3. Caca Akan Melaluinya

10.2K 1.4K 73
                                    

Jangan lupa istirahat, Bestie. Makan makanan yang enak dan selalu jaga kesehatan ya. Yang sudah berkeluarga sabi nih kalau keluar jalan2, mumpung cuacanya baru enak. Yang jomblo (termasuk gue) halu aja dulu bareng2. Amnesia dulu kalau besok Senin dan beban kehidupan masih numpuk. 

Btw, Pesona Rasa After Married bakal tetap update di wattpad, jadi yg prefer baca di sini santai aja, tapi kalau mau eksklusif baca cepat sabi mampir ke Karyakarsa. 

Bahagia selalu ya, Bestie.. 

Happy weekend!!!!!



3. Caca Akan Melaluinya

"Caca belum vaksin HPV, Ren," kata Mas Dharma setelah keluar dari kamar mandi.

Aku menurunkan buku yang sedang kubaca. "Vaksin untuk pencegahan kanker serviks?"

"Iya." Mas Dharma naik ke atas ranjang.

Aku menutup bukuku, kemudian meletakkanya di atas nakas samping ranjang. "Di rumah sakitmu ada?"

"Ada." Aku merentangkan tangan supaya Mas Dharma bisa masuk ke dalam pelukanku. Lengannya melingkari tubuhku, sedangkan kepalanya bersandar nyaman di atas dadaku. "Aku buatkan janji, gimana?"

Kuusap-usap rambutnya pelan. "Oke. Besok biar aku ajak Caca bicara."

Mas Dharma meremas pinggangku, sedangkan pipinya menggesek-gesek kulit dadaku yang tidak tertutup kain. Aku mengenakan daster selutut tanpa lengan dengan potongan leher yang cukup rendah, sehingga sebagian kecil kulit dadaku dapat terlihat. Sejak menikah, baju tidur normalku tiba-tiba saja berubah total. Dalam hal ini Mas Dharma ikut berperan besar, sebab dia mendadak menjadi hobi sekali membelikanku pakain tidur dari toko online.

"Sudah lima hari, ya?" tanya Mas Dharma dengan wajah mupeng.

"Paling-paling dua hari lagi selesai." Aku menepuk-nepuk pipinya penuh simpati. Prihatin, karena sudah lima hari periode bulananku datang. "Nggak usah aneh-aneh!" Aku memperingatkannya yang sedang mengigit-gigit kecil permukaan dadaku. "Kalau ingin nanti uring-uringan. Aku juga nggak mau terpancing. Hormonku gampang naik."

Bukan cuma dia yang tersiksa, aku pun juga. Menahan diri selama lima hari bukan hal yang mudah. Apalagi aku dan Mas Dharma sama-sama tipikal phisical touch. Yang sedikit-sedikit maunya nempel dan sentuh sana, sentuh sini.

Mas Dharma menghela nafas. Menyerah. Tahu kalau dia pasti bakal bablas kalau nggak segera berhenti. Pria itu akhirnya memilih menyandarkan diri dengan tenang.

"Kita nikah udah berapa lama ya, Mas?"

"Enam bulan, tiga belas hari," jawab Mas Dharma tanpa berpikir.

"Selama itu kita nggak pernah pakai pengaman atau pencegahan apa pun."

Mas Dharma mengelus pinggangku. "Memangnya kamu sudah ingin punya anak lagi?"

"Nggak juga, sih." Kami saling menatap. "Sejujurnya, Mas, aku masih ingin fokus ke diriku, kamu, dan Caca." Mas Dharma menyimak. "Aku baru merintis usaha, kita juga masih dalam euforia pengantin baru karena nggak pernah pacaran, sedangkan Caca masih butuh banyak perhatian. Anak kita itu sedang dalam masa transisi menuju dewasa." Aku menyentuh pipinya yang ditumbuhi jambang tipis. Rasanya menggelitik permukaan kulitku dengan nyaman. "Tapi, aku juga nggak nolak kalau Tuhan kasih sekarang."

Mas Dharma mengambil sebelah tanganku untuk ia kecup. "Tuhan bakal kasih kita di waktu yang tepat." Mas Dharma menarik tengkukku kemudian mengecup pipiku lama. "Kamu jangan merasa tertekan. Kamu masih muda, dan kita berdua sehat. Kesempatan punya anak masih panjang. Tuhan tahu kapan waktu yang tepat untuk menitipkan anak lagi ke kita."

Pesona Rasa After MarriageWhere stories live. Discover now