1. Aku menemukannya

199 31 37
                                    

Jarak adalah spasi antara suatu hal dengan hal lain yang ruang selanya jauh. Jarak juga bisa diartikan sebagai pemisah antara titik satu dengan titik dua. Ada beberapa jarak yang harus dipakai dalam berbagai situasi. Contohnya pemisah agar mudah dikenali, dan juga pemisah agar tidak merusak yang lain.

Ada beberapa orang yang menjadikan jarak sebagai momok yang menakutkan, ada juga orang yang mengartikan jarak sebagai suatu keharusan. Karena jarak itu diciptakan atas dasar kebaikan juga menghindari suatu kesalahpahaman.

Ethan Mahendra, menurutnya jarak adalah suatu hal yang sangat merepotkan. Seperti sekolah yang berjarak jauh, atau remot tv yang berjarak dua langkah dari tempatnya. Itu merepotkan. Belum lagi dirinya harus mengangkat jemuran di atap yang jaraknya dua lantai dari tempatnya berada. Mau menolak takut durhaka, tapi berjalan saja sudah setengah hati. Mau tidak mau dirinya harua bergegas sebelum hujan turun lebih deras.

"Jarak dari sini ke tangga adalah 15 langkah, lalu dari anak tangga satu hingga ke anak tangga ke delapan itu memerlukan waktu kurang lebih 13 detik lalu naik delapan anak tangga lagi. Sampainya disana masih ada tangga lagi dengan bentuk dan ukuran yang sama. Jika aku bisa, maka aku akan..."

Otaknya menghitung dengan mata yang bergerak seakan sedang melihat garis dan angka-angka di depannya. Tak lupa jari telunjuknya yang masih berada di depan dada bergerak seakan tengah menulis suatu rumus di atas udara. Memperhitungkan suatu jarak yang akan ia tempuh menuju atap. Apa dirinya akan tepat waktu sebelum hujan tiba?

"Oke." gumamnya.

Tak lama dirinya berjongkok, bersiap seakan ingin lomba lari di dalam rumah. Matanya kini hanya fokus pada satu titik, jari-jarinya pun menegang bersiap untuk memulai. Bokongnya mulai terangkat dan,

"Hiyaaaaaaa!" ia pun berlari menaiki anak tangga.

Tangga lantai pertama sudah ia lewati, kini tibalah kakinya menginjak anak tangga lantai ke dua. Lebih tepatnya lantai dimana baju-baju semua tergantung di sebuah jemuran. Dirinya tidak kelelahan, justru itu membuatnya semangat.

Langit sudah semakin pekat, tangannya pun gesit menarik pakaian-pakaiannya. Memang dirinya ini sangat hobi nyusahin orang, satu jemuran hanya cukup untuk baju-bajunya saja. Sisanya baju orang tuanya ada di jemuran yang satu lagi. Padahal jemuran ini cukup besar, tapi jemuran ini sudah berusaha sebisa mungkin.

Petir sesekali menyambar meski tanpa suara. Jam masih menunjukkan pukul 3 sore, tapi rasanya mirip seperti jam 6 saking gelapnya.

"Hujan, bisakah kau kirimkan hujan dan petir." teriak seseorang di bawah sana. "Aku ingin menangis tanpa terlihat, ingin menjerit tanpa-"

"Woi! Sekali lagi kau memanggil hujan, akan aku lempar pot ini dari sini." omel Ethan dari atap.

Merasa terpanggil tanpa dipanggil, pemuda di bawah itu pun menoleh ke atas. "Apa Kak? Gak kedengeran." teriak Riki dari bawah.

Ethan yang sudah geram pun akhirnya mengambil celana dalam secara asal kemudian melemparnya ke bawah.

"Akh, sialanan." umpat Riki setelah mendapatkan celana dalamnya mendarat tepat di wajahnya.

Ethan tertawa puas melihat adiknya mengomel dari bawah, sampai dirinya tidak menyadari kalau rintik-rintik hujan semakin deras dan cepat. Ia pun panik dan berusaha mengangkat keranjang baju itu ke dalam rumah. Beda lagi dengan Riki yang kegirangan akhirnya bisa mandi hujan setelah sekian lama.

"Sini biar Ibu yang bawa." ujar sang ibu saat mereka bertemu di tangga.

"Tidak perlu, aku bisa membawanya sendiri."

Sang ibu pun mengangguk kemudian beralih melanjutkan pekerjaannya, sedangkan Ethan baru selesai meletakkan keranjang tersebut di lantai bawah.

Berdecak, "Ck, anak itu apa tidak bisa sehari saja tidak menyusahkan orang." ucap Ethan saat melihat ruang tamu yang berserakan buku-buku milik Riki.

Jarak || Lee HeeseungWhere stories live. Discover now