PART《5

7.1K 452 30
                                    

Hari-hari berlalu, Hulwa tak henti-hentinya mengajari Si kecil Una mengenalkan Rainy sebagai mamanya, begitu pun panggilan Papa yang disematkan kepada Vano, semakin membuat bapak dua anak itu jengah, bahkan sekarang tak henti-hentinya Una menanyakan keberadaan Rainy kepada semua penghuni rumah terutama ke Ayahnya.

itulah sebabnya Pak Munif menelpon Rainy agar melanjutkan kuliahnya di Jakarta juga secara perlahan akan mendekatkan Rainy dengan Vano.

Tibalah sudah hari kelulusan dan Rainy dinyatakan Siswi lulusan terbaik dengan nilai tertinggi diatara siswa dan siswi. Dan tidak menunggu hari perpisahan Rainy sudah diantar oleh pamannya ke Jakarta, berangkat dengan kebimbangan karena hatinya masih tertinggal di Bandung.

"Meninggalkan disaat sayang-sayangnya," gumamnya menyandarkan kepalanya di sandaran jok mobil.

Malam itu juga malam terakhir Rainy melihat dan mendengar suaranya, setelah malam itu Imam dan keluarganya entah kemana, pintu rumahnya selalu tertutup seakan tidak ada kehidupan di rumah itu membuat Rainy resah.

"Stop sampai disini, Ai. jangan begitu bodoh mencintai," batinnya memejamkan mata.

Kurang lebih dari tiga jam perjalanan akhirnya mereka sampai juga di kediaman Vano, dengan wajah lusuhnya Rainy turun dari mobil sementara di teras rumah itu kedua orang tuanya telah menunggunya. Begitu sampai di teras Rainy langsung menyalimi tangan kedua orang tuanya.

"Assalamu'alaikum, Ibu." sapanya lesu.

"Wa'alaikumussalam," balas kedua orang tuanya.

Melihat wajah-wajah lelah mereka, Pak Munif mempersilahkan Adik dan putrinya masuk ke dalam rumah untuk beristirahat, tanpa disuruh pun Rainy langsung ngacir ke dalam rumah dan menelungkup diatas sofa yang berada di ruang tengah rumah itu.

"Kamu kenapa sih, Nak. wajah kamu ditekuk gitu?" tanya Ibunya yang heran melihat anaknya.

"Mungkin dia berat meninggalkan Bandung, masih di rumah saja wajahnya sudah jelek begitu," Pak Ridwan menimpali.

Pak Munif hanya bisa menghembuskan nafasnya, dia pun tidak bisa menyalahkan putrinya itu.

"Aku hanya kelelahan kok," sangkal Rainy mendudukkan dirinya bersandar dilengan ayahnya.

Tidak lama berselang suara cempreng terdengar dari luar rumah.

"Camuekum!!!!" pekiknya digendongan Ayahnya.

Mereka baru saja pulang dari rumah sakit, Vano membawa anaknya ke rumah sakit karena tidak tega membiarkan Ibu mertuanya menjaga dua anak sekaligus, belum lagi akhir-akhir ini Una sering rewel.

"Wa'alaikumussalam," balas semuanya.

"Mama?" gumamnya melihat Rainy yang bersandar di lengan Opanya.

Vano yang baru menyadari kehadiran tamunya langsung bergabung duduk di sofa bersama mereka.

"Dari tadi Paman?" tanyanya.

"Baru saja, Nak."

"Mama!" Panggil si kecil Una, namun dihiraukan oleh Rainy membuat air matanya mengembun yang sebentar lagi mengalir deras. dari kemarin-kemarin dia mempertanyakan keberadaan Rainy tapi saat sudah di depan mata malah diacuhkan. Rainy lupa jika memang Una pernah memanggilnya Mama, pikirnya yang di panggil itu Hulwa.

Suara tangisan Una kini memekik telinga mereka, Una kembali tantrum. Vano berusaha untuk membujuknya. Pikirnya Rainy masih lelah dengan perjalanan jarak jauhnya.

"Ai, Una mau ke kamu," tegur Ayahnya.

Rainy membalikkan badannya dan mencari keberadaan Hulwa, "Mamanya kemana emang?" tanyanya bingung karena semua mata menatap kearahnya.

TURUN RANJANG 2 "ENDING"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang