21. Koma

335 37 6
                                    

“Jika kamu tidak berjodoh dengannya, maka jadilah jodohku .”
.
.
.
—Author—
🌺🌺🌺

“Bagaimana keadaan istri saya dok?” Melihat seorang dokter berjalan keluar dari ruang UGD, Yanza langsung menghujani nya dengan banyak pertanyaan pasalnya sudah hampir 30 menit dokter itu masuk dan itu membuatnya begitu takut.

“Istri kamu sudah melewati masa kritisnya tapi dia mengalami koma,” jawab dokter Windi.

Yanza tentu saja kaget. “K-koma dok?” tanyanya hendak memastikan.

Dokter Windi mengangguk.

“Berapa lama dokter?”  tanya Yanza lagi.

“Kami juga tidak bisa memastikan berapa lamanya sebab benturan yang ia alami cukup keras, dia bisa sadar dalam waktu cepat bisa juga dalam waktu yang sangat lama. Berdoa saja yang terbaik untuknya,” jelas dokter Windi.

“Baik dokter.”

“Oh iya, kemungkinan nanti malam pasien baru bisa dipindahkan ke ruang rawat. Kami masih harus memeriksa keadannya lebih lanjut lagi,” ucap dokter Windi.

“Terima kasih dokter,” kata Yanza.

“Sama-sama, saya permisi kalau begitu,” pamitnya dibalas anggukkan oleh Yanza.

Setelah kepergian dokter Windi, Yanza terdiam sejenak. Ia kemudian mengeluarkan ponsel disaku jasnya, sedari siang ia belum mengabari mamah dan mertuanya untuk memberitahu kalau Hunaf kecelakaan dan masuk rumah sakit.

Dengan ragu-ragu Yanza menekan nomor mamahnya, untuk panggilan awal masih belum diangkat. Saat Yanza mencoba sekali lagi, panggilan itu kemudian tersambung dan terdengar suara perempuan paruh baya disebrang sana.

“Hallo, assalamu'alaikum!”

“Waalaikum salaam, mah.”

“Ada apa nak? Tumben nelfon mamah, mau minta mamah buat jemput istri kamu? Yaudah mamah ke panti asuhan sekarang.”

“Bukan itu mah.”

“Terus apa nak?”

“Hunaf mah, Hunaf itu kece---”

“Hunaf kenapa sayang, dia baik-baik aja ‘kan? Nggak boleh capek-capek loh, kemarin ‘kan istri kamu baru keluar dari rumah sakit.”

“Hunaf kecelakaan mah!”

“WHAT!! APA? KECELAKAAN? KOK BISA? DIMANA?”

Yanza menjauhkan benda pipih itu dari telinganya, teriakan sang mamah membuat telinganya hampir meledak.

“Hallo, kamu dengerin mamah nggak sih? Hunaf kecelakaan dimana? Terus gimana keadaan dia sekarang? Jawab dong, jangan bikin mamah khawatir?”

“Kata dokter tadi, dia koma.”

“APA? KOMA KAMU BILANG? KAMU NGAPAIN AJA SIH? KOK BISA HUNAF SAMPAI KECELAKAAN TERUS KOMA, MAMAH HARUS BILANG APA SAMA ORANG TUANYA HUNAF, YANZA!!”

“Maafin Yanza, mah. Yanza telah lalai menjaga Hunaf, ini semua salah aku.”

“Itu memang salah kamu semuanya, kamu suaminya. Masa jaga istri aja nggak bisa, jangan sampai kamu bikin orang tuanya Hunaf menyesal telah menerima kamu sebagai menantunya.”

“Maaf mah.”

Jangan minta maaf sama mamah, minta sama istri dan mertua kamu itu. Mereka pasti kecewa sama kamu atas kejadian ini.

“Iya, mah. Udah dulu, Yanza mau ngabarin mereka dulu supaya bisa ke sini.”

Yaudah, assalamu'alaikum!!

“Waalaikum salaam!!”

