"Emm, Rico habis ini harus balik ke kantor lagi, Te. Jadi nggak bisa ikut," ucap Rico merasa tidak enak.

"Yah!" Endang terlihat kecewa.

"Ya sudah, nggak apa-apa. Mungkin lain kali saja," imbuhnya.

"Kalau gitu, Tante balik ke om Aji dulu, ya?" pamit Endang.

Rico mengangguk. "Iya, Tante."

"Kak Rico mau balik ke kantor lagi?" tanya Nada.

"Iya, aku masih ada kerjaan. Jadi nggak bisa lama-lama," jawab Rico.

"Yah! Padahal aku mau makan bareng Kak Rico juga," ujar Nada cemberut.

Rico terkekeh. Dia lalu mengulurkan tangan dan mencubit pipi Nada gemas. "Nanti kalau aku nggak sibuk, aku pasti akan ajak kamu pergi makan bareng di luar."

"Beneran?" Raut wajah Nada seketika berubah sumringah dan berseri-seri.

"Iya, aku janji," sahut Rico.

"Oke, aku pegang janji Kakak. Awas aja kalau bohong."

"Enggak akan," kata Rico.

"Oh iya, sebelum aku balik ke kantor, kita foto dulu buat kenang-kenangan," lanjutnya.

"Ayo!" sahut Nada riang.

Mereka berdua kemudian pergi ke tempat lain untuk mencari spot foto yang bagus. Sedangkan Prada masih berdiri di tempatnya saat ini dengan tatapan lurus ke depan.

"Lo nggak pa-pa, Pra?"

Prada menoleh ke arah Fani yang tiba-tiba muncul di sebelahnya.

Dia kemudian menggeleng tanpa mengatakan apa pun.

Fani merangkul pundak Prada. "Nggak usah sedih, lo masih punya gue."

Prada tersenyum simpul ke arah sahabatnya itu. "Gue tau."

*****

Beberapa saat kemudian, Prada, Nada, serta kedua orang tuanya berjalan menuju mobil dan berniat pergi meninggalkan kampus.

Namun, Nada dan orang tuanya justru berjalan lebih dulu. Meninggalkan Prada yang masih berada di belakang mereka.

Saat mobil sudah berjalan, Prada hanya diam sembari melihat ke arah luar kaca jendela. Sedangkan Nada dan kedua orang tuanya tampak asik mengobrol. Nada dengan gembira menceritakan momen menyenangkan yang terjadi saat wisuda tadi.

"Kalau Prada gimana?" tanya Aji melirik ke arah kaca spion saat menyadari Prada sedari tadi hanya diam.

"Biasa aja, Pa. Nggak ada yang istimewa," jawab Prada.

"Coba diingat-ingat lagi. Pasti ada satu momen yang paling mengesankan buat kamu selama wisuda tadi," ujar Aji.

Prada tampak terdiam sejenak.

Dia kemudian membuka mulut, berniat untuk bercerita.

Namun belum sempat Prada berbicara, Nada tiba-tiba menyela. "Pa, mampir ke Indomaret sebentar. Aku mau beli es krim," ujar Nada saat melihat ada minimarket di depan sana.

Aji pun menuruti ucapan Nada untuk berhenti di minimarket. Setelah memarkirkan mobil di depan toko, dia lalu mengambil uang di dompet dan memberikannya kepada Nada.

"Makasih, Pa," kata Nada, dan dibalas dengan anggukan oleh Aji.

"Mama ikut turun juga ya, Pa? Mau beli telur, soalnya stok di kulkas sudah habis," ucap Endang sembari melepas sabuk pengaman.

"Kalau gitu, Papa sekalian titip air mineral, Ma," ujar Aji.

"Oke."

"Prada nggak ikut turun?" tanya Endang.

"Enggak, Ma," jawab Prada singkat.

"Oh iya, tadi Prada mau bilang apa?" tanya Aji.

"Nggak jadi," pungkas Prada.

Aji menatap Prada intens. "Kamu marah sama Papa?"

Prada mengepalkan tangan erat dengan hati yang bergemuruh. Alih-alih senang karena memiliki kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya, dia justru semakin marah terhadap orang tuanya saat mendapatkan pertanyaan seperti itu.

Sebenarnya ini juga alasan yang membuat Prada jarang berbagai cerita dengan kedua orang tuanya. Karena setiap kali dia ingin berbicara, Nada selalu memotong dan mendahuluinya. Yang akhirnya membuat Aji dan Endang lebih fokus terhadap Nada dibandingkan Prada.

Tetapi setiap kali Prada komplain mengenai hal itu, orang tuanya justru menyuruh Prada untuk memahami sikap Nada. Bahkan, Prada sering kali disuruh untuk mengalah meski statusnya adalah sebagai adik Nada

Itu kenapa saat Prada tumbuh dewasa, dia lebih sering diam dan memendam sendiri. Karena sejak kecil dia tidak pernah didengarkan.

Walaupun dia tumbuh di keluarga yang lengkap, tetapi nyatanya dia justru merasa asing dengan keluarganya sendiri.

Selepas berbelanja di minimarket, mereka kemudian kembali melanjutkan perjalanan menuju restoran.

Dan setibanya di sana, mereka memilih meja yang berada di tengah. Ketika mereka sedang memesan makanan, tiba-tiba ada seseorang yang menghampiri meja mereka.

"Eh, Jeng Endang!" sapa wanita itu riang.

"Loh, Jeng Ayu ada di sini juga?" sahut Endang sumringah saat melihat salah satu teman arisannya berada di tempat yang sama dengannya.

"Iya, ini habis ketemu klien," jawab Ayu.

Pandangan Ayu kemudian beralih ke arah Nada dan Prada.

"Ya ampun! Ini si kembar, ya?" tanya Ayu terkejut saat melihat Nada dan Prada kini telah tumbuh dewasa.

Nada tersenyum ramah kepada Ayu. Sedangkan Prada berusaha memaksakan senyumnya sembari mengangguk kecil untuk menyapa Ayu.

"Terus ini Nada yang mana? Prada yang mana? Tante masih belum bisa bedain," tanya Ayu bingung.

"Aku Nada, Tante. Kalau Prada badannya lebih tinggi dari aku," jawab Nada sopan.

"Oh gitu," gumam Ayu.

Mereka berdua kemudian saling mengobrol satu sama lain. Sedangkan Prada hanya menyimak.

"Prada sekarang jadi pendiam, ya? Padahal dulu paling aktif dibanding anak-anak yang lain," ujar Ayu tiba-tiba.

Prada hanya menanggapi ucapan Ayu dengan senyuman.

"Kalau Prada anaknya memang introvert," timpal Endang.

Prada melihat ke arah Endang dengan tatapan yang sulit dijelaskan. Bahkan orang tuanya sendiri juga tidak benar-benar mengerti tentang kepribadiannya, dan alasan kenapa anaknya kini menjadi tertutup.

Apa mereka tidak sadar? Jika sikap dan perlakuan mereka lah yang membentuk dirinya menjadi pribadi yang seperti ini.

TBC.

Hujan Terakhir ✓ Where stories live. Discover now