Chapter II : The Night After Tea Banquet

58 11 5
                                    

"Selamat datang, Ratu Virginia Wallenscoot. Terima kasih sudah hadir di perjamuan malam ini. Silakan masuk, Yang Mulia," sambut salah seorang gadis berambut pirang dengan terusan gaun ungu kegelapan. Gadis itu merendahkan tubuhnya seraya melebarkan bagian bawah gaunnya.

Ratu Virginia tersenyum tipis dan mengangguk ringan. Dia melepas jubah kemudian menyerahkan kepada pelayan yang berdiri tepat di sampingnya. Dia melangkah anggun menyusuri rumah megah nan mewah bergaya arsitektur abad pertengahan, mengikuti gadis tadi menuju sebuah meja panjang.

Terlihat semua wanita dan gadis bangsawan telah berkumpul di sana. Gaun-gaun yang mereka kenakan tak kalah elegan dengan yang digunakan sang ratu. Tentu menonjolkan satu warna pada diri mereka masing-masing. Seperti Ratu Virginia yang mengenakan gaun hijau putih yang sesuai dengan rambutnya yang berwarna keorenan.

Semua wanita dan gadis bangsawan berdiri dari kursi begitu menyadari sang ratu ada di hadapan mereka.

"Salam, Yang Mulia," ujar mereka serempak bersamaan membungkukkan badan. Seorang pelayan yang tak jauh dari meja panjang, menuntun sang ratu di kursi yang berada di paling ujung, menghadap langsung ke seberang kursi yang diduduki tuan rumah.

Pelayan-pelayan beriringan menghidangkan secangkir teh hangat dan berbagai macam kudapan manis sebagai teman minum teh kepada masing-masing bangsawan.

"Silakan dinikmati jamuannya. Pilih saja beberapa yang kalian suka," wanita berambut cokelat di seberang sang ratu menginterupsi. Para tamunya pun lantas mencicipi hidangan-hidangan yang tersaji lengkap di atas meja panjang.

"Silakan, Yang Mulia. Semoga Anda menyukainya," ujarnya lagi kepada sang ratu. Ratu Virginia tersenyum, lalu menyesap secangkir teh dan melumat beberapa kudapan manis ke dalam mulut.

Ruangan megah itu lengang sejenak. Hanya terdengar suara-suara remahan yang dikunyah dan cangkir yang berdenting ke atas meja. Tak lama berselang, sang ratu lebih dulu melebur kesenyapan di antara mereka.

"Duchess Eliza, saya sudah mendengar kabar dari Charles bahwa putri Anda, Lady Morain, tak lama lagi akan menikah dengan putra saya. Saya sangat senang kalaulah mereka berdua berjodoh."

Duchess Eliza tersentak di seberang sang ratu. Begitu pula dengan Lady Morain yang berada di dekat ibunya.

Gadis-gadis bangsawan turut tersentak, tak percaya apa yang dikatakan Ratu Virginia barusan. Mereka semua larut dalam pikiran masing-masing. Pangeran Charles yang mereka idam-idamkan selama ini sudah jatuh ke pelukan gadis pujaannya? Bagaimana bisa? Sedangkan sang pangeran begitu tidak terbayang untuk mencoba mengencani salah satu di antara mereka.

Kasian sekali, di malam perjamuan ini para gadis bangsawan harus merasakan yang namanya patah hati.

Berbeda dengan mereka, ibu-ibu mereka justru tersenyum mendengar kabar tersebut. Dan menantikan bagaimana kelanjutannya.

"Tunggu dulu Yang Mulia, saya selama ini tak pernah mendengar kedekatan mereka berdua. Bagaimana mereka membuat keputusan seperti itu?" tanya Duchess Eliza.

"Ada baiknya, Anda tanyakan langsung kepada putri Anda. Saya sebenarnya juga tak tahu kedekatan mereka berdua. Mungkin saja Charles dan Morain diam-diam berhubungan di belakang kita, Duchess," timpal Ratu Virginia.

"Jadi, apa itu benar, Morain?"

Sang duchess menaikkan sebelah alis kepada putrinya. Sementara gadis berambut pirang itu tersenyum jaim, kedua pipinya mulai memerah.

"Benar, Ibu. Aku dan Pangeran memang diam-diam berhubungan. Kami merasa jika Ratu dan Ibu tidak akan mau merestui hubungan kami. Dan setelah sekian lama berhubungan, akhirnya Pangeran melamarku. Maafkan aku, Ibu karena tak memberitahumu dari awal."

Ackerley CaseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang