Una semakin menjerit menangis bahkan memberontak dipangkuan ayahnya.

"Dia itu maunya ke kamu, Ai." gemes Bu Zanita melihat putri bungsunya itu.

Rainy semakin bingung, "Mamanya kan Teh Hulwa, Una kan mau ke Mamanya bukan ke aku,"

"Yang dipanggil Mama itu, Kamu. "akhirnya Vano bersuara karena semakin jengah dan lelah.

"A .. k ..ku .. ?" tunjuk Rainy kedirinya sendiri.

"Kenapa aku?" lanjutnya lagi.

Vano beranjak meninggalkan ruang keluarga itu membawa Una kedalam gendongannya yang semakin menangis.

Seolah tau kebingungan putrinya Bu Zanita menjelaskan ke Rainy mengapa Una memanggilnya Mama, "Tetehmu yang mengajarinya memanggil kamu sebagai mamanya, setiap hari Hulwa memperlihatkan fotomu di ponselnya dan menunjukkan kalau kamu itu Mamanya."

"Sakit-sakit juga ya si Teteh, padahal udah mau jadi dokter juga, dia kan yang Mamanya Una kenapa justru menyuruh Una yang memanggilku sebagai Mamanya," kesal Rainy.

"Kamu tahu kan, kesibukan Tetehmu seperti apa, dia ingin Una dekat dengan kamu. Coba deh kamu susul Nak Vano ke kamarnya. Kasian, dia itu lelah seharian di rumah sakit apalagi membawa Una," Bujuk Ibunya.

Meskipun masih bingung Rainy tidak membantah lagi, tapi langkahnya terhenti dan berbalik lagi

"Kenapa?" tanya Ibunya.

"Masa aku masuk ke dalam kamar Kak Vano sih?"

"Tuh, suara Una semakin memekik masuk aja, lagian ada kami juga disini," balas Sang Ayah.

Rainy kembali memutar badannya berjalan menuju ke kamar Vano yang memang berada di lantai dasar. dengan ragu Rainy mengetuk pintu kamar itu, tapi tidak ada respon. Baru saja ingin mengetuk pintu kembali, tiba-tiba pintu sudah terbuka menampakkan Vano dengan pakaian kusutnya.

Masih terdengar suara isak tangis dari dalam kamar, sebenarnya Rainy merasa iba tapi dia masih bingung dengan semuanya.

"Apa?" tanya Vano.

"Mau liat Una," lirih Rainy.

Vano membuka lebar pintu kamarnya membiarkan Rainy ikut masuk ke dalam kamarnya.

Pandangan mata Rainy tertuju pada box bayi yang tidak jauh dari tempat tidur, ia berjalan mendekat tapi sebelum sampai ke box bayi itu, terdengar suara Una yang masih menangis memanggilnya.

"Mama!"

Rainy tertegun, hatinya terguguh melihat keponakannya itu, wajahnya sudah memerah dan matanya membengkak.

"Sayang, sini aunt. Sama Ma .. ma," ucapnya gugup.

Si kecil Una segera beranjak dari tempat tidur menghampiri Rainy yang sudah mengulurkan tangannya.

"Udah diam ya, Mama sudah disini kok," bujuknya.

Vano terlihat lega, akhirnya tangisan Una mereda, bahkan dia sangat khawatir melihat keadaan putrinya sedang dia juga tidak ingin memaksa Rainy.

"Una ngen Mama," lirihnya memeluk leher Rainy.

"Ya Allah Teh, apa yang kamu lakukan pada anak ini," batinnya.

"Bunda Hulwa kemana sayang?" tanyanya.

"Tan Nda, Tty Uwa, lo Nda bobo. Una au Mama,"

Vano sedikit meringis mendengarnya, dia segera mengambil pakaian di lemarinya lalu masuk ke dalam kamar mandi membersihkan dirinya.

"Iya, iya. uda jangan nangis lagi dong," bujuk Rainy.

Rainy meraih Una kedalam gendongannya lalu membawanya mendekat ke box bayi tersebut, hati Rainy trenyuh. Seorang bayi mungil yang terlelap di dalam box bayinya mengingatkan Rainy akan tetehnya.

TURUN RANJANG 2 "ENDING"Where stories live. Discover now