3. Bingung harus apa

532 143 28
                                    

Sudah di posisi yang nyaman? Sudah vote? Happy reading ^^

Playlist: Bila rasaku ini rasamu- Kerispatih

_______

Alin masuk dengan tergesa-gesa, setelah pagar besar itu di buka oleh salah satu pekerja yang berada di rumah mewah itu. Langkah lebarnya melangkah tanpa peduli jika ia akan terjatuh.

"Talaaa!!" Teriak Alin dari depan kamar Khandra. Walau mereka sudah kenal sejak kecil, namun bukan sifat Alin yang asal masuk tanpa mendapat persetujuan dari sang pemilik.

"Masuk"

Alin langsung masuk begitu mendapat sahutan dari Khandra. Matanya menatap gelisah, kakinya berlari kecil hingga kini ia berdiri tepat di samping kasur Khandra.

"Pucat banget" Alin semakin panik begitu mendapati wajah Khandra yang bercucuran keringat, padahal AC dikamar ini menyala.

Alin menaruh bubur yang ia bawa, "sakitnya kayak gimana? Alin panggilkan dokter Joe ya? Ini bibi sudah pulang semua? Sakitnya kayak mana? Tala mual?"

Khandra menggeleng, bukannya sembuh dirinya bisa tambah sakit karena pertanyaan Alin yang begitu banyak.

"Tala, Alin minta maaf. Maaf kalau membuat Tala pusing" pipi Alin memerah dengan mata yang mulai berair. Dirinya merasa bersalah, ia kembali menyalahkan dirinya atas apa yang terjadi pada Khandra.

"Maaf karena sifat Alin yang masih kayak bocah. Alin gk masalah kalau Tala memang mau jadi abang doang buat Alin." Alin menangis, ia sakit hati dengan ucapannya sendiri. Setelah tujuh tahun lamanya, apa ini jawabannya? Hanya menjadi adik?

"Lin, aku cuman sakit perut, bukannya mau mati" kata Khandra berusaha menenangkan ditengah sakit perut yang ia alami, hal ini membuat Alin menatapnya.

"Jangan nangis atuh" ujar Khandra dengan senyum kecilnya, jari-jarinya menyentuh pipi Alin menghapus tetesan air mata yang justru semakin deras. Alin tak peduli jika wajahnya terlihat mengenaskan.

"Talaaa Alin bohong, Alin gk mau jadi adeknya Tala huaaa. Kan ada Roxana, memang Tala mau punya 2 adek? Tapi Alin gk mau punya abang! Gimana dong???"

Khandra tertawa, wajah Alin sangat lucu. Bagaimana gadis itu bisa menangis sambil terus berbicara, dengan pipinya yang merah dan bibir nya yang- sadarlah Khandra!

Khandra menangkup pipi penuh itu, dan menatap gadis yang masih merasa bersalah. "Aku tau, kau berhentilah menangis. Lebih baik kau menyuapiku makanan, aku lapar."

Alin mengangguk, sambil menarik ingusnya. "Emang belum kenyang? Perasaan baru makan."

"Kau membuatku kembali lapar" balas Khandra asal.

"Aaaaa" Alin menyuapi Khandra seperti menyuapi anak kecil.

"Lin"

"Hm?" Jawab Alin yang sibuk membereskan makanan yang sudah habis itu. Khandra memandang Alin yang sibuk.

"Gk minat cari pacar?"

Alin menoleh, urusannya sudah selesai. Kini dirinya fokus pada Khandra. Menatap dalam pria itu.

"Tala gk cari istri?" Bukannya menjawab, Alin justru melempar pertanyaan pada Khandra. Yang membuat Khandra mengulum bibirnya.

"Gk minat."

Alin mengangguk sebelum memincingkan matanya.

"Apa!?" Sewot Khandra karena di tatap seperti itu oleh Alin.

"Tala gk homo kan?"

"Astagfirullah! Alin! Ya Tuhan!"

Alin tertawa, "bercanda sayang." Ucap Alin yang setelah itu berdiri dan mengambil mangkuk yang ia bawa untuk di cuci. Meninggalkan Khandra yang terdiam dengan jantung yang entah bagaimana berdetak begitu kencang.

Tala dan Alin ☑️Where stories live. Discover now