🌺🌺🌺

“Yanza!!” Suara Rania menggema di lorong rumah sakit, untung saja masih sepi jika tidak, itu pasti akan sangat menganggu yang lainnya.

Rania datang bersama kedua orang tua Hunaf, keduanya nampak begitu khawatir dibelakang Rania. Yanza juga dapat melihat, tersirat begitu besar rasa khawatir Farhan dan Hanif. Hunaf merupakan anak tunggal, pusat perhatian dan kasih sayang orang tuanya hanyalah dia. Jika terjadi sesuatu padanya itu akan sangat melukai kedua orang tuanya. Dan Yanza merasa gagal atas rasa percaya yang sudah diberikan oleh mereka padanya atas Hunaf.

“Bagaimana keadaan Hunaf, nak?” tanya Hanif begitu khawatir, sang suami senantiasa menenangkannya.

Yanza menunduk lalu meraih tangan ayah mertuanya untuk ia cium, air matanya kembali mengalir lagi. “Maaf ayah, bunda. Yanza gagal menjaga Hunaf, dia berada di dalam sana karena kelalaian Yanza. Tolong maafkan Yanza, terserah kalian mau hukum Yanza apapun tapi sebelum itu berikan maaf kalian,” ucap Yanza.

Farhan membantu menantunya untuk kembali berdiri tegak, tangannya menepuk bahu Yanza pelan. Senyumnya terukir, bukan senyum bahagia tapi ia tersenyum bangga atas menantunya. Dia berani mengakui kesalahannya walaupun sepenuhnya ia tidak salah.

“Jangan seperti ini, kamu tidak salah. Ini adalah musibah, Allah menguji kalian dengan mendatangkan musibah ini. Dia ingin melihat sejauh mana kalian mampu melewatinya, ayah tidak marah sama kamu begitu juga dengan bundamu. Ingatlah satu hal menantuku, setiap hamba yang diberikan ujian berarti ia mampu untuk melewati itu, Allah mengetahui kemampuan setiap hambanya lebih dari siapapun bahkan seorang hamba itu sendiri.” Yanza memeluk ayah mertuanya, rasanya begitu tenang setelah memeluk lekaki itu. Yanza yang notabenya anak dari seorang abdi negara jarang memiliki waktu bersama. Setelah sekian lama, ia kembali merasakan pelukan seorang ayah.

“Maaf dan terimakasih.”

“Sudahlah, kita tidak sepatutnya bersedih. Kita seharusnya banyak berdoa supaya istri kamu cepat sadar dari komannya,” ucap Farhan setelah melepaskan pelukan menantunya.

“Bunda.” Yanza menatap sendu ibu mertuanya, wanita itu menggeleng seolah sudah mengerti isi pikiran menantunya.

“Seperti yang dikatakan ayahmu tadi, bunda nggak kecewa sama kamu. Ini sudah menjadi skenario yang Allah tuliskan untuk setiap hambanya, kita tidak punya daya dan upaya untuk menentang sesuatu yang sudah tertulis dan tidak ada yang bisa merubahnya kecuali dengan kehendak Allah sendiri.” Yanza menganguk pelan. Ia bersyukur memiliki mertua seperti mereka.

“Terima bunda.” Hanif mengangguk. Kini Yanza beralih pada mamahnya. Wanita itu menatap tajam Yanza.

“Mah,” panggil Yanza pelan.

Rania memeluk putranya erat, ini adalah masa tersulit untuk laki-laki itu. “Kalau saja tadi mertua kamu marah sama kamu, mamah juga nggak akan maafin kamu atas kejadian ini tapi syukurlah mereka tidak marah. Jadikan ini sebagai pelajaran, kamu harus lebih perhatian sama istri kamu.” Yanza mengangguk mendengar ucapan mamahnya.

“Baik ma!!”

🌺🌺🌺
See you

Maaf untuk part ini sedikit pendek dari part lainnya

Jangan lupa vote ya;))

With You [End]Where stories live. Discover now