part 01

612 49 149
                                    

Halo semua, selamat datang ♡

Buat yang belum kenal aii, salam kenal yaa

Btw gimana hari ini? Menyenangkan? Cerita aja ya, jangan sungkan

Raisya said : "Yang cuma read no voment, matinya cuma di liatin doang." ⚠

Happy Reading!

***

"Raisya!"

Dengan malas Raisya menghampiri Papanya yang duduk di ruang tengah. Dia menghembuskan napasnya, sembari memutar bola matanya jengah.

"Berani kamu bersikap tak sopan di hadapan saya, hah?!"

Decakan kecil keluar dari mulut Raisya. "Apa yang perlu Raisya lakuin lagi, Pa?"

Papa mengulas senyuman puas, anaknya ini memang mudah diandalkan saat ia membutuhkan sesuatu.

"Duduk." Perintahnya.

Raisya duduk di sofa single. Dia capek dijadikan boneka oleh orangtuanya. Dirinya ingin bebas, namun orangtuanya selalu mengekangnya.

"Saya mau kamu menikah dengan anak Pak Samuel Christiano."

Kerutan muncul di dahi Raisya. "Keluarga Christiano?"

"Ya. Keluarga konglomerat itu."

Raisya melebarkan matanya. "Papa gila?!"

Papanya itu melirik tajam, tak terima dengan ucapan Raisya. "Jangan buat Papa emosi, Raisya!"

"Pa! Christiano itu keluarga non muslim! Mana bisa Raisya menikah dengan keturunan non muslim, Pa?!"

Papa mengibaskan tangannya seolah tak peduli. "Mau agamanya kristen ataupun hindu, saya ga peduli. Saya butuh dana untuk menutup mulut awak media perkara berita korupsi saya." Katanya enteng.

Mata Raisya berkaca-kaca, mulutnya gemetar. Tak menyangka Papanya setega itu terhadapnya. "Hiks, Papa jahat! Papa selalu maksain kehendak! Aku benci Papa!"

Papa mengedikkan bahunya acuh. "Saya tidak peduli."

Papa yang ia banggakan sejak dulu, tak pernah berubah. Selalu membuatnya menderita. Demi mendapatkan uang untuk menutup berita tentang kesalahannya perkara korupsi, dia dengan tega menukar anaknya itu, bahkan tak ada rasa peduli sedikitpun.

Masih dengan keadaan menangis, Raisya berdiri dan ia berlari menuju kamarnya. Dikamar, Raisya tak berhenti menangis. Menangis itu bagaikan makanannya sehari-hari. Tak ada yang mengerti keadaan Raisya. Diluar sana, ia hanya menampilkan aura ceria, tak terlihat sedikitpun aura kesedihan.

Raisya lelah. Raisya ingin hidup tentram tanpa keterpaksaan sehari-harinya. Raisya ingin hidup disayangi kedua orangtuanya. Itu hanya ekspetasi Raisya selama ini. Apa bisa terwujud? Sangat mustahil baginya.

Raisya menangis, menyembunyikan wajahnya dibalik bantalnya.

"Hiks,"

Raisya mengeluarkan ponsel dari tasnya. Ia butuh sandaran, ia butuh seseorang menjadi tempatnya untuk mengadu.

Ia ingin berlari ke Mamanya, apakah bisa? Dia akan mencobanya.

Dengan menetralkan tangisnya, Raisya mencoba menghubungi Mamanya. Panggilan tersambung dan berdering, namun tak ada tanda bahwa panggilan itu akan diangkat.

Tak menyerah, Raisya mengulangi lagi. Ia memanggil nomor Mamanya lagi, namun panggilan ditolak.

Kembali lagi, jika sudah lebih dari 3 panggilan tak di respon oleh Mamanya, ia akan menyudahinya.

ELDAVAOnde histórias criam vida. Descubra agora