•28•

48.8K 2.8K 85
                                    

Sore ini Rea duduk di sofa ruang tengah, entah kenapa Rea tiba-tiba ingin memakan bakso. Rea mengelus perutnya yang rata, bersamaan dengan itu Bila datang dan duduk di samping Rea.

"Kenapa sayang?" Bila mengelus rambut Rea.

Rea menggeleng pelan. "Gapapa Ma."

"Kamu lagi pengen sesuatu?" Nada suara Bila terdengar lembut, benar-benar ibu mertua yang penyayang.

"Aku nggak pengen apa-apa Ma." Rea tidak ingin merepotkan siapapun.

Bila menggengam tangan Rea. "Sayang, dengerin Mama. Kalau mau sesuatu bilang aja gapapa, nggak perlu sungkan."

"Sebenernya, aku pengen makan bakso Ma." Nada suara Rea terdengar ragu.

Bila tersenyum. "Bentar lagi Renald pasti dateng, biar Mama suruh dia beli bakso buat kamu."

Selang beberapa menit Renald pulang, cowok itu baru saja latihan basket bersama teman-temannya. Terlihat jelas jika wajah cowok itu tampak lelah, Rea jadi merasa tidak enak jika Bila menyuruh Renald membelikannya bakso.

"Renald pulang," ujar Renald.

"Ren, tolong beliin Rea bakso ya," pinta Bila.

Renald menatap Rea. "Lo ngidam?"

Rea mengangguk. "Iya, tapi nggak pengen-pengen banget kok. Mending kamu istirahat aja, kayaknya kamu kelihatan capek."

Renald tertawa. "Tenang aja, gue beliin bakso spesial buat lo. Gue nggak mau lah ponakan gue entar ileran."

"Adik ipar yang baik," puji Bila.

"Oh ya jelas ... Renald." Renald menyugar rambutnya ke belakang.

"Aku ikut ya Ren." Mata Rea tampak berbinar.

Renald tampak berpikir kemudian mengangguk. "Oke, tapi gue ganti baju dulu ya."

Saat Renald hendak pergi Bevan tiba-tiba datang dengan celana hitam panjang dan kaos putih yang melekat di tubuhnya. Rea menatap Bevan sejenak, tapi setelah itu ia langsung memalingkan wajahnya.

"Oh iya lupa, gue ada pr. Sorry Re gue nggak bisa nemenin lo beli bakso," ujar Renald.

Rea tampak kecewa. "Ya kok gitu?"

"Gini aja lo nyari bakso sama Bang Bevan aja, nih Bang pakek motor gue." Renald menyerahkan kunci motornya pada Bevan.

Bevan menatap kunci yang ada di genggaman tangannya. "Gue?"

"Udah Re, kamu nyari bakso sama Bevan aja." Mau bagaimanapun juga Bila ingin hubungan Bevan dan Rea kembali membaik.

***

Rea kini naik ke jok motor belakang, tadinya ia ingin menolak tapi ia tidak enak pada Bila. Rea duduk di jok paling ujung, tidak peduli jika dirinya akan jatuh. Rea tidak mau dekat-dekat dengan Bevan.

"Majuan dikit," ujar Bevan.

"Nggak mau!" Rea memalingkan wajahnya.

"Majuan, kalau kayak gitu entar lo jatoh." Bevan menatap posisi duduk Rea.

Rea tampak acuh. "Biarin, biar aja gue jatoh."

"Sini lah majuan." Bevan menarik pelan tangan Rea.

"Nggak usah pegang-pegang!" Rea melotot dan menepis tangan Bevan.

Bevan tertawa pelan, Rea terlihat sangat menggemaskan. "Makannya nurut sayang, jangan ngelawan terus sama suami."

"Nggak usah manggil sayang-sayang! Cepet jalan atau kita batalin aja nyari baksonya!" ketus Rea.

"Ya udah jalan, jangan salahin gue kalau lo jatoh," ujar Bevan.

Bevan menyalakan mesin motornya, ia menarik gas motornya dengan sedikit kencang membuat Rea reflek maju ke depan. Bevan meraih tangan Rea dan melingkarkan ke perutnya.

"Apa sih, lepasin! Nggak sudi gue meluk lo!" sewot Rea.

Bevan tersenyum. "Tapi gue seneng di peluk sama lo."

***

Kini Bevan dan Rea sudah berada di kedai bakso yang ada di pinggir jalan. Ada banyak sekali macam bakso, ada bakso mercon, bakso beranak, bakso bertelur, bahkan bakso bersuami pun ada.

"Wah ngaco nih, aneh semua nama baksonya." Bevan menggeleng tak habis pikir.

"Gue mau bakso biasa lima mangkok," ujar Rea.

Bevan mengerjap. "Emang bisa habisin?"

"Bisa lah, lo kalau nggak mau mesenin biar gue sendiri yang pesen!" sewot Rea.

Bevan terkekeh pelan. "Galak banget, iya-iya gue pesenin."

Bevan memesan lima mangkok bakso dan dua es teh. Selang beberapa menit pesanan mereka datang. Rea memakan bakso dengan sangat lahap.

Bevan hanya meminum es teh nya dengan tatapan yang fokus tertuju pada Rea. Rea terlihat sangat menggemaskan, kenapa Bevan baru sadar jika istrinya semenggemaskan itu.

"Nggak usah natap gue kayak gitu, udah pesen bakso sana!" Rea merasa risih saat Bevan menatapnya.

Bevan menggeleng pelan dan tersenyum. "Ngelihat lo aja gue udah kenyang."

Bevan sekarang sudah berubah, dia bukan lagi cowok berkharisma yang mempunyai tatapan tajam. Kini di mata Rea Bevan hanya cowok gila yang sangat suka mengggombal.

"Buaya lo." Rea berdecak pelan. "Nggak usah sok ngegombal."

"Gue boleh jujur," ujar Bevan.

"Apa?" tanya Rea sewot.

"Lo kelihatan gemesin kalau lagi makan ... Dan gue suka ngelihat lo," balas Bevan yang berhasil membuat jantung Rea berdebar.

"Lo ngomong sekali lagi gue sumpel mulut lo pakek bakso," ancam Rea.

"Kenapa harus di sumpel? Mending di suapin, mau dong di suapin sama lo." Bevan tersenyum geli.

Bersambung...

Serpihan LukaWhere stories live. Discover now