∆1 [-²-] |Beginning🐾|

7 1 0
                                    

♦ Vote, Coment, and Follow ♦
Spam (🐾) banyak-banyak🔥

- Happy Reading♥ -
.
.
.
∆1. Beginning.

—¹—

Meja makan di dapur penuh dengan berbagai makanan lezat. Jenisnya juga berbeda-beda. Ngomong-ngomong, lezat itu biasanya untuk makanan sea food bukan? Eh, entahlah. Makanan yang tersaji rapi tak hanya daging dan sea food. Juga terdapat beberapa makanan vegetarian. Aku suka makanan berbau sayuran dengan kandungan gizi terbaik.

Salah satu contoh sayur yang tersaji adalah, sayur pare. Pare? Kalian tahu, tidak? Kandungan dalam pare sangat baik bagi tubuh. Rasanya memang sedikit pahit, tapi enak.

Ku telisik pandanganku ke seluruh bagian dapur. Tak ada yang spesial di bagian dapur rumahku. Isi yang ada di dapur sama seperti dapur-dapur yang lainnya. Tanpa ada sesuatu yang spesial di dalamnya.

Aku melangkah keluar dari dapur dan berjalan masuk ke kamarku. Pintu kamarku berwarna abu-abu dengan sedikit tulisan indah di bagian pintu. Tulisannya bukan berbentuk tempelan, melainkan ukiran dengan gaya tulisan khusus. Tidak terkesan aneh ataupun norak, tetapi terkesan elegan dan anggun.

It is her, Zheca. Purple eyes, blackhair, dan... Blackplearth.

Nb: [bacanya Blakpekart]

Aku tak mengerti maksud ukiran itu. Jika kalian berpikir bahwa aku yang menuliskan atau mengukir tulisan itu, kalian salah. Tulisan itu hasil ukiran tangan kakekku. Namaku bukan Zheca, dan netra ku bukan ungu melainkan hitam terang. Tidak mungkin jika aku yang menulisnya, aku saja tidak mengenal orang bernama Zheca. 

Kakekku orang misterius. Dia tak pernah banyak bicara pada anak ataupun cucunya. Dulu, sewaktu dia masih ada, Dia tak tinggal bersama dengan keluarga ku. Kakekku bilang, dia ingin tinggal berdua bersama nenek untuk melanjutkan penelitian. Ayahku awalnya tak mengizinkan, tetapi akhirnya mengalah karena kakekku keras kepala. Mau dibujuk sampai bagaimana pun, kakekku tetap tidak mau.

Sampai akhirnya, kakekku meninggal di rumah dengan posisi duduk di kursi penelitian. Aku sangat sedih kala itu. Usiaku yang baru menginjak 8 tahun, tak mengerti apapun yang terjadi. Yang aku tahu, kakekku meninggalkan beberapa berkas di mejanya. Bahkan terdapat selembar kertas di telapak tangannya yang terbuka.

Dengan penuh ketidaktahuan, aku mengambil kertas itu dan beberapa berkas lainnya tanpa sepengetahuan keluargaku yang lain. Hingga kini usiaku 13 tahun, kertas dan berkas itu masih ku simpan. Tak pernah sekalipun kubuka atau berniat membacanya. Aku merasa, aku masih terlalu dini untuk mencari tahu.

"Ky, cepat kemari lah!"

Ayahku memanggilku dengan suara lembut. Semua lamunanku seakan dibuyarkan oleh gelombang suaranya.

Dengan segera, aku melangkah ke meja makan tempat dimana acara makan malam dilaksanakan. Acara makan malam kali ini bukan makan malam biasa. Melainkan istimewa.

Aku menduduki salah satu kursi dari 4 kursi yang ada di sekeliling meja. Ibuku menempati tempat di depanku dengan ayah duduk di kursi sampingnya. Rengga—kakakku duduk tepat di sampingku. Semua diam dengan senyum yang terus tersungging di bibir masing-masing.

Aku mengerti maksud diamnya mereka. Karena aku pun sama-sama tengah menunggu pukul 00.00 tiba. Malam ini, aku berulang tahun. Bukan, lebih tepatnya pukul 00.00 nanti aku berulang tahun yang ke 14. 

00.00!

Waktu yang di tunggu-tunggu akhirnya tiba. Semua menatap ke arahku. Aku tersenyum senang. Akhirnya, aku semakin tumbuh dewasa. Aku tak sabar menanti umurku yang ke 15 tahun. Dimana aku akan memulai penyelidikan mengenai peninggalan kakekku yang ku curi. Aku harus sabar menunggu satu tahun lagi.

EARTHQUAKE: The Unraveling of Artificial City Where stories live. Discover now