nya sambil dengerin lagu 'Rela' nya shanna shannon biar lebih kerasa nyess nya)

Lelaki di samping nya mulai menceritakan semua nya pelan-pelan melalui bahasa isyarat.

Jaya terlahir di keluarga yang pas-pas an. Ayahnya meninggalkan dia dan ibunya saat Jaya masih berumur sekitar 6 tahun. Ayahnya tak mau mengakui Jaya sebagai anaknya hanya karna ia terlahir dengan kekurangan, ia tunawicara sejak lahir. Tak hanya sang ayah, kakek dan neneknya juga seakan tak menginginkan kelahiran Jaya. Hanya karna ia terlahir berbeda, ia di perlakukan dengan begitu buruk oleh keluarga besarnya, ia dicap dengan sebutan 'Anak cacat'. Bahkan berkali-kali sang nenek menyuruh ibunya untuk mengirimkannya ke panti asuhan, tapi ibunya benar-benar menyayangi Jaya.

Ibunya rela banting tulang berjuang sendirian membesarkan Jaya hingga berumur 9 tahun. Namun entah kenapa tiba-tiba ibunya menelantarkan Jaya di sebuah taman bermain.

"Lo nggak benci sama ibu lo?" Tanya Alana, Jaya sontak menggeleng. Tangan nya bergerak menunjuk dirinya lalu menaruh dua jari di telinga yang mengartikan kata 'ibu'.

(ini ilustrasinya)

Alana menangkap maksud lelaki itu, ia mengatakan "Aku yakin ibu sangat menyayangiku, begitu pun dengan aku

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Alana menangkap maksud lelaki itu, ia mengatakan "Aku yakin ibu sangat menyayangiku, begitu pun dengan aku. Aku sangat menyayanginya"

Hati Alana seakan tergores melihat kedua netra Jaya yang terlihat rapuh saat menceritakan ibunya.

"Kalau gue jadi lo udah pasti gue benci sama ibu lo" ucap Alana yang justru dibalas tatapan marah oleh Jaya.

Ia berkata "Jangan, bagaimana pun juga dia wanita yang telah melahirkan kamu"

"Lo....terlalu baik" ucapan Alana mengundang pandangan heran dari Jaya. Setelah mengatakan itu Alana pergi ke kamarnya, meninggalkan Jaya yang tengah kebingungan dengan kalimat terakhir gadis itu.

Apa menyayangi seorang ibu adalah hal yang salah? Mengapa ia harus membencinya? kurang lebih Jaya berfikir seperti itu.

~♡~

Di sudut balkon kamar terlihat seorang wanita tengah merenung, pikirannya berkecamuk. Ia dilema, haruskah ia membuang niatnya untuk meminta cerai ke Jaya? Kalau boleh jujur ia sangat nyaman berada di samping Jaya. Ia selalu merasa damai ketika berada di dekat Jaya. Namun ia benar-benar belum siap menaruh hati kepada lelaki itu.

Benda pipih milik gadis itu bergetar beberapa kali, ternyata pesan dari Juan.

Juan♡


Temen² ngajak kumpul di cafe

Kamu ikut yaa, aku jemput

Aku ga bisa

Loh tumben, kenapa?

Aku mau ke makam ayah

Mau aku temenin?


Gak usah
Aku mau kesana sendiri kok

Oh yauda kamu hati-hati yaa


~♡~


Alana menatap nanar layar handphone nya. Ia berbohong. Ini pertama kalinya ia berbohong kepada sang kekasih.

"Sorry Juan, gue ga bermaksud bohong. Gue mulai ragu dengan keputusan untuk minta cerai ke Jaya. Gue perlu waktu buat mikirin segalanya" ucap Alana lalu kedua netra cantik nya memandang langit.

"Alana rindu ayah..."

Sore itu ia menangis dibawah langit yang mendung. Sejak kepergian sang ayah, gadis itu sering menangis diam-diam dalam kamar.

*:・゚✧*:・゚

Kayaknya dunia ini butuh lebih banyak lelaki sebaik & setulus Jaya deh.

Jaya AzhariWhere stories live. Discover now