07. Masuk rumah sakit

548 53 2
                                    

“Saya memang bukan orang pertama yang mencintaimu tapi akan saya pastikan kalau saya akan menjadi pelabuhan terakhir cintamu.”
.
.
.
—Rayyanza Al-ghifari—
🌺🌺🌺

“Sarapan dulu mas, aku udah masak spesial loh buat kamu,” ajak Hunaf ketika melihat suaminya berjalan menuruni anak tangga. Ini untuk pertama kalinya ia masak untuk sarapan setelah tinggal berdua dengan Yanza.

Yanza mendekati dengan senyum manis yang tak sekalipun pudar dari bibirnya. “Istri saya masak apa nih?”

“Cobain dulu deh, aku sebenarnya takut nggak enak. Tadi aku belum sempat nyobain takutnya nggak keburu sama kamu yang berangkat ke kantornya,” ucapnya pelan.

Yanza duduk dan langsung mencoba masakan yang sudah dibuatkan oleh sang istri. Apapun rasanya, ia harus tetap menghargai usaha perempuan itu untuk menjadi istri yang baik untuknya.

“Ini enak banget, Naf. Kamu pinter loh masaknya,” puji Yanza. Dalam hati dan raut wajahnya tidak sinkron, tentu saja karena masakan itu sedikit terasa asin tapi ia tak ingin menyakiti hati Hunaf jika mengatakan yang sebenarnya.

“Masa sih, mas. Aku mau coba juga dong,” imbuhnya ingin mencoba makanan yang sudah ia masak untuk Yanza tapi ditahan oleh suaminya.

“Kamu kan masak buat saya, biar saya aja yang ngabisin. Kamu makan makanan kamu sendiri aja tuh!” tahan Yanza dengan cepat.

“Tapi aku mau coba juga mas!” rengeknya. Yanza jadi tak tega tapi ia akan lebih tidak tega jika Hunaf tau rasa masakannya seperti apa.

“Inikan spesial buat, mas. Nanti sekali-kali masa masakin buat kamu juga yang spesial, gimana?” tawar Yanza untuk mengalihkan Hunaf.

“Yaudah deh boleh,” pasrah. Yanza bisa bernafas lega akhirnya.

“Sekarang kamu makan, kita bareng ke kantornya.” Hunaf mengangguk, ia lalu mulai menyuapi makanan ke dalam mulut. Sesekali ia memperhatikan raut wajah suaminya, sebenarnya ia curiga kalau masakannya tidak enak tapi mau gimana lagi.

🌺🌺🌺

“Bapak tidak papa?” tanya Laras panik ketika melihat raut wajah Yanza berubah seperti orang tengah menahan sakit. Yanza tak menggubris, ia beralih memegangi perutnya yang teras mulas.

“Pak! Bapak masih bisa dengar saya ‘kan?” Laras menggoyangkan bahu Yanza pelan dan segera ditepis oleh laki-laki itu.

“Saya itu sakit perut bukan budeg, pasti saya bisa dengar lah. Mending sekarang kamu keluar dari ruangan saya sebelum saya seret kamu dari sini!” ancam Yanza.

“Tapi bapak itu lagi sakit, saya bantu ke dokter mau nggak pak?” tawar Laras.

“Saya nggak butuh bantuan kamu, mending kamu pergi sekarang!” usir Yanza dengan nada bentakkan.

“Tapi pak---”

“KELUAR KAMU SEKARANG!!”

Laras terdiam untuk beberapa saat, setelah ia sadar barulah dia melangkah keluar dari ruangan Yanza. Laki-laki itu masih tetap menahan rasa sakit di perutnya.

Mendengar teriakan Yanza dan melihat Laras keluar dengan wajah pucat, salah seorang karyawan Yanza masuk ke dalam untuk mengecek apa yang sebenarnya terjadi.

With You [End]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن