PART《6

7.5K 454 70
                                    

Malam ini semua berkumpul di ruang keluarga termasuk Rainy yang kelelahan karena Una nemplok terus.

"Una cantik, harum mewangi sepanjang masa, sama Bunda Hulwa lagi ya, Mama capek nih," rajuknya.

Hampir saja Hulwa tersedak minuman karena perkataan Rainy yang mengejutkannya.

"Utan unda Ma, tty ... tty Uwa." kekeh Una.

Rainy memandang mereka satu persatu merasa heran, seolah tahu maksud pandangan Rainy, Vano berusaha mencari alasan, "dasar Hulwa," batin Vano.

"Una tidak mau memanggil Bunda ke Hulwa, karena yang Una tau itu hanya Tikalah Bundanya, dan kata aunty sudah melekat kuat diingatannya," jelas Vano.

"Mama?" gumam Rainy, membayangkan dirinya akan dipanggil Mama diusia mudanya, bagaimana tanggapan orang-orang nantinya.

"Seperti yang dikatakan Kak Vano, Ai. Una sudah terbiasa memanggil Aunty. Teteh juga tidak mengapa, Una mau saja memanggilmu Mama sejak aku menyuruhnya," kilah Hulwa, padahal dirinyalah yang mendoktrin Una kalau Ai lah Mamanya.

"Gak fair banget, harusnya aku yang dipanggil aunty dong, Teteh yang dipanggil Mama," kesal Rainy tidak terima.

"Una sayang, ke Mama Uwa ya?" bujuk Rainy lagi.

"Ini mamatu, tan tty Wa," balas Una yang mau menangis menunjuk dada Rainy, semakin menambah kekesalan Rainy terhadap keluarganya.

"Ya, udah kalau begitu Una ke Aunty Uwa dulu ya, Mama capek nih."

Apa daya justru Una semakin mengeratkan pelukannya di pangkuan Rainy.

Vano merasa kasihan melihat Rainy yang memang tampak kelelahan akhirnya membujuk Una agar pindah ke pangkuannya.

"Sini sama Ayah sayang, kasian Mamanya kecapean."

"Tan Yah pi Papa, tty Uwa iyang Papa." Kini giliran Vano yang menampakkan kekesalannya.

"Iyain aja deh dari pada nangis lagi," ujar Hulwa tanpa merasa bersalah.

Kedua orang tua dan pamannya hanya bisa menghembuskan nafas, mereka pun bingung dengan situasi seperti ini.

"Apa keputusan untuk merahasiakan pernikahan ini salah," batin Pak Munif.

Ingin rasanya Vano melempar Hulwa dengan bantal sofa tapi dia masih menghargai mereka yang ada disekitarnya, akhirnya dia mengalah setelah sekian kali mempertahankan panggilan Ayah untuknya, dan lagi Rainy semakin bingung dan bertanya-tanya dibuatnya.

"Astaghfirullah, Hulwa. Apa yang kamu lakukan, Nak." gumam Bu Zanita yang merasa jika semua ini perbuatan Hulwa.

"Papa?" gumam Rainy seperti orang bodoh diantara mereka semuanya.

"Mama .. papa .. " gumamnya bingung.

"Awas kamu, Hulwa. Sepertinya aku harus menyulitkanmu di rumah sakit agar tidak semena-mena," batin Vano menatap tajam kearah Hulwa, tapi Hulwa hanya menanggapinya cengengesan.

"Sorry," gerak mulut Hulwa yang hanya di lihat oleh Vano.

Una sudah berpindah kepangkuan Vano membuat Rainy bernafas lega tapi tidak dengan pikirannya yang sudah traveling kemana-mana.

"Mama ... Papa ... " ulangnya lagi dalam hatinya.

"Harusnya Hulwa," gumam Rainy yang terdengar dipendengaran keluarganya.

Rainy beranjak dari duduknya, dirinya terlalu lelah untuk memikirkan semuanya, kakinya melangkah menuju ke kamar Hulwa, pikirnya kamar Hulwa sudah menjadi miliknya karena Hulwa sekarang akan sekamar dengan Vano.

TURUN RANJANG 2 "ENDING"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang