Asavella 🍁43

Začít od začátku
                                    

“Dan hari ini, gue berhasil buat lo bahagia dan menjadikan ratu melalui persahabatan kita ini, tanpa melibatkan kembali perasaan yang tidak akan pernah saling menyatu dan memiliki.”

ฅ^•ﻌ•^ฅ

21.45 wib

“Jadi cewek kelayapan kek cewek murahan tau nggak, kamu? Nggak usah pulang sekalian, ikuti jejak mamah mu sana.”

“Mas, udah. Biarin anakmu istirahat. Dia juga baru latihan, dia udah dewasa juga,” sela wanita yang memakai pakaian dress satin merah maroon.

“Dewasa dari mananya! Sukanya jadi masalah berantemnya orang tua!! Gapernah ngertiin orang tuanya! Anak pembangkang! Kamu gausah belain dia! Nanti dia manja!” terka Bara menjelaskan sikap anak bungsunya yang benar-benar tidak ada cela kebaikan yang bisa dibanggakan.

Suara husky itu sekali lagi menyambut Asa dengan nada sindir yang di mana gadis melihat dirinya sudah berdiri di belakangnya dengan tangan terlipat sempurna di depan dada.

“Sumpah, dek. Papah bingung mau ngomong pakek bahasa sama kamu. Makin jadi kamu, tau nggak? Kamu bikin orang rumah pusing nyariin kamu. Kalo udah waktunya pulang, ya pulang. Enggak kelayapan sama cowok!” Bara menaikkan oktaf nadanya dan membuat dua gadis yang ada di lantai dua menonton apa yang sedang terjadi di bawah.

Di mana kali ini Asa kembali berhasil dijadikan bahan tontonan. Bukan lagi dengan kakaknya saja, namun orang baru yang datang. Mereka tak lain adalah ibu tiri dan saudari tirinya—Mutiara.

“Mas, udah ayo masuk, Gaenak didengar tetangga,” lirih wanita itu yang mencoba mengusap-usap dada Bara dan sesekali menarik tangan—mengajak pergi. Tapi, Bara menolak.

“Mas!” Nila—ibu tiri dari Asavella dan Jysa—yang merupakan ibu kandung Mutiara berusaha menghentikan Bara. Tapi Bara sudah diujung emosionalnya.

Nila bisa melihat bagaimana pria itu  ia mendekati putri bungsunya dengan amarah marah. Tak segan-segan, ia menarik kasar rambut anak gadis itu.

Brak!

Tubuh kurus itu harus kembali terlempar begitu kuat hingga kepalanya membentur anakan tangga begitu keras dan wajahnya membentur lantai ubin hingga terdengar seperti dentuman keras.

“Asa,” lirih Mutiara membekap mulutnya ketika melihat bagaimana tubuh gadis di bawah sana terbentur hebat. Ini kali pertama sosok Mutiara melihat musuhnya benar-benar begitu berbeda di kala ia sekolah.

Sementara sosok Jysa. Gadis yang merupakan saudari kandung Asavella memilih diam. Meneguk kasar saliva dan menahan sesak. Tapi, senyumannya sesekali terbit dikala Asa terluka.

“Main sana sini sama cowok tuh kek jalang enggak berpendidikan! Martabat papah! Kehormatan papah! Nama baik papah tercoreng tinta hitam gegara kamu lama-lama, ASAVELLA!!” Amarah kilat bagaikan petir itu berhasil disaksikan orang dalam rumah.

“Mau sampek kapan jadi anak manja yang keluyuran sama cowok? Mau sampek kapan kamu jadi anak enggak berpendidikan gini!”

“Kalo papah bilang, jangan pacaran! Jangan pacaran! Jangan main sama cowok! Kerjaanmu sukanya bikin orang tua mu emosi!!” murka Bara yang sampai mulut itu sedikit berbuih pada ujung bibirnya.

Bara menginjak kuat punggung gadis bungsunya yang sekali lagi dagu dan wajahnya membentur keras ubin lantai.

“Kamu tuh bisa ngertiin papah nggak sih, dek?”

“Emang papah pernah gitu, bisa ngertiin Aca, pah?” tanya balik Asa ketika melihat Bara berjongkok meraih kasar wajahnya dan memberi sorotan tajam.

“Emang, papah, pernah, ngertiin gimana jadi Aca gitu?” Asa mengikuti tiap bola mata Bara yang masih tertatap tajam.

