•04•

49.6K 3.1K 47
                                    

Rea menggigil kedinginan, gadis itu memeluk dirinya sendiri karena selimutnya dia gunakan sebagai alas tidur. Bevan berdecak pelan saat mendengar Rea yang terus mengigau dengan kedua mata yang terpejam.

'Tuh anak kenapa sih? Ganggu orang tidur aja.' Bevan duduk dan menatap ke arah Rea.

"Dingin," gumam Rea.

Bevan perlahan menghampiri Rea kemudian berjongkok. "Lo kenapa sih?"

"Mama, aku kedinginan," racau Rea.

Bevan menempelkan punggung tangannya pada dahi Rea. "Panas banget, lo demam?"

Rea membuka matanya dan segera mengusap sudut matanya yang sedikit berair. "Kakak kenapa bangun?"

"Ya lo pikir aja, lo daritadi ngigo nggak jelas. Ganggu tidur gue tahu nggak!" ketus Bevan.

"Maaf kak, aku janji nggak bakal ganggu tidur kakak lagi." Rea kembali memejamkan matanya.

Badan Rea rasanya sangat tidak enak, dia kedinginan dan tubuhnya juga terasa lemas. Bevan menghela nafasnya kemudian mengangkat Rea ke dalam gendongannya. Rea yang tidak siap langsung membuka matanya.

Rea benar-benar terkejut sekaligus tidak menyangka. Bevan perlahan membaringkan Rea di atas kasur, kemudian cowok itu memakaikan selimut pada tubuh Rea. Bevan tak habis pikir, gadis di depannya ini benar-benar merepotkan.

"Kak---"

Bevan langsung memotong ucapan Rea. "Nggak usah geer, gue cuma kasihan sama lo!"

"Makasih udah di kasihani." Rea merasa miris karena kepedulian Bevan hanya sebatas rasa kasihan.

"Lemah lo, tidur di lantai aja langsung sakit, ngrepotin tahu nggak," cibir Bevan.

"Iya aku emang lemah, ngrepotin juga." Rea kembali memejamkan matanya, walaupun tidak bisa di pungkiri tubuhnya masih terasa tidak enak.

Bevan berdecak pelan. "Tunggu sini, gue ambilin kompres."

***

Semalam Bevan terus terjaga dan duduk di samping Rea. Beruntung hari ini adalah hari minggu, jadi waktunya sekolah libur. Bevan perlahan membuka matanya, ia menempelkan punggung tangannya pada kening Rea.

'Lumayan lah.' Bevan menjauhkan tangannya, suhu badan Rea masih terasa hangat.

"Udah sehat lo?" Bevan melirik Rea yang kini sudah membuka matanya.

"Iya." Rea menatap langit-langit.

"Serius jangan boong!" semprot Bevan.

Rea tampak menghela nafasnya. "Masih agak nggak enak badan kak."

"Gara-gara lo gue nggak bisa jalan sama Tania, harusnya hari minggu tuh waktu gue berduaan sama Tania," ucap Bevan.

"Ya udah kakak mandi aja, terus siap-siap jalan sama kak Tania," balas Rea.

"Apa kata mama sama papa nanti kalau lo sakit gue malah pergi. Yang ada nanti mereka curiga!" ketus Bevan.

Rea hanya diam dan kembali memejamkan matanya. Ia tidak mau meladeni Bevan, ucapan cowok itu selalu saja memojokkan Rea. Bevan mengusap wajahnya kasar, ia memikirkan alasan apa yang akan di berikan kepada Tania nanti.

'Gue harus ngomong apa ke Tania, dia udah seneng banget tapi gue main batalin gitu aja,' batin Bevan.

"Cepet sembuh." Bevan menatap sejenak Rea lantas melenggang pergi ke kamar mandi.

***

Selang beberapa menit Bevan keluar dari kamar mandi, cowok itu tampak segar. Bevan mengusap wajahnya yang masih sedikit basah karena terkena air. Tidak lama kemudian ada yang mengetuk pintu kamar.

"Lama banget Bang buka pintunya. Gue nungguin di sini sampek lumutan, untung belum karatan gue." Renald langsung mengomel saat pintu kamar di buka oleh Bevan.

"Berisik! Mau apa lo?!" Nada suara Bevan sangat tidak enak di dengar.

Renald memicing curiga. "Hayo bang lo habis ngapain sama Rea? Kok buka pintunya lama?"

Bevan berdecak pelan. "Cepet bilang mau apa? Gue tutup lagi nih pintunya."

"Gini nih yang memancing bau-bau kecurigaan. Hayo lo habis ngapain sama Rea? gue bilangin mama ya. Mama Mama! Abang---"

Bevan langsung membekap mulut Renald, adiknya yang satu itu sangat comber sekali. "Diem atau ikan koi lo gue buang."

Renald melotot dan langsung menyingkirkan tangan Bevan. "Jangan macem-macem lo Bang, gue slepet lo!"

Bevan menghela nafas lelah, hari masih pagi tapi Renald sudah membuat keributan. Rea sedang sakit, Bevan belum tahu harus memberikan alasan apa kepada Tania. Dan sekarang kedatangan Renald semakin membuat Bevan pusing saja.

"Dia sakit." Lagi-lagi Bevan enggan menyebut nama Rea.

Kening Renald berkerut. "Dia siapa? Kucing tetangga?"

"Bukan lah!" Bevan di buat kesal oleh Renald.

"Ya terus siapa Bang?" Sepertinya Renald harus banyak-banyak bersabar.

"Dia." Bevan membuka pintu membuat Renald bisa melihat Rea yang sedang berbaring.

"Bilang kek daritadi, sebut namanya Bambang. Dia-dia siapa coba, bikin gue menebak-nebak tanpa kepastian aja," kesal Renald.

"Suka-suka gue lah!" sewot Bevan.

Bersambung...


Serpihan LukaWhere stories live. Discover now