39. DE JAVU

3K 167 15
                                    

"Aku hamil hasil pemerkosaan yang pelakunya sendiri nggak aku ketahui dan Mas Malik bersedia bertanggung jawab!"

Mendengar pengakuan Isna, Aryan jelas terkejut.

Sungguh, fakta itu benar-benar di luar dugaannya.

Bukankah tadi Isna bilang bahwa janin yang dikandungnya adalah adiknya?

Saat itu Aryan hanya bisa terdiam dalam berbagai tanda tanya besar di kepalanya hingga Isna kembali berbicara.

"Aku hanya seorang wanita kotor, tapi Mas Malik mau menerimaku apa adanya. Bahkan dia banyak membantu keluargaku. Melunasi hutang-hutang kami. Membiayai operasi Bapakku yang sakit. Lalu membantu menyelesaikan kasus hukum adikku dengan lelaki bejat yang sudah melecehkannya. Mas Malik itu seperti malaikat. Dia datang di waktu yang tepat saat aku memang benar-benar membutuhkannya. Dan saat dia melamarku, maka nggak ada satu pun alasan yang membuatku bisa menolaknya! Nggak ada Aryan," terang Isna panjang lebar. Air mata perempuan itu kembali meleleh.

Aryan masih terdiam.

"Awalnya aku berpikir untuk memberitahukan masalah yang sedang aku hadapi setelah aku menjadi korban pemerkosaan itu pada Wildan, tapi, aku malu... Terlebih setelah tahu bahwa Wildan berselingkuh. Aku semakin yakin jika Wildan nggak sungguh-sungguh mencintai aku. Nggak ada alasan lain buatku menceritakan aibku pada Wildan. Dia pasti nggak akan mau menerimaku. Itu yang ada dipikiranku sebelumnya. Dan itu juga yang pada akhirnya membuat aku yakin untuk menerima kehadiran Mas Malik di sisiku. Meski terkadang, aku masih merasa heran kenapa Mas Malik bisa begitu baik padaku sampai rela berkorban sedemikian besar. Mas Malik bilang, dia mencintaiku, tapi aku justru berpikir, dia hanya mengasihani aku, entahlah..."

Sebuah sapu tangan disodorkan ke arah Isna ketika perempuan itu kewalahan menghapus air mata yang seolah tak mau berhenti di wajahnya.

Isna menerima sapu tangan pemberian Aryan dengan senyuman tipis. Merasa terharu.

"Maafkan aku Aryan. Maaf jika aku sudah menyakiti hatimu selama ini," ucap Isna setelah berhasil menyeka air matanya.

Aryan tersenyum masam. "Mungkin aku yang seharusnya meminta maaf karena sudah memperlakukanmu dengan cara yang nggak baik. Aku sudah melecehkanmu dan aku sudah menghancurkan hubunganmu dengan Wildan... Aku minta maaf..."

Sebuah tangan yang terulur ke arahnya menandakan bahwa sosok Aryan tak lepas dari sikap alami kekanak-kanakkan. Aryan masih begitu polos untuk bisa mengerti apa itu arti cinta yang sesungguhnya. Dan Isna berharap, sikap Aryan yang melembut saat ini menandakan bahwa pemuda itu sudah menyadari kesalahannya.

Isna menjabat tangan Aryan sebagai tanda perdamaian.

Hingga setelahnya, sebuah dering telepon memecah keheningan di atas rofftop itu.

Aryan reflek melepas jabatan tangannya dengan Isna dan merogoh saku celana jeansnya untuk melihat siapa orang yang meneleponnya.

Isna melongok ke arah ponsel Aryan di mana di layar itu tertera sebuah nama seorang perempuan yang memanggil.

"Siapa?" Tanya Isna saat sorot mata Aryan tertuju padanya seolah meminta izin pada Isna untuk mengangkat telepon.

"Tanteku," jawab Aryan. Lelaki itu berdiri dan agak menjauh dari Isna sebelum mengangkat telepon tersebut.

Isna masih terdiam di tempatnya, di pasangnya telinga lebar-lebar untuk menangkap isi percakapan Aryan saat itu.

"Halo, ada apa?" Sapa Aryan begitu mengangkat panggilan teleponnya.

"Apa kamu sudah melakukan apa yang kuperintahkan Aryan?" Ucap suara di seberang. Suara seorang perempuan.

"Belum," jawab Aryan lemah. Dia menoleh sekilas ke arah Isna.

DUDA KHILAF (End)Where stories live. Discover now