“Aca, berhak bicara soal ini juga kalo papah ngeluh kenapa Aca enggak bisa ngertiin Aca,” lontar gadis itu terus terang kepada pria paruh baya.

“Aca capek pah, berantem sama papah gini. Papah mana ngertiin Aca, Papah mana ngerti gaenaknya jadi Aca berjuang buat dapet satu perhatian papah, tapi satupun papah gamau lirik sedikit aja perjuangan Anakmu ini!”

“Anakmu ini berulang memutar keras tempurung otak yang sering lo injek! Lo tendang Cuma buat bisa dapet pengertian dari lo!”

“Aca dari kecil caper ke papah, nurutin papah selalu buat dapet nilai paling sempurna. Dapet piala, dari beberapa penghargaan, bahkan, non akademik Aca selalu menang juara pertama. Setiap dapat nilai 95 pasti berusaha minta remidi walaupun wali kelas ataupun guru pengajar bilang nilai Asa udah sempurna. Tapi apa?? Semua enggak ada apa-apanya!!” final gadis itu menggunakan nada tinggi.

Plak!!

“Jangan pernah berbicara dengan nada tinggi dengan saya,” peringat Bara seraya menunjuk dekat wajah Asa.

Birai itu tertampar keras hingga tertoleh ke kiri karena satu kesalahan kecil Asa yang tengah menyuarakan isi hatinya. Tapi Asa berusaha tersenyum kecil mengingat perkataan Tio.

Asa memegang pipinya dengan begitu gemetar. Berusaha berdiri bersamaan dengan Bara. Gadis itu menatap sendu dengan senyum yang ia berusaha tarik sebisa mungkin.

“Maaf ya pah,” dialognya lirih yang membungkam Bara dan orang-orang yang menonton tanpa belas kasihan.

“Maafin Anakmu ini ya, pah.” Sekali lagi gadi gadis itu mengulang dialog yang sama dengan air mata yang mengalir sempurna.

“Maafin Aca kalau tiap hari, mungkin, buat papah marah dan kecewa karena sikap Aca yang enggak sesuai ekspetasi papah. Sejatinya Aca juga gamau gini juga.”

Gadis itu menunduk sejenak. Kemudian kembali mendongak hanya untuk menatap netra sang ayah kembali.

“Ka-kalo semisal Aca masih kek anak kecil yang nakal, itu berarti anakmu ini lagi pengen dimanja dan diperhatiin papah bukan pukulan dari tangan atau kaki ringan papah.”

“Kalau Aca sering nyusahin papah, maaf banget. Aca sebenarnya enggak mau gini, tapi ini cara salah satu Aca  buat dapet perhatian papah. Di sayang papah, dipeluk papah. Tapi nyatanya, semua tidak berbuah manis.”

“Jangan banyak drama cuma buat ngalihin kesalahan kamu malam ini. Kamu pikir, papah bisa bodoh gitu? Jangan main-main sama papah,” beo Bara dengan tatapan dingin.

Asa merasa tertekan sesak mendengar kalimat Bara yang mengiranya sedang bermain drama. Benar-benar tidak habis pikir. Air matanya masih menetes tapi kali ini tidak diiringi dengan isakan.

“Emang papah bodoh, ya, jadi, gausah ditanya. Enggak ada, sosok ayah, yang modelan kek papah! Gak ada!”

“Anak goblok! Anak setan!!” Tendangan kuat pertama mendarat pada perut Asavella dan membuat gadis itu terjungkal kembali menghantam lantai. Tendangan kuat kedua dan ketiga mendarat kuat pada kepala gadis itu.

Dan membuat hidung Asa yang kini menjadi keluar mengeluarkan darah. Ia terbatuk-batuk keras. Tak hanya itu, dadanya terasa sesak tak bisa di deskripsikan. Napasnya terengah-engah.

“Kalian berdua masuk ke kamar! Dan jangan ada yang berani menolong Anak bandel!” titah Bara yang menyuarakan kalimat tersebut pada dua gadis yang berada di lantai dua.

“Jy, Asavella. Gu-gue harus bantu, di—”

“Jangan sampai jadi getah kemarahan Bara, atau kehamilan lo terbongkar malam ini,” tekan Jysa memegang lengan Mutiara dan mengajaknya masuk ke kamarnya.

 
ฅ^•ﻌ•^ฅ

Next?

Gamau tau sih boom coment. Maksa.

Mau apa? Coba komen.

🍊Ilysm🍊


ASAVELLA [TERBIT] ✓Kde žijí příběhy. Začni objevovat