29. Don't Worry, U're on My Guard. [Joshua]

Mulai dari awal
                                    

oh iya ya..

jadi mau besok bayar utangnya?

kan janji nggak ketemu dulu :)

biarpun kita ujian di satu kelas bareng??

janji adalah janji :)

oh bad (ノ-ㅅ-)ノ
kirain mau khilaf sebentar buat bayar utang

ㅋㅋㅋㅋㅋ
joshua, udah dulu ya
aku mau mulai belajar sekarang

ㅠㅠㅠㅠ masih kangen. but okay. semangat sayang ♡

ㅋㅋㅋ semangat! ♡

...

Huh, dasar ratu es!

Aku kan, jadi makin semangat ingin terus melelehkannya dengan cintaku. Ha ha, ouch, menggelikan.

★★★

Cross-cultural management will always be one of my favorite subject. Dalam penguasaan konsep dan teori, serumit apapun, aku cukup percaya diri. Lagi, cross-cultural thing selalu memberiku sentimental tersendiri; bagaimana kita membuka mata pada budaya yang berbeda dengan budaya tanah kelahiran kita.

Aku sudah terbiasa dengan lingkungan heterogen sejak dulu. Jeez, mungkin kamu lupa, bahwa aku adalah seorang lelaki berdarah Asia yang lahir dan tinggal di negara barat. Selalu kutemukan beragam ras di sekolah; putih, hitam, kuning. We're all having fun together, despite of racism issue, here and there. Pikiran kami saat remaja sangat sederhana; kami berdampingan meski beda warna, kami bercanda meski beda budaya.

Kyung Hee gives me that kinda vibes, a bit. Kabarnya sih, kampus ini memang terbilang paling foreigner friendly di Korea. Aku bisa menemukan mahasiswa dari suku bangsa berbeda berkeliaran di kampus, meski tidak begitu banyak.

Sadly, mindset warga lokal yang kebanyakan skeptikal pada orang asing memang tidak bisa dibohongi. Tahun pertama adalah tersulit bagiku karena kendala bahasa, juga sikap mereka yang mendadak berubah saat mereka tahu aku datang dari negeri seberang -- yeah, I'm that sensitive about other's acceptance. Yang sikapnya sama sekali tidak berubah sejak awal, lagi-lagi Jeonghan dan Seungcheol. Bagaimanapun, dua manusia gila inilah yang membuatku bisa bertahan hingga hari ini.

In short, I enjoy this subject a bit more than another. Setidaknya untuk satu mata kuliah ini, aku merasa menang dari Yoon Jeonghan yang cukup kewalahan dengan banyaknya istilah berbahasa Inggris di soal ujian. Lihat saja muka kusut Jeonghan setelah keluar dari ruang ujian. Mungkin, efek masalah dengan pacarnya yang belum selesai juga.

"Woy, jangan collapse dulu. Masih ada satu ujian lagi," candaku, menyikut lengan kurusnya. Jeonghan hanya tersenyum hambar menanggapi usilanku.

Kami sampai juga di kantin. Selagi mengantri untuk ambil makanan, kuedar pandangan ke sekeliling kantin yang cukup luas ini. Nihil. Tak kutemukan batang hidung mungil gadis itu di meja manapun. Jangan sampai dia melewatkan makan siangnya.

Si Cheol jarang sekali gabung makan siang di kantin kampus departemen bersama kami. Dan sekarang kami menghabiskan santap siang sambil menggunjingkan Choi Seungcheol yang -- seperti biasa -- sedang tebar pesona pada junior di kelas subject bawah yang harus dia kontrak ulang. Sejenak Jeonghan terhibur dengan topik ini, lalu saat bahan pembicaraan lebih dulu habis daripada makanan di piring kami, Jeonghan lesu lagi.

Setidaknya, gara-gara galau hati, Jeonghan jadi tidak punya energi untuk menganalisis perkembangan hubunganku dan Bora. Mungkin efek ujian juga. Atau mungkin, Jeonghan sudah bisa menerima Bora sebagai pacar sahabatnya meski mereka saingan. Atau, entahlah. Uh, mendebarkan, seperti sedang minta restu orang tua saja.

I DESERVE UTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang