12. Help!

394 90 8
                                    

Cerita ini ditulis untuk melampiaskan rasa sedihku, ya ibaratnya pelarian dari masalah yang terjadi di hidupku. Wkwkw. Enjoy semua~

____

"Aku turut sedih atas kepergian Alin." Ucapnya yang bahkan tak minat menatap guci yang dipegang pria itu.

"Makasih." Balas Khandra yang masih menunduk dan meremas kuat guci yang ia pegang, rasanya sangat sakit.

Setelah Khandra sadar dari pingsannya, tak makan waktu yang lama upacara pemakaman langsung dilaksanakan, bahkan ketika pria itu belom bisa mencerna semua yang terjadi.

Karena hingga detik ini, ia masih linglung hilang arah, otaknya menolak apa yang terjadi padanya.

Banyak yang datang, bukan karena mereka dekat dengan Alin. Tapi karena mereka adalah kolega dan orang-orang yang merasa dekat atau memang dekat dengan keluarga Vijendra. Yang sejujurnya tak dipedulikan oleh Khandra dan keluarganya.

Masa perkabungan sudah selesai, namun tidak dengan Khandra. Pria itu masih diselimuti kabut yang gelap, yang siapapun akan tersesat didalamnya.

Khandra kacau, benar-benar kacau. Ia mengurung diri dalam kamar, tanpa ingin menunjukkan dirinya pada siapapun bahkan kepada ibu atau ayahnya. Semua terasa palsu, semua terasa tak masuk akal, semua terasa sangat sakit.

Lagi dan lagi ia menangis, berteriak, memaki, dan menyalahkan dirinya. Ia begitu terpukul atas apa yang terjadi dan menimpanya.

Semua sangat tiba-tiba hingga dirinya tak mampu berpikir logis lagi, ia bahkan tak bisa membedakan dunia nyata dan palsu. Dirinya terjerat dalam kesakitan yang sepertinya diciptakan hanya untuknya.

Dirinya bahkan meragukan apakah Tuhan itu benar-benar ada? Apakah Tuhan tak memiliki sedikit belas kasihan padanya?

Bibirnya tak mampu mengucapkan satu kata pun, ia berdiam diri layaknya orang bisu. Dirinya hanya mampu berteriak kesakitan, berteriak tak terima atas apa yang terjadi.

Rosalina tak kalah terluka, ibu dari dua anak itu ikut menangis dibalik pintu. Sangat menyakitkan mendengar anaknya meraung-raung tiada henti, menangis tiap harinya, ikut memohon meminta agar Alin dikembalikan ke sisinya agar semua kesedihan ini berhenti.

Beruntung Vijendra membawa anak bungsunya untuk pergi, jika tidak bisa ia pastikan anak itu akan ikut menangis tanpa henti sama seperti yang dilakukan Khandra dan semua akan semakin kacau.

"Nak.." lirih Rosalina yang bahkan tak mampu menghibur anaknya itu, kalimat apa yang mampu ia ucapkan? Ketika sakit itu menjalar juga ke dalam tubuhnya.

Bukan hanya Khandra yang merasakan sakit dan pahit atas kepergian Alin, tapi Vijendra dan Rosalina yang menyaksikan secara langsung pertumbuhan Alin ikut merasakan perih dalam luka yang tercipta. Dan penyesalan yang tak kalah besar dengan apa yang Khandra rasakan.

Khandra sekarat, dirinya benar-benar membutuhkan Alin.

Tolong! Siapapun! Katakan padanya bahwa semua ini hanya tipuan belaka! Bahwa ini semua hanya mimpi buruk!

"Apa yang harus aku lakukan Lin? Beritahu aku!? Kumohon!!! Aku harus apa sekarang!?" Lirih Khandra kesakitan, akhirnya setelah seminggu lamanya ia berucap yang pada akhirnya melukai hatinya -lagi.

Khandra melempar bingkai foto itu, ia tak sanggup.. bahkan mendengar nama gadis itu saja ia tak sanggup.

Ini sangat menyakitkan.

_______

Tiga bulan sudah berlalu, pagi ini semua orang menatap tak percaya dengan kehadiran direktur mereka, Khandra.

Tala dan Alin ☑️Όπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα